Bantul

Tuntut Pelaku KDRT Dihukum Maksimal, JPY Gelar Aksi Damai di PN Bantul

Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Kamis (17/10/2019).

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Azka Ramadhan
Beberapa anggota JPY saat menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Kamis (17/10/2019) siang 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Kamis (17/10/2019).

Unjuk rasa itu, bertepatan dengan sidang lanjutan kasus KDRT yang menimpa korban MP dari mantan suaminya, IS.

Dalam aksi yang diikuti lebih kurang 20 orang tersebut, para anggota JPY membentangkan sejumlah poster, yang antara lain bertuliskan "Kami Percaya Majelis Hakim PN Bantul Masih Punya Hati", kemudian "Berikan Putusan yang Seadil-adilnya".

Namun, majelis hakim yang diketuai oleh Sri Wijayanti Tanjung tersebut, hanya melangsungkan sidang dengan agenda pembacaan putusan, selama 15 menit saja secara tertutup, sebelum akhirnya vonis ditunda hingga Rabu (23/10/19) pekan depan.

Belum Sempat Terima Gaji, Anggota DPRD Gunungkidul Diberhentikan Karena Dugaan KDRT

Koordinator aksi Niken Anggrek Wulan, dari Rifka Annisa pun mengatakan, apa yang mereka lakukan kali ini, adalah untuk memberikan dukungan moral kepada korban MP.

Di samping itu, pihaknya berharap agar tersangka mendapatkan hukuman maksimal.

"Dengan hukuman maksimal ini, masyarakat pun bisa mendapat pembelajaran, bahwa KDRT sudah ada hukum dan bisa menjerat pelaku," tandasnya.

Akan tetapi, ia tak menampik, selama ini masih banyak korban kekerasan yang belum berani untuk speak up, atau melaporkannya pada kepolisian.

Menurutnya, ketidakberanian tersebut, dilatarbelakangi oleh kecemasan korban, dengan beragam alasan.

"Misalnya ya, stigma perpecahan dalam rumah tangga yang selalu dilabelkan kepada perempuan. Kemudian, faktor nafkah, lalu anak, dan masih banyak alasan-alasan lain," terang Niken.

Kasus Dugaan KDRT Terjadi di Semanu, Pelaku dan Korban Terluka

Sekadar informasi, MP yang merupakan warga Pleret, Bantul, mengalami kekerasan, baik fisik maupun psikis, yang diduga dilakukan oleh mantan suaminya, IS, saat masih hidup bersama di Jakarta.

Bahkan, pada 2013, ia sampai harus dirawat di rumah sakit.

Ibu dua anak itu pun akhirnya memutuskan pulang ke Bantul.

Tetapi, perilaku buruk kembali didapatnya, saat IS menengok 2017 silam.

Puncaknya, MP mengadu ke lembaga perlindungan perempuan Rifka Annisa, yang berujung pendaftaran gugatan cerai, sekaligus pelaporan ke Polres Bantul, pada Agustus 2018.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved