Yogyakarta

Respons Dampak Kekeringan, Komisi A DPRD DIY Dorong Pemda DIY Jaga Ketersediaan Pangan

Hal ini disampaikan menyusul imbas musim kemarau panjang tahun ini yang mulai menimbulkan dampak di sektor pertanian berupa penurunan produksi bahan p

Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
istimewa
Sesi jumpa pers usai rapat koordinasi Komisi A DPRD DIY bersama BMKG dan BPBD DIY di Kantor DPRD DIY, Kamis (17/10/2019) 

Menurut Biworo, dari empat kabupaten yang dilaporkan telah mengalami kekeringan, Kulon Progo dinyatakan tanggap darurat sejak 9 September lalu.

Status tanggap darurat ini bukan karena daerah tersebut terdampak kekeringan paling parah, melainkan karena kuota untuk distribusi air bersih tahun ini telah habis sehingga perlu bantuan dana tak terduga.

Sebagai upaya bersama mengatasi masalah kekeringan, Biworo mendorong gerakan massal mengembangkan sumur resapan, memelihara embung untuk tampungan air dan upaya lain untuk menahan air di tempat yang tepat.

Pasalnya, di beberapa wilayah DIY, kebutuhan air baik untuk konsumsi dan kebutuhan pertanian menjadi satu hal yang vital.

Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Panjang

Atas resiko yang ditimbulkan akibat kekeringan di wilayah DIY, pihak BMKG Yogyakarta memberi keterangan bahwa musim kemarau tahun ini diketahui lebih panjang sekitar 10 sampai 20 hari dari tahun lalu.

Salah satu sebabnya, adalah masih lemahnya angin baratan (monsun) sebagai penanda musim hujan.

Akibatnya, awal musim hujan juga mundur dari waktu norma.

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto: Pemda DIY Wajib Sediakan Air Bagi Warga Terdampak Kekeringan

“Ketika angun baratan (monsun asia) muncul menguat maka kita akan masuk musim hujan tetapi sampai Oktober ini angin baratan belum kuat masuk wilayah kita. Baru di wilayah utara dan tengah. Nah, sisi selatan seperti di wilayah DIY ini angin monsun belum kuat,” kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Djoko Budiono.

Faktor kedua penyebab kemarau lebih panjang, suhupermukaan di laut utara dan selatan Jawa masih anomali berupa dingin.

Artinya, saat udara dingin suplai uap air dari laut kecil sehingga pertumbuhan awan masih cukup sulit.

Prediksi kita, November nanti angin monsun menguat dan suhu hangat sehingga suplai pertumbuhan awam dan hujan tinggi,” kata Djoko. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved