Yogyakarta
Pengusaha Alkes Ketakutan, RS Kekurangan Persediaan Masker
Pengusaha alat kesehatan di DIY berada dalam situasi yang tidak menentu menyusul kelangkaan stok masker.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna Subagio
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pengusaha alat kesehatan di DIY berada dalam situasi yang tidak menentu menyusul kelangkaan stok masker.
Hal itu disampaikan Ketua Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab) DIY, Johan Adisurya, saat dihubungi Tribun Jogja pada Kamis (5/3/2020).
“Situasinya sekarang ada semacam ketakutan di antara para pengusaha alat kesehatan (alkes). Menurut saya yang paling bertanggung jawab seharusnya pabrik-pabrik (produsen masker),” ujar Johan.
Ia menjelaskan, harga masker normal sekitar Rp20 ribu per boks dari pabrikan.
Sementara, kini harga dari pabrik sudah mencapai Rp125-150 ribu.
“Kalau harga dari pabrik saja sudah segitu, kami (pengusaha alkes) jual berapa?” tutur Johan.
• Dinkes Gunungkidul: Masker Lebih Ideal Digunakan Bagi yang Sakit
Sementara, Johan menambahkan, polisi kini sudah mendatangi perusahaan-perusahaan alat kesehatan untuk memeriksa penjualan masker.
Pemeriksaan itu juga dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang telah memiliki izin distribusi legal seperti perusahaan milik Johan.
“Kalau di DIY perusahaan legal sampai saat ini aman. Yang banyak (ditangkap) adalah yang ilegal yang memainkan masker. Terutama yang online-online itu. Kalau kami hubungannya resmi dengan rumah sakit dan apotek,” papar Johan.
Namun demikian, Johan menyayangkan karena tidak ada peraturan yang jelas baik dari polisi dan pemerintah.
“Dari polisi pun bergerak tidak jelas. Tidak jelas angkanya yang disebut menimbun itu berapa. Kalau kami kan perusahaan pasti punya stok. Kalau sudah nggak berani, lebih baik nggak jual saja,” tukasnya.
Sementara, untuk pemerintah Johan juga berharap agar segera melakukan kontrol ke pabrik-pabrik.
“Pabrik-pabrik seharusnya diatur ke mana jualnya. Yang ini ke sini, yang itu ke sana. Kalau dibebaskan, ya mekanisme pasar yang terjadi pasti seperti ini,” tuturnya.
Hal serupa menurutnya juga terjadi untuk hand sanitizer. Kini, kata Johan, harga hand sanitizer melonjak hingga 2-3 kali lipat.
• Setelah Masker dan Hand Sanitizer, Kini Empon-empon Corona Diburu Warga, Harganya Ikut Naik
Untuk masker, Johan menjelaskan, sepengetahuan dirinya bahan baku yang paling murah dan paling banyak selama ini memang berasal dari Cina.
Namun, sejak muncul wabah corona, Cina sudah tidak mampu lagi mengekspor bahan baku.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri masih kurang.
“Sekarang Cina sendiri sudah menghentikan ekspor. Pabrik-pabrik dalam negeri (Indonesia) kini banyak menjual ke luar negeri,” kata Johan.
Sebagai gantinya, bahan baku masker di Indonesia saat ini berasal dari India dan beberapa negara lain.
“Tapi harganya lebih tinggi,” ujar Johan.
Menurut Johan, yang paling memprihatinkan dalam situasi ini adalah rumah sakit.
“Yang paling kasihan rumah sakit-rumah sakit. Pada kekurangan. Pemerintah seharusnya drop dari pabrik,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Dr Sardjito, Rukmono Siswishanto , ditemui di RSUP Dr Sardjito pada Rabu (4/3/2020) mengungkapkan stok masker di rumah sakitnya kini semakin menipis.
Baik jenis masker biasa (masker hijau) dan N95.
“Ini kita sudah menipis. Mohon pemerintah dan anggota dewan membantu. Pemasok yang kami hubungi mengatakan kosong semua,” jelas Rukmono. (TRIBUNJOGJA.COM)