Pembangunan Tol Yogyakarta-Solo di Atas Ring Road Berdampak Pada Kampus UPN, Amikom, Mercu Buana 3
Pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo mengalami perubahan desain trase, terkhusus di kawasan Monumen Jogja Kembali (Monjali).
Penulis: Santo Ari | Editor: Iwan Al Khasni
Pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo mengalami perubahan desain trase, terkhusus di kawasan Monumen Jogja Kembali (Monjali). Desain yang tadinya elevated atau melayang menjadi sejajar dengan tanah atau atgrade. Perubahan ini sesuai dengan permintaan Gubernur DIY agar tol tidak menghalangi garis imajiner.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan Tol Yogya Solo, Wijayanto saat ditemui di sosialisasi jalan tol di Balai Desa Tlogiadi, Mlati, Sleman, Kamis (6/2/2020) mengatakan, masih ada perbaikan desain trase di Monjali yang tadinya elevated menjadi atgrade.
Menurut Totok, ada beberapa kaidah teknis yang harus disesuaikan dalam pembangunan jalan tol di DIY.
"Seperti tidak boleh menabrak situs, candi, garis imajiner dan ketentuan lainnya," ujar pria yang akrab disapa Totok.
Berbeda dengan konstruksi di titik ringroad lainya yang elevated, konstruksi tol di Monjali akan dibangun secara etgrade dengan panjang sekitar 1,5 hingga 1,8 km.
Namun demikian, Totok menekankan bahwa perubahan trase ini tidak akan menjadi kendala. Pihaknya justru akan mendesain sedemikian rupa agar tak hanya teknis yang berjalan lancar, namun juga memperhatikan estetika.
"Jadi tidak hanya menurunkan saja tapi juga harus cantik," imbuhnya.
Totok mengaku akan sekali melakukan pengecekan di Monjali untuk memastikan trase yang dilalui.
"Jalan tol tidak hanya digunakan untuk setahun atau dua tahun tapi jangka waktu lama. Sehingga keberadaan jalan tol disinkronkan keberadaan underpass Kentungan dan keberadaan atgradenya. Supaya jalan tol ini tidak hanya sebagai transportasi tapi juga ada estetika yang bagus di jalan tol," ungkapnya.
Perubahan ini tentunya akan mempengaruhi lahan yang terdampak. Dalam sosialisasi di Tlogoadi sendiri ada 101 bidang yang terdampak.
Lebih lanjut dijelaskan, pembangunan tol di atas ringroad akan berdampak pada lahan dan bangunan yang berdiri di sepanjang 10 meter dari ujung jalur lambat.
Tercatat beberapa kampus kemungkinan akan terdampak.
Seperti Mercu Buana kampus 3, UPN Veteran Yogyakarta, Stiekes Guna Bangsa, Amikom Yogyakarta, STIE Solusi Bisnis Indonesia, dan UTY kemungkinan yang akan terdampak di gerbang dan halamannya. LP3I Yogyakarta kemungkinan juga akan terdampak setelah ada perubahan desain tol di Monjali.
• Trase Tol Yogyakarta Solo Menerjang 50 Desa yang Tersebar di 11 Kecamatan Wilayah Klaten
Pembangunan Tol Pengaruhi Instalasi Instansi

Proses pembangunan Tol Yogyakarta-Solo tak hanya berbicara tentang pembiayaan pembebasan lahan. Namun instansi negara lain yang terdampak juga menjadi tanggungjawab dalam pembangunan ini.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Yogya-Solo, Wijayanto, memaparkan ke depan pihaknya akan berkoordinasi dengan PDAM, Telkom, Pertamina dan instansi lainnya. Koordinasi ini terkait pengecekan jaringan yang terdampak dari pembangunan tol, terutama jaringan yang terpendam.
"Petanya bersinggungan dengan peta kita tidak? Kalau (terpendam) di dalam berapa meter akan kelihatan. Harus dipindah. Kita yang memindah ya kita yang membiayai," ujarnya.
Koordinasi ini dilakukan setelah konsultasi publik dengan masyarakat selesai. Setelah ada pematokan dan penetapan lokasi (penlok), maka akan ketahuan instalasi apa yang terdampak.
"Kalau jalur sudah disetujui masyarakat, sudah melakukan pemasangan patok, persiapan penlok. Maka baru kita koordinasikan dengan instansi terkait," ungkapnya.
Termasuk dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSSO) yang membidangi Selokan Mataram. Ia mengatakan ada jalur tol yang bersinggungan dengan Selokan Mataram. Konstruksinya nanti, tol akan dibuat elevated, di atas selokan Mataram.
"Selokan mataram akan tetap akan hidup," ujarnya.
Tidak hanya memiliki manfaat bagi masyarakat DIY, keberadaan selokan Mataram juga memiliki nilai sejarah tersendiri. Maka dari itu Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Krido Suprayitno menjelaskan nantinya selokan mataram akan dijadikan ikon tersendiri bagi tol yang ada di DIY. Baik tol Jogja-Solo, Jogja-Bawen, dan Jogja-Kulonprogo.
"Dipastikan tidak mengganggu fungsi selokan dan menjadikannya ikon DIY," ungkap Krido.
Ia mengatakan belum melakukan pembicaraan dengan BBWSSO, namun upaya tersebut direncanakan akan dilakukan pada awal Maret mendatang. Tidak hanya dengan BBWSSO, namun juga dengan instansi lain terdampak seperti Dishub dan PDAM saat konsultasi publik.
"Konsolidasi instansi pada awal bulan Maret. Saat ini kami sedang menyelesaikan tahapan sosialisasi yang masuk dalam tahap persiapan dengan masyarakat yang terdampak," terangnya.
Sementara itu terpisah, Kepala Bidang Operasional dan Pemeliharaan BBWSSO, Sahril membenarkan hingga saat ini belum ada koordinasi dari pihak Dispertaru terkait pembangunan tol di selokan Mataram. Ia menekankan bahwa BBWSSO akan tetap mempertahankan jaringan irigasi yang bernilai sejarah tersebut.
"Kalau nanti jalan tol mengenai irigasi, akan ada tindakan teknis yang diambil," ungkapnya.

• Konstruksi Jalan Tol Bawen-Yogyakarta Diprediksi Selama Tiga Tahun
Konstruksi Tol Yogyakarta-Solo
Jalan Tol Yogyakarta-Solo akan membentang seluas sepanjang 22,36 Km dari Desa Tamanmartani di Kecamatan Kalasan, ke Desa Tirtoadi di Kecamatan Mlati, Sleman.
Saat ini pemerintah tengah melakukan sosialisasi ke warga-warga terdampak. Selain membicarakan pembebasan lahan, warga pun diberikan wawasan tentang bagaimana tol tersebut akan dibangun dan manfaatnya.
Galih Alfandi selaku staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Yogyakarta—Solo dan Yogyakarta—Bawen, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, memaparkan di tol Yogyakarta-Solo menerangkan pintu masuk tol ini berada di Tamanmartani, Kecamatan Kalasan. Luasan tol ini adalah 5.991.441 m2 dengan memanfaatkan 2.906 bidang.
"Ada beberapa pintu masuk keluar, yakni di Purwomartani, di sana ada simpang susun tepatnya di dekat RS Pantirini. Selain itu ada juga di Bokoharjo, Maguwoharjo, UPN, Monjali dan Trihanggo," ujarnya.
Konstruksi yang digunakan ada elevated (melayang) dan atgrade (timbunan tanah). Dijelaskannya, lebar jalan tol sendiri kurang lebih 23 meter. Sedangkan kebutuhan tanahnya mencapai 60 meter. Sehingga masih ada jarak sekitar 20 meter di kanan kiri tol.
"Tol ini akan dibagi menjadi empat lajur. Dan konstruksinya di ringroad nanti pakai tiang beton karena elevated. Termasuk di Selokan Mataram juga tolnya di atas selokan dengan diapit dua tiang beton," terangnya.
Kemudian, saat ini juga masih dilakukan pembahasan tentang desain baru yang dipakai untuk seputaran Monumen Jogja Kembali.
