Gunung Merapi Meletus
Merapi Meletus Terlihat Seram di Video, Pegiat dan Pakar Jelaskan Apa yang Terjadi
Lesto Kusumo, praktisi geologi dan pegiat Merapi Rescue Community (MRC) menilai fakta baru yang paling menarik adalah fenomena fire blast.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Rekaman video letusan Merapi (2.930 mdpl) yang dipublikasikan VolcanoYT dan viral Kamis (13/2/2020) menunjukkan fakta-fakta baru oleh pegiat pemantauan gunung itu.
Lesto Kusumo, praktisi geologi dan pegiat Merapi Rescue Community (MRC) menilai fakta baru yang paling menarik adalah fenomena yang disebutnya “fire blast”.
“Fire blast” atau ledakan api itu muncul sekurangnya di tiga titik di kawah gunung.
Fakta berikutnya, terlihat lontaran lava pijar mengarah ke sisi barat puncak Merapi.
“Kalau pendapat saya pola letusan ini berbeda dengan 2006 dan 2010, serta letusan freatik sesudahnya,” kata Lesto kepada Tribunjogja.com.
Dari hasil pengamatan Jumat (14/2/2020), jejak fire blast itu masih terlihat dari munculnya tiga titik kepulan asap yang jadi sumber api saat letusan Kamis pagi.
“Rekomendasi dan analisa tentu tetap mengikuti apa yang sudah dirilis BPPTKG Yogyakarta,” lanjut alumni Geologi UPN Veteran ini.
Lesto Kusumo menambahkan, sehari sebelum meletus, ia menganalisis foto-foto hasil bidikan temannya, seorang fotografer pemburu panorama puncak Merapi.
Foto close-up menggunakan kamera tele 24-2000 mm itu menunjukkan bubungan asap dari retakan kawah yang menurut Lesto tidak seperti biasanya.
Perbedaan itu mulai dari ketebalan asap solfatara, warna, densitas, kapasitas dan kerapatannya.
“Saya waktu itu menduga akan terjadi sesuatu,” ujarnya seraya mengirim foto kawah Merapi yang ia analisis.
Kamis pagi, Lesto akhirnya menerima informasi terjadi letusan Merapi pukul 05.16 WIB.
Data yang dirilis BPPTKG Yogyakarta menunjukkan durasi letusan 150 detik, amplitude 75, tinggi kolom 2.000 meter.
Berdasarkan pengamatan Tribunjogja.com dari dua rekaman video VolcanoYT berdurasi 5,02 menit dan 57 detik, semburan material Merapi terlihat menyeramkan.
Tanpa didahului kepulan asap yang menyolok, semburan kuat datang dari tengah kawah baru pascaerupsi 2010.
Warnanya menyala merah, melontarkan lava pijar bersamaan ke sisi timur, menabrak dinding kawah.
Lava pijar juga menyembur ke arah barat, melompati dinding kawah.
Lava pijar itu terlempar dan jatuh menyusuri lereng puncak.
Kolom api raksasa bercampur debu vulkanik menciptakan kolom letusan ke udara.
Kilatan listrik muncul beberapa kali di tengah bubungan material vulkanik yang bergulung-gulung berwarna abu-abu tua.
Hujan batu atau “lava bomb” berukuran cukup besar paling dominan tampak di lereng barat Merapi, dilihat dari titik-titik jatuhannya yang terlihat di rekaman video.
Mantan Kepala BPPTK Yogyakarta (sebelum berubah nama jadi BPPTKG Yogyakarta), Drs Subandrio MSi kepada Tribunjogja.com, menilai letusan Merapi 13 Februari 2020 tidak berbeda dengan letusan-letusan sebelumnya.
“Terutama sejak Mei 2018 yang mengawali siklus Merapi pascaletusan 2010,” kata Pak Ban, sapaan akrab Subandrio.
“Energinya tidak lebih kuat, terbukti kolom letusannya hanya 2 kilometer dari puncak. Sementara sebelumnya mencapai 5-6 kilometer,” lanjutnya.
Terkait dugaan semburan api dari beberapa titik, Subandrio mengakui kemungkinan pusat erupsinya tidak di tengah kubah.
“Mungkin dari tepi kubah lava, mengingat volume kubah lava sudah cukup besar, dan mengalami pendinginan sehingga rigid dan solid,” ujar Subandrio.
Pria ini mengepalai BPPTK Yogyakarta selama beberapa tahun sejak sebelum erupsi 2010.
Ia bahkan bertugas di Yogyakarta sejak jauh sebelumnya, dan sangat mengenal karakter dan perilaku gunung ini.
Data aktivitas vulkanik menonjol Merapi terakhir tercatat terjadi periode September-November 2019.
Selama dua bulan itu terjadi empat kali letusan eksplosif.
Sepanjang Desember 2019, sering terjadi gempa vulkanik dalam diikuti peningkatan aktivitas permukaan, seperti guguran, hembusan, gempa multiphase, dan gempa vulkanik dangkal.
“Data observasi menunjukkan kelanjutan aktivitas intrusi magma ke permukaan, yang merupakan fase ketujuh dari kronologi aktivitas Merapi mulai 2018-2020,” kata Hanik Humaidah, Kepala BPPTKG Yogyakarta.
Erupsi seperti Kamis pagi menurut Hanik, dapat terus terjadi sebagai indikasi suplai magma dari dapur magma masih berlangsung.
Ancaman bahaya letusan ini antara lain lontaran material dan awan panas.
“Masyarakat diimbau tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa, di luar radius 3 kilometer dari puncak Gunung Merapi,” katanya di kantor BPPTKG Yogyakarta Kamis (13/2/2020) siang WIB.
Petir vulkanik
Terkait kemunculan kilatan listrik atau kilatan petir di tengah kolom letusan Merapi seperti terlihat di rekaman video VolcanoYT, Subandrio menjelaskan itu fenomena biasa.
Saat erupsi besar 2010, juga selalu terlihat kilatan-kilatan listrik dan suara menggelegar seperti petir di tengah kolom letusan.
Fenomena serupa juga muncl saat Gunung Kelud di Blitar-Kediri meletus beberapa tahun lalu.
Bahkan kilatan listriknya terlihat lebih banyak dan menyeramkan.
Sebuah artikel di jurnal ilmiah Science menjelaskan, kilatan listrik atau disebut juga petir vulkanik (volcanic lightning), tercipta di tengah letusan gunung berapi sebagai reaksi tabrakan antara material serpih batu, partikel debu, air, dan es.
Peristiwa itu memproduksi tegangan statik, seperti ketika partikel es bertubrukan pada badai petir biasa.
Martin Uman, Wakil Direktur Program Penelitian Petir Universitas Florida mengatakan, saat kolom letusan terbawa angin, kilatan listrik itu terbentuk.
“Jumlah kilatan listriknya akan lebih banyak ketimbang saat kolom letusan baru saja terbentuk,” tulis Martin Uman di jurnal bergengsi itu seperti dikutip Wikipedia.
Meski demikian, masih terjadi perdebatan ilmiah terkait perantara massa yang bisa memisahkan partikel-partikel tersebut yang harus melalaui proses ionisasi.(Tribunjogja.com/xna/jsf)