Breaking News

Yogakarta

Komisi C DPRD DIY Gelar FGD untuk Susun Raperda Irigasi

FGD digelar dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Irigasi.

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah
PLT Kepala Bidang Sumber Daya Air dan Drainase Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY R Tito Asung Kumoro. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Komisi C DPRD DIY menggelar Forum Group Discussion (FGD) dalam menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Irigasi, di Ruang Lobi Lantai 1 DPRD DIY, Selasa (25/2/2020).

Acara tersebut dihadiri berbagai stakeholder dan juga akademisi dari berbagai kampus di DIY.

Kepala Seksi Pembangunan dan Peningkatan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Sleman, Bandiyanta Dwi Saputra pada FGD tersebut mengatakan bahwa permasalahan irigasi banyak ditemukan di wilayahnya, Kabupaten Sleman.

"Di sempadannya (irigasi) banyak yang digunakan bahkan mendirikan bangunan di atas sana. Masalah sampah dan limbah rumah makan dan rumah tangga juga. Mereka membuang sampah dan menyalurkan limbahnya ke saluran irigasi," bebernya. 

Mahasiswa FTP UGM Kembangkan Desain Sistem Irigasi Otomatis

Namun permasalahan yang kian marak hari ini adalah konflik antara petani padi dan juga petani ikan.

Petani ikan memanfaatkan air di saluran irigasi di mana pemanfaatan dilakukan di hulu.

Sementara petani padi tidak mendapatkan debit air yang cukup untuk mengairi sawahnya karena aliran air ke bawah semakin sedikit.

"Biasanya kolam ada di hulu. Ngambil air tidak balik ke saluran tapi ke sungai sehingga desain saluran yang awalnya untuk padi, karena di atas dibuat kolam, maka airnya nggak sampai bawah. Apalagi penggunaan kolam belum hemat air karena sebenarnya debit air kecil saja cukup, tapi kurang puas sehingga harus besar airnya," ujarnya.

Kemudian, Bandi mengatakan bahwa memang secara kebutuhan, ikan membutuhkan air lebih banyak per hektare.

"Padahal saluran desain untuk sawah. Kalau di atas diambil besar, di bawah nggak sampai. Itu di Seyegan, Mlati, bahkan Godean, kita mendapat laporan dari petani padi," ungkapnya.

Keberadaan Raperda Irigasi, diharapkan Bandi dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Super Gampang! Tutorial Make Up Khusus untuk Musim Hujan

Misal untuk masalah limbah juga harus dijelaskan secara teknis penyelesaian masalahnya.

"Lalu yang terpenting harus ada sosialisasi. Saya anggap yang kemarin (Perda Irigasi terdahulu) kurang disosialisasikan. Jangan hanya berhenti di instansi, kalau instansi menggunakannya untuk dasar hukum, tapi masyarakat yang penting. Banyak yang melanggar karena nggak tahu," ucapnya.

PLT Kepala Bidang Sumber Daya Air dan Drainase Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY R Tito Asung Kumoro menjelaskan bahwa Perda Irigasi yang lama mengacu pada Undang-Undang (UU) 7/2004.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved