Ini Strategi Iran Hingga Mampu Serang Langsung Pasukan Amerika

Di tengah tekanan dari berbagai penjuru, Iran juga memperluas pengaruh, membangun jaringan di Timur Tengah.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
FOTO: EPA-EFE
Iran Saat melakukan ujicoba rudal jelajah di Laut Oman 

TRIBUNJOGJA.COM, LONDON - Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembunuhan Mayjen Qassem Soleimani, Kepala Pasukan Quds Garda Republik Iran, 2 Januari 2020.

Soleimani diserang hingga tewas saat tiba di Bandara Internasional Baghdad. Iran akhirnya membalas kematian jenderal kharismatik itu Rabu dini hari, 8 Januari 2020. Dua lusin lebih peluru kendali balistik diluncurkan.

Sasaran utamanya pangkalan militer besar Ayn al-Asad di Provinsi Anbar, Irak bagian barat. Gempuran rudal itu mengejutkan dunia, melihat kapabilitas militer Iran.

Ekonomi Iran Diembargo Puluhan Tahun oleh Amerika Serikat dan Sekutunya

Presiden Trump merespon serangan asimetrikal Iran itu, Rabu pagi waktu Washington. Ia sama sekali tidak menyinggung rencana serangan balasan secara militer.

Pidatonya lebih banyak pembenaran atas keputusannya mengeksekusi Soleimani, serta ancaman sanksi ekonomi lebih keras terhadap Iran.

Apa rahasianya sehingga Iran punya kapabilitas militer yang luar biasa? Bagaimana taktik strateginya di tengah tekanan dan embargo kuat oleh AS dan sekutunya?

Pangkalan Militernya Diserang Iran, Presiden AS Donald Trump Tegaskan Tak Gelar Serangan Balasan

Laman berita Israel, Haaretz.com, Kamis (9/1/2020), melansir laporan Reuters, menyebut Iran sudah sangat lama membangun kemampuan mandirinya di bidang militer.

Di tengah tekanan dari berbagai penjuru, Iran juga memperluas pengaruh, membangun jaringan di Timur Tengah.

Qassem Soleimani memiliki andil besar karena ia memimpin pasukan khusus yang memang menjalankan tugas ekstrateritorial di luar Iran, baik militer maupun politik.

Daniel J Levy, kolumnis Haaretz mencatat, Amerika memiliki kekuatan militer luar biasa. Tapi Iran memiliki keahlian istimewa di peperangan inkonvensional.

Di Lebanon yang berhadapan langsung dengan Israel, Iran menancapkan pengaruhnya lewat Hezbollah.

Di Jalur Gaza, Qassem Soleimani menjalankan operasi rahasia membantu kelompok Hamas secara logistik maupun pengembangan senjata.

Buntut Tewasnya Qassem Soleimani, Iran Siapkan 13 Skenario Balas Dendam pada AS

Hubungan Iran dengan Hamas ini unik, karena di satu pihak Hamas mewakili gerakan Ikhwanul Muslimin, di sisi lain kelompok ini berseberangan dengan Syiah yang identik dengan Iran.

Di Yaman, Iran memiliki hubungan sangat kuat dengan kelompok Houthi. Secara teknik dan logistik militer, Houthi banyak dibantu Iran guna melawan Saudi dan sekutu Arabnya.

Di Irak, jauh lebih mudah karena pengikut Syiah di negara ini sangat besar, dan mereka juga menguasai sektor militer dan pemerintahan.

Qassem Soleimani membantu kelompok paramiliter Hasd al-Shaabi atau Popular Mobilization Unit dan Khataib Hezbollah.

Kronologi Trump Perintah Bunuh Qassem Soleimani Hingga Keputusan Diambil di Florida

Jumlahnya cukup besar dan kuat, dan paramiliter ini telah diintegrasikan ke pasukan Irak. Mereka jadi tulang punggung Irak dalam operasi memusnahkan ISIS dari Irak.

Di Suriah, Iran juga hadir membantu Presiden Bashar Assad, yang dirongrong kelompok ISIS, serta berbagai kelompok proksi Turki, Saudi, Emirat, Israel dan disokong koalisi AS.

Qassem beberapa kali muncul di Suriah, bersama paramiliter lokal Syiah, serta Hezbollah Lebanon yang datang membantu Damaskus.

Masih menurut Haaretz, Iran memiliki sekira 500.000 prajurit tempur dari semua satuan. Dari jumlah itu, 125.000 di antaranya anggota Korps Garda Republik Iran.

Ini data terakhir yang dirilis Institut Internasional Studi Strategis (IISS). Secara kualitas, persenjataan pasukan ini mulai ketinggalan karena embargo.

Pascakematian Jenderal Qassem, Ayatollah Ali Khamenei Janji Berikan Pembalasan yang Menyakitkan

Namun, Iran berusaha keras mengembangkan secara diam-diam, sejumlah persenjataan tempur yang bisa dipakai untuk peperangan asimetrikal.

Antara lain pengembangan peluru kendali darijarak menengah hingga jelajah. Kemudian pengembangan drone atau pesawat nirawak untuk misi pengeboman.

"Secara sudut pandang kemampuan militer konvensional, mereka mudah sekali dipukul," kata seorang mantan perwira tempur Inggris yang enggan disebut namanya.

"Peralatan tempur mereka sangat ketinggalan. Karena itu anggaran terbesar digunakan untuk pengembangan kapabilitas serangan asimetrik," lanjutnya.

Kemampuan Iran itu ditunjukkan 8 Januari 2020, ketika puluhan rudal yang diluncurkan menghantam sasaran strategis pihak AS tanpa bisa dicegah.

Presisinya termasuk sangat baik, meskipun secara dampak dianggap minor. Namun pesan penting telah diketahui secara luas oleh masyarakat dunia.

Inilah Rudal Ninja yang Membunuh Qassem Soleimani Secara Senyap Namun Mengerikan Efeknya

Serangan itu oleh Iran dinyatakan baru permulaan. Mereka masih menyimpan begitu banyak rudal jarak dekat maupun jelajah.

Rudal berbahaya milik Iran antara lain Shahab 1 berjarak jangkau 300 km, Fateh 110 mampu m enjangkau 300 km.

Sedangkan Shahab 2 mampu menghantam sasaran hingga jarak 500 km, rudal Zolfaghar atau Zulfikar sampai 700 km.

Ada lagi rudal Qiam-1, meski masuk kategori jarak pendek namun mampu menjangkau 800 km.

Rudal jarak menengah Iran adalah Shahab-3 dan Sajil yang mampu mencapai 2.000 km.

Sedangkan rudal jelajah mereka adalah Soumar yang mampu melesat hingga 2.500 km dari Iran.

Semua negara di kawasan Teluk bisa dijangkaunya.

Arab Saudi beberapa bulan lalu merasakan dampak kapabilitas Iran ini ketika kilang terbesar Aramco dihantam serangan rudal balistik kelompok Houthi Yaman.

Kerusakan hebat di kilang minyak itu menyebabkan penurunan suplai minyak global hingga 5 persen. Iran menampik tuduhan Saudi, yang mengatakan Iran di balik serangan ini.

Reuters menambahkan, Iran memiliki cadangan terbesar rudal balistik di antara negara-negara di Timur Tengah.

Sebagian besar menggunakan stok lama, rudal Scud yang terkenal di Perang Teluk I dan II.

Rudal ini dimodifikasi, selain menggunakan model rudal No Dong dari Korea Utara yang diperbarui.

Badan Intelijen Pertahanan AS memperkirakan rudal modifikasi berbasis Scud dan No Dong itu kini mampu menjangkau sasaran 2.000 km dari lokasi peluncuran.

Artinya, wilayah Israel dan Eropa selatan bisa dijangkau Iran dengan mudah. Strategi militer Iran lainnya adalah membentuk satuan khusus perahu cepat bersenjata.

Militer AS pernah merasakan kecepatan dan kegesitan pasukan ini di Selat Hormuz.

Satuan ini pernah menangkap pasukan khusus AS yang diduga tersesat dan masuk ke perairan Iran di Teluk Persia.

"Jika melihat kapal perang, tank, jet tempur, Iran terlihat sangat lemah. Tapi jika melihat rudal antikapal, rudal balistik, drone, mereka sangat kapabel," kata Jeremy Binnie, editor Jane's Defence Weekly.

Pasukan drone Iran selain untuk tujuan pengintaian, mereka juga sudah dilengkapi bom dan rudal untuk penyerangan.

Iran pernah menyita drone canggih AS yang ditembak jatuh di wilayah Iran beberapa tahun lalu. Drone itu dibedah dan diduga kuat sudah diadopsi desain dan sistemnya. Secara diam-diam Rusia dan China membantu Iran terkait pengembangan teknologinya.

"Iran di Teluk Persia tidak memerlukan kapal perang besar, begitu pula fregat atau perusak. Perahu cepat, kapal kecil bersenjata, kapal rudal mampu menggantikan pekerjaan mereka," kata Hossen Aryan, analisis militer yang pernah bekerja di Angkatan Laut Iran.

Pentagon menempatkan sekitar 5.000 prajuritnya di Irak, dan pemerintah serta parlemen Irak telah memutuskan untuk mengusir mereka termasuk pasukan asing lain sekutu AS.

Di Timur Tengah, ada ratusan ribu prajurit AS dari berbagai satuan dan angkatan. Mereka tersebar di Arab Saudi, Emirat, Kuwait, Bahrain, Oman, Suriah, Turki, dan Lebanon.

Basis terbesar militer AS ada di Pangkalan Al Udeid, Doha, Qatar, sekaligus Komando Pusat Militer AS di kawasan Timur Tengah. Bahrain merupakan pangkalan laut Armada V AS.

Scott Ritter, veteran militer AS yang pernah bertgas sebagai inspektur persenjataan PBB menegaskan, Iran sungguh-sungguh telah memberi peringatan keras kepada AS.

"Pembalasan atas pembunuhan Qassem Suleimani mengirim sinyal jelas kepada Donald Trump, Iran siap menanggapi setiap provokasi AS di masa depan," kata Scott Ritter dikutip Russia Today.(Tribunjogja.com/xna)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved