Kota Yogya

Pemkot Yogya Petakan Potensi Pajak VHO

HO yang kian menjamur cukup potensial untuk mendongkrak pendapatan dari sektor pajak.

Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Kota Yogya 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota Yogyakarta memastikan pendapatan dari sektor pajak perhotelan termasuk Virtual Hotel Operator (VHO) yang kini tengah marak, masih menjadi prioritas untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).

Kepala Sub Bagian Pengelolaan Pajak dan Retribusi P3ADK, Yuli Hidayat menjelaskan, VHO yang kian menjamur cukup potensial untuk mendongkrak pendapatan dari sektor pajak.

Dia mengatakan, sejumlah VHO yang bekerjasama dengan hotel induk tetap dikenakan pajak.

"Mereka, VHO itu tetap melakukan pembayaran ke hotel induk. Pembayaran itu yang kemudian ada pajaknya," imbuh dia, Senin (2/12/2019).

Pemkot Yogya dan DPRD Masih Godok Perda Perubahan Nomenklatur Kelembagaan

Namun dengan dalih kerahasiaan wajib pajak, ia enggan menjelaskan lebih jauh bagaimana sistem pembayaran dan juga pengenaan pajak untuk sektor itu.

Yuli menguraikan, pada prinsipnya selama VHO itu bekerjasama dengan pihak hotel yang mempunyai NPWPD, maka yang membayar pajak adalah pihak hotel.

"VHO membayar ke pihak hotel dan dari yang dibayarkan tadi ada pajaknya," terang dia.

Namun, jika VHO tidak bekerjasama langsung dengan pihak hotel atau langsung mengelola sendiri perusahaan properti itu, maka VHO mesti mengurus NPWPD dan melakukan pembayaran pajak atas penghasilan dari hotel tersebut.

"Untuk pajak hotel masih dominan dan menjadi prioritas kami, BPKAD juga sudah mulai melakukan pemetaan di lapangan," urainya.

Pajak Bertutur 2019 Edukasi Pelajar Yogyakarta

Pemilik Hotel Resahkan Janji Manis VHO

Sementara, dengan semakin berkembangnya sektor pariwisata dan mulai beroperasinya Yogyakarta International Airport (YIA) semakin membuka luas masuknya para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Seiring dengan peningkatan tersebut, sejumlah permasalahan timbul pada bisnis perhotelan seperti pengaturan atau regulasi investor asing yang bergerak pada bidang pengelolaan VHO.

Sejumlah VHO pun marak mengajak hotel lokal non bintang untuk berkolaborasi dan bergabung dengan kesepakatan dua pihak.

Berbagai pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta pun mengaku mulai merasakan dampak negatif dari keberadaan VHO tersebut.

Pemilik Hotel Kinasih Yogyakarta Tulus Riyadi Wardoyo mengatakan, pihaknya sudah sering didatangi oleh salah satu VHO tersebut.

“Mereka lima kali lebih mendatangi saya dan setelah dipelajari terdapat sejumlah peraturan yang memberatkan hotel pada akhirnya,” ujar Tulus.

Realisasi Pajak Pemkot Yogya Baru 80 Persen

Dia menjelaskan, perjanjian bisnis yang diterapkan mengharuskan pemilik hotel untuk dapat mengikutinya.

Akan tetapi pada akhirnya akan memberatkan bahkan akan mengikat hotel itu sendiri.

“Peraturan yang mereka tawarkan sangat bertentangan dengan peraturan hotel kami sendiri seperti dalam menentukan harga hotel, mereka yang menentukan bukan kami,” jelasnya.

Tulus melanjutkan, para pemilik hotel harus jeli dalam memperhatikan aturan main yang mereka tawarkan.

Awalnya akan diberikan sejumlah uang untuk mengikat perjanjian namun berjalannya waktu tidak ada peningkatan dalam pembagian hasil hotel.

“Pemilik hotel di Yogyakarta harus lebih jeli memperhatian perjanjian yang mereka ajukan. Memang menerima uang terlebih dahulu akan tetapi dikemudian hari akan kecewa, namun semua kembali kepada pemilik hotel,” lanjut Tulus.

Hal yang sama diungkapkan Pemilik Griya Sentana Hotel Yogyakarta, Sanny Pratomo, dirinya pernah ditawari oleh VHO hingga beberapa kali.

Tutorial Super Mudah Menghilangkan Kantong Mata

“Mereka pernah menawarkan saya sekitar lima kali dan saya menolak penawaran tersebut karena menurut konsultan hotel kami bisnis itu tidak sehat,” ungkap Sanny.

Menurutnya, bila merujuk pada segi bisnis terdapat pemotongan cukup besar hingga mencapai 30% dari pendapatan hotel dan yang cukup mengkhawatirkan, mereka mengharuskan kontrak minimal tiga tahun.

“Saya kira dengan sistem begitu tidak akan sehat pada akhirnya bahkan ada informasi mereka yang menentukan harga jual kamar, bukan kebijakan pemilik hotel,” tuturnya.

Sedangkan untuk okupansi hotel Sanny mengungkapkan, keberadaan mereka cukup meresahkan dikarenakan harga jual mereka jauh lebih murah dari pada hotel biasanya.

“Mereka mulai menguasai seperti kos-kosan, homestay atau bangunan yang tidak berijin standar hotel untuk dijual dengan harga sangat rendah dan itu mengurangi okupansi hotel-hotel di Yogyakarta, terlebih jelang liburan Natal dan Tahun Baru ini,” pungkas Sanny. (TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved