Kisah Pemulung Difabel asal Yogya, Keliling Cari Rosokan Pakai Kursi Roda demi Dapur Tetap Mengepul
Kisah Pemulung Difabel asal Yogya, Keliling Cari Rosokan Pakai Kursi Roda demi Dapur Tetap Mengepul
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - "Menjadi pemulung saya anggap sebagai bermain. Tidak memaksa dan pakai waktu-waktu-an. Pengen pulang ya pulang, tidak seperti bekerja. Kalau kerja kan ada batas waktu sampai kapan, ini tidak. Saya sendiri yang buat batas."
Demikian ungkapan Sudardo (55) warga RT 11 RW 04, Semaki Gede, Umbulharjo saat ditanya soal profesi yang dilakoninya selama 17 tahun terakhir ini.
Saat ditemui di kawasan Jalan Kenari, lelaki paruh baya yang akrab disapa Dardo itu tengah memunguti botol plastik bekas air mineral dan barang-barang rongsokan lainnya di trotoar jalan.
Matahari sudah agak meninggi. Pohon perindang di tepi jalan agak membuat peluhnya tidak terlalu deras mengucur siang itu.
Di atas kursi rodanya, Dardo yang mengenakan topi dan sarung tangan yang sudah menghitam pelan-pelan menyusuri trotoar jalan sambil sesekali menyibak tanaman untuk mengambil botol bekas yang ditemuinya. Matanya mesti awas dan jeli melihat barang bekas yang laik jual.
• Peringatan Isra Miraj 2020, Kilas Perjalanan Nabi Muhammad SAW Membawa Perintah Salat Lima Waktu
• Kronologi Pria Asal Karanganyar Jual Istri via Twitter untuk Layani 4 Pria Sekaligus
Dardo menceritakan, kondisinya yang tidak sempurna sudah berlangsung sejak 2002 silam.
Sebelum menjadi pemulung, dia sempat gonta-ganti pekerjaan. Pernah bekerja di bioskop pada 1990-an, hingga masuk ke hutan untuk menjadi penebang kayu.
Peristiwa nahas itu terjadi saat dia menebang pohon di Kulonprogo. Tanpa perhitungan yang tepat, pohon menimpa punggung belakangnya hingga memaksa dirinya mesti menggunakan kursi roda sampai sekarang.
"Saya dirawat di rumah sakit satu bulan waktu itu. Ada syaraf di bagian belakang yang kena sehingga kaki saya ikut lumpuh," katanya.
Merasa dapur mesti tetap mengepul, dirinya memutuskan untuk memulung demi kebutuhan sehari-hari.
"Awalnya saya sempat malu. Gengsi dan takut dikata-katain tetangga yang melihat. Tapi akhirnya setahun setelah kejadian itu, saya akhirnya putuskan jadi pemulung," katanya.
Dia mengakui sudah menjalani profesinya sebagai pemulung sejak 2003. Kurang lebih 17 tahun sudah Dardo menekuni kegiatan itu.
"Berangkat dari subuh. Pulangnya ya nggak tentu," ucapnya.
Dalam sebulan, dia mengaku bisa mengantongi pendapatan hingga Rp1 juta. "Kalau sekarang agak turun. Harganya lagi rendah. Cukup ngga cukup ya dicukupi, yang penting hasilnya halal," urai Dardo. (Tribunjogja/Yosef Leon Pinsker)