Yogyakarta
Diorder 800 APD, Keluarga Difabel Asal Sleman Dapat Bantuan Rp 25 Juta
Sebenarnya Iswanto hanya memproduksi masker berbahan kain. Karena bahan tersebut dilirik pihak rumah sakit, ia pun diberi rekomendasi untuk membuat AP
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Ari Nugroho
Laporaj Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Saat didatangi di rumahnya yang berada di Dusun Tonggalan, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, bapak dua anak itu terlihat berjalan agak kesulitan.
Ia harus dibantu alat penyangga, supaya tetap seimbang ketika berjalan.
Namun, keterbatasan fisik tak mengurangi semangatnya dalam mencari nafkah.
Rasa minder karena hanya memiliki satu kaki, perlahan mulai tak dirasakan.
Pria itu bernama Iswanto, dulu dia harus merasakan putus asa yang dalam.
Karena kaki kirinya terpaksa diamputasi saat ia berusia tujuh tahun.
• Hadapi Virus Corona, Desainer Anne Avantie Jahit Baju APD untuk Disumbangkan
"Waktu itu kanker tulang. Dokter menyarankan harus mengamputasi. Sejak itu hidup saya terasa berat dengan keterbatasan saat itu,"katanya saat dikunjungi di rumahnya Kamis (26/3/2020).
Selama bertahun-tahun dirinya harus mengurung diri karena perasaan malu bercampur minder saat berinteraksi dengan masyarakat.
"Hampir lima tahun saya tak keluar rumah. Alhamdulillah, perasaan minder itu saya lawan. Dan bisa bertahan sampai sekarang," kenangnya dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Kondisi tak berbeda juga dirasakan sang isteri, Sri Lestari.
Sri juga penyandang difabel sama seperti Iswanto.
"Isteri saya juga sama. Kaki kirinya bermasalah. Kami justru saling motivasi satu sama lain, untuk mengembangkan usaha,"katanya.
Namun, siapa sangka jika di tengah merebaknya wabah Covid-19 saat ini, kedua difable ini justru diberi kesempatan untuk memproduksi 800 Alat Pelindung Diri (APD).
APD itu pesanan dari rumah sakit PKU Muhammadiyah, Yogyakarta.
"Kami hanya jasa pembuatan APD saja. Semua bahan baku dan sebagainya dari pihak rumah sakit yang menyediakan,"ungkapnya.
Pembuatan APD tersebut tidak dikerjakan Iswanto seorang diri.
Ia meminta 10 anggota difabel lainnya untuk turut membantu.
• Kisah Pemulung Difabel asal Yogya, Keliling Cari Rosokan Pakai Kursi Roda demi Dapur Tetap Mengepul
"Kami kerjakan bersama-sama, ada 10 anggota difabel lain. Ya beruntung sekali,"kata dia.
Sebenarnya Iswanto hanya memproduksi masker berbahan kain. Karena bahan tersebut dilirik pihak rumah sakit, ia pun diberi rekomendasi untuk membuat APD.
"Terus kami diberi sampel, termasuk standarisasi yang sesuai dengan APD bagi tim medis, ya sudah, kami mulai kerjakan,"ujarnya.
Baru dua APD saja yang sudah dikerjakan. Ia mentargetkan untuk satu penjahit, satu hari harus mampu mengerjakan tujuh pakaian APD.
"Kalau satu hari untuk satu penjahit bisa selesaikan tujuh pakaian kan bisa selesai dua minggu. Karena kebutuhan ini sangat mendesak,"ungkap pria berambut ikal ini.
Rencananya, APD yang ia buat bakal diproduksi masal.
Karena itu tim Gugus Tugas Covid-19 DIY bidang Ekonomi telah memberi bantuan.
"Ya sangat senang, artinya teman-teman difabel di luar sana bisa ikut membantu dan bisa memiliki kesibukan,"harapnya.
Bantuan 10 paket alat jahit seperti gunting, alat ukur, hingga kertas pola diberikan dari Dinas KUKM DIY bersama Bank BPD DIY.
"Memang sudah kami terima. Tentu kami siap jika harus memproduksi masal," ungkap dia.
Iswanto tak seorang diri, ia bergerak bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Koperasi Simpan Pinjam Bank Difabel, Majelis Pendamping Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah, Yogyakarta.
• Ketersediaan APD RS di Sleman Semakin Menipis
"Modal awalnya usaha ya dari koperasi itu. Setelah itu ya kami jalan sendiri,"kata dia.
Sementara itu, Ketua Pendamping MPM PP Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Ma'ruf, menambahkan, harga satu APD yang berbahan Parasit dan Spoon Bond itu satunya sebesar Rp 100 ribu.
Untuk saat ini masih belum dijual belikan secara bebas.
Pihaknya hanya baru menerima pesanan dari RS PKU Muhammadiyah, Yogyakarta saja.
"Mereka hanya bayar jasa jahit saja. Persatuannya Rp 25 ribu. Dengan estimasi pembagian seribu masuk ke kas Koperasi, Rp 24 ribu sisanya masuk ke penjahit,"kata Ma'ruf.
Dari segi kualitas, APD yang diproduksi memang sudah memenuhi standar.
Karena itu sudah mengacu pada standar kesehatan dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Meski begitu, kendala di lapangan harus dihadapi, lantaran saat ini bahan baku utama kain parasit dan spoon bond sudah mulai langka di pasaran.
"Sudah diborong sama pengusaha konveksi besar. Sangat langka dicari," tegasnya.
Terpisah, Ketua grup CSR Bank BPD DIY Arief Yulianto menambahkan, bantuan 10 set alat jahit dengan total keseluruhan Rp 25 juta sudah diserahkan.
Harapannya, hal itu mampu dimaksimalkan oleh rekan-rekan difabel supaya ketersediaan APD khususnya di DIY segera tercukupi.
"Sudah kami serahkan totalnya Rp 25 juta. Semoga bisa dimanfaatkan, tadi kan estimasi biaya sudah tuh Rp 100 ribu persatuannya. Nah, tinggal dikalikan saja,"katanya.
Ia meminta Pemda DIY juga ikut mengawal pengerjaan tersebut.
• Galeri UMKM YIA Representasi Kotagede
Karena, lanjut Arief, persoalan Covid-19 tersebut menjadi masalah dari segala sektor.
"Harus bersama-sama, makanya saya tekankan supaya lebih dulu tim medis dicukupi kebutuhannya. Karena mereka yang berada di garda paling depan untuk hadapi Corona ini,"tegas dia.
Sementara itu, Kepala Dinas KUKM DIY, Srie Nurkyatsiwi menanggapi hal tersebut.
Pemda DIY merespon baik adanya produksi masal APD.
Ia berharap, munculnya produksi APD bisa menjadi contoh serta peluang di tengah lesunya kondisi ekonomi saat ini.
"Tentu ini sangat bagus, arahnya ke ekonomi. Karena saat ini kebutuhan dalam penanganan Covid-19 lebih kepada APD bagi tim medis,"tegasnya.
Perempuan yang akrab disapa Siwi itu juga menjelaskan, pihaknya yang saat ini menjadi gugus tugas bidang ekonomi akan mendukung penuh rekan-rekan difabel yang telah bekerja.
"Tadi sudah disampaikan bantuan dan juga dukungan kami untuk segera dikembangkan,"tegasnya.
Dalam waktu dekat, Siwi juga akan melibatkan UMKM untuk ikut memproduksi hal serupa, supaya bisa diproduksi secara masal dan menghasilkan nilai ekonomi.
"Tentu itu menjadi jangka panjang kami ke depan. Melibatkan pelaku UMKM supaya lebih masif," tegasnya.
Namun, lanjut dia "Kesulitan bahan baku menjadi penghambat. Tapi bisa lah, kami usahakan,"pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)