The Journey of Happiness Ala Perupa Ekwan
Memaknai dan merasakan kebahagiaan adalah relatif dalam artian masing masing orang memiliki pengalaman sendiri sendiri.
Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Hari Susmayanti
Tak butuh waktu lama baginya untuk memutuskan bahwa ia akan menekuni lukis. Pada akhirnya ia menguasai beragam teknik dan gaya lukis.
Waktu itu ia tinggal di sebuah rumah kos di Yogyakarta, jauh dari kota asalnya yaitu Tuban, Jawa Timur. Lingkungan di sekitar rumah kosnya dipadati para seniman muda yang penuh gairah. Sebagian besar mereka menempuh pendidikan tinggi di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogya.
Walaupun ia tidak menempuh pendidikan tinggi seperti para tetangganya, pengaruh lingkungan tempat tinggalnya itu begitu besar dalam jalan hidupnya, termasuk diantaranya adalah pertemuan dengan seorang perempuan yang kelak akan ia nikahi.
Kemantapannya menjadi seniman dan caranya memandang hidup secara umumpun juga tak lepas dari pengaruh lingkungan tersebut.
Di antara berbagai artefak peradaban kuno, kartun tahun 1980an, aliran abstrak ekspresionis, emoticon simbol-simbol emosi pada gawai kontemporer dan wayang kulit Jawa, adalah karya seni Ekwan.
Nasirun, perupa senior mengungkapkan bahwa dirinya bersyukur ketika melihat para seniman muda seperti Ekwan yang berdedikasi terhadap karyanya. Ekwan mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi media lain selain cat dan kanvas.
"Saya yakin ini sangat penting untuk perkembangan keseniannya. Lebih lebih kalau kita membicarakan budaya lokal di sini. Tidak pernah ada batasan kaku di antara berbagai media kesenian semuanya merupakan satu kesatuan, bagian dari wadah yang luas yang membawa warisan budaya. Ini termasuk asas-asas kebersamaan, kebahagiaan, dan keterhubungan dengan beragam hal. Kebahagiaan itu pada dasarnya datang dari hal-hal sederhana yang semakin langka ditemukan di zaman modern ini," kata Nasirun menyikapi karya Ekwan dalan The Journey of Happiness.(Tribunjogja/Yudha Kristiawan)