MK Tolak Uji Materi UU KPK Hasil Revisi Karena Obyek yang Diajukan Adalah UU Perkawinan

MK Tolak Uji Materi UU KPK Hasil Revisi Karena Obyek yang Diajukan Adalah UU Perkawinan

Editor: Hari Susmayanti
ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A
Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019). Sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, MK membuka layanan penerimaan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum 3x24 jam sejak penetapan perolehan suara oleh KPU. 

TRIBUNJOGJA.COM -  Permohonan uji materiil dan formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diajukan oleh puluhan mahasiswa dari sejumlah universita di Indonesia ditolak majelis hakim Mahkamah Konstitusi.

Pembacaan keputusan tersebut dilaksanakan dalam sidang putusan yang digelar di MK pada Kamis (28/11/2019) siang.

"Permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," kata Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman dalam sidang.

Uji materi UU KPK tersebut ditolak karena majelis hakim menilai permohonan yang diajukan oleh pemohon salah obyek atau error in objecto.

Dalam gugatan yang diajukannya, pemohon meminta MK menguji UU nomor 16 tahun 2019. Padahal, gugatan yang diajukan tersebut ditujukan untuk menggugat UU KPK hasil revisi.

Sementara UU nomor 16 tahun 2019 merupakan undang-undang yang mengatur tentang Perkawinan.

UU tersebut merupakan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974.

Sementara itu, UU KPK hasil revisi dicatatkan sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019.

UU tersebut merupakan aturan perubahan kedua dari UU Nomor 30 Tahun 2002.

"Permohonan para pemohon mengenai pengujian UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK adalah salah obyek, error in objecto," ujar Anwar.

Oleh karena pemohon dianggap telah salah obyek, selanjutnya, Mahkamah tidak lagi mempertimbangkan pengujian pasal-pasal yang dimohonkan.

KPK : Besaran Pajak Restoran Tidak Harus 10 Persen

MK menilai, tidak ada relevansi antara UU Nomor 16 Tahun 2019 dengan UU Nomor 30 Tahun 2002 atau UU Nomor 19 Tahun 2019.

"Dengan demikian pokok permohonan yang berkaitan dengan norma pada UU Nomor 30 tahun 2002 tidak akan dipertimbangkan lebih lanjut," kata Hakim Enny Nurbaningsih.

Untuk diketahui, penggugat dalam perkara ini adalah puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas.

Mereka melayangkan gugatan uji formil dan materil pada Rabu (18/9/2019).

Persidangan atas permohonan ini pun telah digelar beberapa kali.

Pada gugatan formil, para penggugat mempersoalkan proses revisi UU KPK yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

Rapat-rapat pembahasan revisi UU tersebut dinilai tertutup sehingga tidak memenuhi asas keterbukaan yang diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Tidak terpenuhinya asas keterbukaan ini dapat dilihat dari keputusan revisi yang diambil tiba-tiba serta pembahasan yang dilakukan tertutup dalam waktu yang sangat terbatas," kata kuasa pemohon, Zico Leonard, dalam gugatan permohonan.

Polres Sleman Periksa 4 Orang Terkait Laka Lantas di Simpang UPN

Pemohon juga menyoal rapat paripurna DPR yang hanya dihadiri 80 anggota DPR.

Sementara itu, dalam gugatan materil, para penggugat menyoal syarat pimpinan KPK yang diatur dalam Pasal 29 UU KPK.

Sejumlah syarat di antaranya tidak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki reputasi yang baik, dan melepaskan jabatan struktural atau jabatan lain selama menjadi bagian KPK.

Sementara itu Kuasa hukum pemohon uji materil dan formil UU KPK hasil revisi, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, tak terkejut permohonannya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi ( MK).

Sejak awal, Zico sudah memprediksi MK tidak akan menerima permohonan yang diajukan oleh puluhan rekannya sesama mahasiswa.

"Kami sudah menduga ini akan terjadi," kata Zico usai MK membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).

Zico meyakini hal itu lantaran MK memajukan jadwal sidang pertama dan kedua perkaranya.

Awalnya, sidang dijadwalkan digelar pada 9 Oktober 2019.

Namun, MK kemudian memajukannya menjadi 30 September 2019.

Kala itu, permohonan Zico dan dan rekan-rekannya belum mencantumkan nomor UU KPK hasil revisi.

Sebab, UU tersebut belum diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan baru akan diberi nomor pada 17 Oktober 2019.

Karena jadwal sidang pertama dimajukan, maka, batas akhir penyerahan perbaikan permohonan pun maju lebih awal.

Pemohon diberi waktu hingga 14 Oktober 2019 atau 14 hari setelah sidang pertama untuk memperbaiki berkas permohonannya.

Padahal, di tanggal tersebut, UU KPK belum juga diregistrasi dan diberi nomor.

Panitera MK juga kembali memajukan jadwal sidang kedua.

Dari yang semula akan digelar pada 23 Oktober 2019, menjadi 14 Oktober 2019.

Namun, kala itu Zico dan rekanannya menolak dengan alasan menunggu UU KPK diberi nomor.

Karena panitera MK meminta pemohon untuk tetap memajukan jadwal sidang, pemohon kemudian sepakat untuk memajukan sidang menjadi tanggal 21 Oktober.

5 Hal Menarik Terkait Calon Raja Thailand, Masih Berusia 14 Tahun dan Aktif Jadi Relawan

Pada berkas permohonan perbaikan, dituliskan pemohon mengajukan uji materil dan formil UU KPK, dengan catatan nomor 16 Tahun 2019.

Zico mengatakan, kala itu, panitera menjanjikan pada pihaknya untuk mengganti pencatatan nomor UU KPK dalam berkas permohonan, ketika sidang kedua.

Ternyata, dalam persidangan majelis hakim tak mengizinkan pemohon mengganti catatan nomor UU KPK hasil revisi.

"Padahal MK yang memajukan, MK yang tidak mau menerima. Padahal kami udah ada bukti itu kesepakatan. Di surat panggilan kami masih ditulis putusan (atas permohonan) UU Nomor 19 tahun 2019," ujar Zico.

Zico dan rekanannya sempat bersurat ke MK sebanyak dua kali, untuk menanyakan alasan dimajukannya jadwal persidangan.

Namun, surat itu tak berbalas. Karena pesimis gugatannya bakal diterima, pun mencabut permohonan mereka pada19 November 2019.

Akan tetapi, MK tetap menjadwalkan persidangan pembacaan putusan permohonan Zico.

Atas peristiwa ini, Zico berniat untuk melaporkan hakim MK ke Dewan Etik MK.

Pertama, untuk mempertanyakan pemajuan jadwal sidang, dan kedua untuk meminta kejelasan kenapa MK tetap menggelar sidang pembacaan putusan sementara pemohon telah mencabut permohonan mereka.

"Ketiga, kenapa di surat panggilan putusan pengujian UU Nomor 19 sedangkan di putusannya tadi Nomor 16," kata Zico. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Permohonan Uji Materil dan Formil UU KPK Hasil Revisi", .

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved