Guru Besar UGM : Pemerintah Tak Boleh Terlambat Tangani Penyebaran Virus Corona
Guru Besar UGM : Pemerintah Tak Boleh Terlambat Tangani Penyebaran Virus Corona
Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Merebaknya coronavirus di belahan dunia termasuk Indonesia menuntut keprihatinan berbagai pihak.
Penyebaran yang begitu masif di berbagai belahan dunia menuntut negara harus cepat mengambil langkah besar untuk membendung virus Covid-19 tersebut.
Berdasarkan data WHO, hingga saat ini virus yang belum ditemukan vaksinnya ini telah menyebar ke 117 negara.
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga Profesor Epidemologi Prof Dr H Hamam Hadi MS ScD Sp GK menuturkan negara tak boleh terlambat mengambil langkah apabila tak ingin bernasib seperti China, Italia, Iran dan sejumlah negara lain yang terserang corona secara cepat dan masif.
Menurutnya pemerintah perlu mengambil langkah tegas dengan berkolaborasi dengan pemerintah daerah, swasta bersama masyarakat untuk membendung dan memberantas penyebaran virus yang berasal dari Wuhan China ini.
"Jangan sampai Indonesia jadi China kedua atau Italia kedua, karena telat dalam penanganannya. Kita punya sifat gotong royong dan semangat untuk diberdayakan bersama mencegah penyebarannya," kata Hamam disela diskusi terbatas bertema 'COVID-19 Terus Berekskalasi Dalam Negeri dan Telah Dinyatakan Sebagai Pandemi : Apa Yang Harus Dilakukan?' dengan sejumlah pakar, kemarin (13/3/2020).
Hamam yang juga Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta ini menjelaskan beberapa negara berhasil menekan angka penyebaran virus corona.
Langkah semacam itu perlu ditiru oleh pemerintah Indonesia agar masyarakat merasa terlindungi dan membuktikan bahwa negara hadir untuk melindungi masyarakatnya.
"Makanya sangat disayangkan kalau ada pejabat atau tenaga medis yang mengatakan corona tidak berbahaya, data menyebut 94 persen bisa disembuhkan dan virus corona hanya seperti flu biasa atau tidak lebih bahaya dari TBC, itu bisa blunder, bahaya sekali," katanya.
"Lantas kalau 94 persen bisa disembuhkan apakah kita mau masuk yang enam persen, kan tidak, karena virus ini tidak memandang strata sosial, mau presiden, pejabat, rektor, mahasiswa atau siapa saja bisa terjangkit, tidak seperti TBC yang memang mencari lokasi yang kumuh dan kurang bersih," lanjutnya.
• Solo Tetapkan KLB Virus Corona, Pemda DIY Tak Larang Orang Datang ke Yogya, Tapi Diminta Hati-hati
• Puncak Penyebaran Corona Virus di Indonesia Analisis Badan Intelijen Negara
Hamam mengemukakan, harusnya saat ini pemerintah bersama masyarakat dan seluruh elemen untuk siaga dan saling membangun kesadaran agat masyarakat bisa selamat dari penyebaran virus tersebut.
"Presiden, Gubernur dan Bupati harus bergerak bersama masyarakat. Mumpung belum besar kita harus menangkal sekuat mungkin, itu intinya. Jangan tunggu sampai nanti (corona) sudah besar baru bergerak, kalau seperti itu keliru," tambahnya.
Harusnya, kata Hamam, pemerintah mengajak masyarakat untuk tidak panik dalam menghadapi corona yang sudah masuk Indonesia. Masyarakat jangan dibiarkan dengan pernyataan yang seolah-olah virus corona tidak mengkhawatirkan.
Masyarakat, kata Hamam, juga harus diajak menjaga pola hidup bersih dan sehat, sosialisasi aturan-aturan saat batuk maupun flu dan sejumlah langkah lain yang bisa menekan angka penyebaran dan meningkatkan angka kesadaran masyarakat.
"China saat awal mula corona, pernah menjadi puncak kasus di dunia, dimana pertumbuhan terjangkit corona naik tajam tapi sekarang bisa dikatakan sudah mulai mereda. Mereka bisa seperti itu karena memiliki kekuatan finansial dan sumber daya.
Begitu juga di Thailand dan Vietnam, mereka bagus dalam menangani virus ini. Namun di Indonesia, apakah kita punya hal itu. Kita (Indonesia) memang tidak sekuat mereka dalam hal sumber dana dan kesiapan serta peralatan, di Indonesia saja APD (alat pelindung diri) terbatas, tapi kita punya yang namanya gotong royong," tegasnya.(Tribunjogja/Wahyu Setiawan Nugroho)