Kemudian bergerak ke barat, di Tirtoadi, akan dibangun jembatan junction. Jembatan ini merupakan pertemuan dari tol Yogyakarta-Solo, Yogyakarta-Bawen dan Yogyakarta-Kulonprogo.
"Di Tirtoadi sendiri ada 561 bidang untuk Tol Jogja-Solo. Itu di luar bidang untuk Jogja-Bawen. Jadi ini paling besar diantara desa-desa lainya," ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan agar masyarakat tidak mempersoalkan tentang akses jalan. Karena pada saat nanti tol dibangun, akses jalan tetap akan ada.
"Untuk jalan yang membelah tol, tetap akan dihidupkan, nanti akan dibangun terowongan. Kemudian untuk mengakomodir jalan yang sejalur dengan jalan tol, maka jalan itu akan digeser di samping jalan tol," paparnya.
Begitu pula dengan pengairan tetap dihidupkan. Bahkan menurutnya, nanti akan dibuat pengairan yang lebih besar dan petani bisa merawatnya.
"Setelah penetapan lokakasi, nanti ada patok merah dan kuning. Patok merah di sisi luar, dan patok kuning di center tol. Patok ini akan dipasang 25-50 meter sekali," bebernya.
Soal Relokasi
Dalam pembangunan jalan tol ini, tak sedikit berdampak ke pemukiman warga. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPK Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Yogya-Solo, Wijayanto memastikan bahwa tak ada yang dirugikan dalam pembangunan tol ini.
"Jalan tol ini untuk kesejahteraan masyarakat Yogyakarta. Provinsi di jawa yang belum ada jalan tol itu cuma DIY," ujarnya.
Menurutnya, kebanyakan orang takut karena belum tahu akan pindah ke mana setelah proyek ini berjalan. Namun dengan ganti untung, menurutnya masyarakat akan lebih mudah dan dibebaskan untuk membeli lahan atau rumah pengganti.
"Kami juga tidak serta merta membayar kemudian memerintahkan warga untuk pindah. Tidak seperti itu. Karena pasti nanti ada waktu untuk mencari rumah pengganti. Nanti kami juga akan bantu memberi pendampingan untuk mencari tanah atau rumah pengganti," terangnya.
Terkait adanya bedol desa di beberapa titik, ia menyebut bahwa hingga kini belum ada pembahasan rencana relokasi. Dan menurutnya, relokasi itu tidak menguntungkan warga.
"Kalau menurut saya relokasi itu tidak menguntungkan bagi warga, karena ia tak memiliki kebebasan murni untuk menentukan di mana nanti ia akan tinggal," ujarnya.
Sementara itu, Totok Dwiranto Dukuh Sanggrahan di Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati memaparkan bahwa di padukuhannya ada tiga RT yang akan terdampak.
"Separuh warga dari RT 02 akan terdampak untuk Tol Yogyakarta-Solo. Di RT 02 ini setidaknya ada 46 KK. Kemudian RT 03 dan RT 04 akan terdampak untuk Tol Yogyakarta-Bawen, kira-kira jumlah KK yang tersisa akan sepertiganya," ujarnya.
Terkait pembangunan tol ini, beberapa warga sebenarnya sempat menginginkan untuk relokasi. Misalnya menggunakan tanah kas desa untuk tempat tinggal baru mereka.
Karena menurutnya, kalau harus pindah maka harus siap untuk adaptasi di tempat baru lagi. Dan jika itu relokasi, maka adaptasi di tempat baru akan lebih mudah. Namun demikian, relokasi sepertinya tidak akan terwujud.
"Kita tetep menyerahkan ke warga, yang memiliki sawah di lokasi lain kemungkinan akan membangun rumah di sawahnya.
Kalau yang nggak punya sawah ya harus mencari," ujarnya.
Seperti yang akan ia lakukan. Totok mengatakan bahwa kemungkinan rumahnya akan habis terkena proyek tol. Karena hal itu, ia berencana untuk membangun rumah di tanah sawahnya yang tidak terdampak tol.
"Nanti kalau bisa minta rekomendasi dinas untuk mengurus pengeringan lahan sawah, agar bisa dipermudah proses secara komulatif," ungkapnya. (*)