Tim Ahli UGM : Patuhi Protokol Kesehatan Atau Jalani Pembatasan Sosial Hingga 2022

Tim Ahli UGM : Patuhi Protokol Kesehatan Atau Jalani Pembatasan Sosial Hingga 2022

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
dr. Riris Andono Ahmad, MPH, PhD ahli epidemiologi UGM jelaskan siklus penyebaran Covid-19, Rabu (22/4/2020) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tim Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19 DIY telah melakukan penelitian kepada 713 kasus yang telah terkonfimasi hingga Rabu, 22/4/2020).

Penyelidikan epidemiologi tersebut dilakukan oleh tim Ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang dipimpin dr. Riris Andono Ahmad, MPH. Phd. 

Langkah tersebut diambil sebagai upaya pemutusan rantai penularan virus corona yang ada di Yogyakarta

Peneliti Epidimiologi ini menyimpulkan jika pemotongan rantai penularan lokal lebih sulit.

Alasannya, menurut Andono karena mobilitas interaksi yang tak bisa dibendung.

Lalu bagaimana kecepatan penyebaran lokal tersebut?

Menurutnya, pola interaksi sangat memengaruhi percepatan penanganan Covid-19.

"Itu menjadi jalan terakhir karena vaksin belum juga ditemukan," tegasnya.

Ia mencontohkan, kasus lokal di Jakarta ada 24 ribu, Jawa Barat sekitar 20 ribu. Dari screening yang dilakukan itu sekitar 2,5 persen hingga 3 persen dari jumlah keseluruhan.

"Makanya kecepatan virus tersebut menyebar tergantung pola interaksi masyarakat itu sendiri," imbuhnya.

Lalu yang perlu dilakukan untuk saat ini apa?

Andono menyarankan kepada Pemda DIY supaya meniru Pemerintah Korea Selatan yakni screening lebih meluas, serta isolasi seluruh PDP maupun ODP.

Ia menganggap, untuk saat ini tidak usah bicara PSBB. Pemda DIY siapkan jaring pengaman sosial, dan masyarakat lakukan isolasi dengan suka cita tanpa ada pemaksaan yang berdasar dari peraturan.

"Hukumnya PSBB dengan penanganan wabah sebenarnya sama. Misalnya, orang kena TBC, tapi tak mau minum obat. Pemerintah tidak masalah, namun pemerintah wajib menegur untuk mengisolasikan yang berpenyakit. Tanpa PSBB itu sudah menjadi tindakan yang harus dilakukan," tegas dia.

Tim Ahli UGM Temukan Tiga Kasus Virus Corona Penularan Lokal di Yogyakarta

Patuhi Protokol Kesehatan Atau Jalani Pembatasan Sosial Hingga 2022

Selain menjalani hidup sehat, pemutusan mata rantai Covid-19 memang mengurangi interaksi.

Andono menganggap, jalan tersebut menjadi hal paling perlu dilakukan supaya mata rantai penyebaran virus bisa dihentikan.

Meski penilitiannya mengatakan jumlah kaus G2 lebih sedikit dari G1 namun, hal tak terduga patut diwaspadai.

"Ada ilmuwan dari Harvard University mengatakan, bahwa untuk benar-benar bisa terbebas kita perlu jalani pembatasan sosial hingga 2022," tegasnya.

Alasannya, ia menjelaskan, seperti halnya seseorang di tempat baru, salah satu harus menyesuaikan dengan kondisi yang baru saja di tempati.

Ia menganggap, hal itu sebagai bentuk membiasakan diri hidup di tengah wabah virus.

"Kecuali kalau kita sudah menemukan vaksin. Sementara untuk membuat vaksin juga tak cukup satu tahun," sambung Andono.

Ia mengangap, di dalam pembatasan sosial, ada reduksi transmisi penularan dari waktu ke waktu selalu ada kasus baru.

Jika siklus itu berjalan dengan baik, seseorang akan mencapai hard imunnity. Jadi, menurutnya sangat mungkin jika akan ada pembatasan sosial yang cukup lama.

"Karena ini bencana yang one time. Bukan seperti DBD yang bisa dibasmi secara sekejap. Adanya vaksin pun harus dipikirkan skala produksinya bagaimana. Untuk itu, kita semua butuh menyesuaikan dengan virus ini entah berapa tahun untuk benar-benar hilang," sambungnya.

Satu hal yang kembali ditekankan, menurutnya menjalani protokol kesehatan secara ikhlas menjadi kunci pencegahan penyebaran Covid-19.

"Karena di Korsel itu mereka jalani PSBB secara sukarela, tanpa ada harus penekanan sanksi dan sebagainya. Komunikasi antara pemerintah dan masyarakat baik," tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Gugus Tuga Covid-19 DIY, Biwara Yuswantana menambahkan, sampai saat ini total pasien salam pengawasan (PDP) mencapai 713.

Sementara jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di DIY menjadi 3.909.

Dari total 713 PDP menunjukkan, 134 orang di antaranya rawat inap, 533 orang rawat jalan dan selesai pengawasan, dan, 46 orang meninggal.

"Saya imbau masyarakat supaya tetap menjaga hidup sehat. Dan jika terpaksa harus keluar rumah untuk mengenakan masker," pungkasnya. (Tribunjogja/Miftahul Huda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved