Jawa
Kincir Air, Kearifan Lokal Warga Magelang, Aliri Lahan Pertanian Saat Kemarau
Saat musim kemarau tiba, air yang menyusut dapat dialirkan dengan kincir air, ke kolam perikanan, dan lahan pertanian warga.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
Tiga sampai empat orang sudah cukup untuk membuat satu kincir dan selesai dalam waktu dua hari.
• Musim Kemarau, Warga Diimbau Perbanyak Minum Agar Tidak Dehidrasi
Pertama, bambu-bambu dibelah.
Untuk ruji-rujinya, bambu dipilah lagi.
Kemudian untuk tabung penampung air, menggunakan satu ruas bambu yang dipotong di satu sisinya.
Untuk penggerak atau pendayung menggunakan bambu yang dijadikan lonjoran-lonjoran atau galar.
Sementara pipa penghubung air, bambu panjang dilubangi tengahnya, untuk jalan air.
Kincir air pun dirakit.
Bentuknya mirip dengan kincir air yang dapat terlihat di Belanda, tetapi bentuknya sederhana sekali.
Pemasangan tinggal dengan penopang di kedua pinggir sungai.
Kincir dihubungkan dengan bambu panjang ditengahnya.
Tenaga arus air yang bergerak diterima oleh papan lonjoran bambu, dan akan menggerakkan kincir air searah jarum jam.
Air yang tertangkap, tertampung dan dialirkan melalui pipa bambu.
Salah seorang warga Dusun Gedongan, Damiri (69), ia juga petani ikan setempat, mengatakan, setiap kemarau, warga setempat selalu membikin kincir air.
Air sungai yang surut, dari semula tiga meter, menyusut sampai ke bawah permukaan lahan pertanian dan kolam ikan warga yang ada di sekitar sungai.
Dengan kincir air ini, air dapat terangkat, tanpa biaya, tanpa tenaga, tanpa mesin dan bahan bakar. Cukup dengan tenaga alam.
• Membatik Jadi Terapi Kejiwaan bagi ODGJ di RSJ Prof Dr Soerojo Kota Magelang