Anak Obesitas Berisiko Derita Penyakit Tidak Menular Lebih Tinggi
Prof Dr H Hamam Hadi MS ScD SpGK, Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta menjelaskan obesitas yang terjadi pada anak ternyata menjadi sebuah ancaman s
Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Kabar meninggalnya seorang anak yang mengalami obesitas di Karawang Jawa Barat belum lama ini menjadi salah satu bukti bahwa obesitas belum menjadi perhatian serius baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya.
Nyatanya, angka obesitas di Indonesia berkembang sangat cepat dan menimpa semua kelompok umur.
Dalam 6 tahun saja angka obesitas pada anak sekolah di Indonesia naik pesat hampir dua kali lipat, dari 9,2 persen di 2007 menjadi 18,8 persen di 2013.
Sedangkan pada orang dewasa juga tumbuh signifikan dalam satu dekade terakhir dari 10,5 persen pada 2007 menjadi 21,8 persen di 2018.
Prof Dr H Hamam Hadi MS ScD SpGK, Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta menjelaskan obesitas yang terjadi pada anak ternyata menjadi sebuah ancaman serius lantaran anak yang obes (mengalami obesitas) cenderung akan tetap obes pada waktu dewasa nanti.
"Lebih dari itu, ancamannya, orang yang obes juga beresiko tinggi untuk menderita PTM atau penyakit-penyakit tidak menular seperti Hipertensi, Stroke, Jantung dan Diabetes Mellitus pada umur yang lebih dini," katanya saat bincang bersama media dan seorang profesor asal John Hopkins University, Joel Gittelsohn di Kampusnya, Senin (30/9/2019).
Beberapa penyebabnya, kata Hamam, adalah gaya hidup dan pola makan.
Dua dekade terakhir ini masyarakat cenderung bergaya hidup sedentari atau kurang aktivitas fisik termasuk anak-anak.
"Hampir setiap individu mempunyai kendaraan masing-masing, kemana-mana pakai kendaraan pribadi, sampai kantor juga kerja duduk, pulang pakai kendaraan lagi, sampai rumah kadang sudah capek akhirnya juga tak ada aktivitas fisik atau olahraga, begitu terus. Anak pun kadang sama, mereka lebih enjoy bermain di dalam ruangan ketimbang luar ruangan," jelasnya.
Hal ini, kata Hamam, berkaitan dengan proses urbanisasi dan pertumbuhan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang berkembang dengan cepat.
Bagaimana tidak, jumlah kendaraan bermotor untuk kendaraan pribadi tumbuh sangat cepat dalam 30 tahun terakhir.
Sementara itu, transportasi publik (mass transportation) tumbuh sangat lambat.
Hal ini tanpa disadari mengurangi banyak sekali aktivitas fisik.
Masalah ini diperparah hadirnya perkembangan teknologi komunikasi yang membuat semua aktivitas dan kebutuhan sehari-hari dijalankan dan dikendalikan dari genggaman tangan saja.
"Hari ini semua orang bisa pesan apapun lewat genggaman tangan saja baik kebutuhan papan, sandang dan pangan bahkan pesan kendaraan umum. Hal ini juga punya kontribusi sangat besar terhadap menurunnya aktivitas fisik masyarakat Indonesia bahkan dunia," tegasnya.
Parahnya lagi, masalah ini dibarengi dengan pesatnya pertumbuhan permainan anak berbasis layar (screen based games).
Mereka membuat anak generasi milenial bahkan generasi Z sibuk bermain dan menghabiskan waktu di depan layar, di tempat tidur atau di tempat duduk.
Selain itu, paparan iklan makanan tidak sehat (junk food) juga punya andil dalam gaya hidup dan pola makan anak dan masyarakat.
Dari survey yang dilakukan oleh Alma Ata Center for Health Life and Food (ACHEAF) yang bekerjasama dengan para peneliti dari beberapa universitas di kawasan Asia Pasifik menemukan bahwa anak usia sekolah Indonesia terpapar iklan junk food 3-7 kali lebih sering dibanding anak seusianya di negara Asia Pasifik.
Persisnya, anak Indonesia 4 kali lebih sering terpapar dibandingkan anak seusianya di Kuala Lumpur, Malaysia. 3 kali lebih sering dibanding anak seusianya di Shanghai, China.
Celakanya mereka (anak usia sekolah) lebih menyukai makanan berlemak, tinggi gula dan tinggi garam namun rendah sekali untuk konsumsi buah dan sayurnya.
"Oleh karena itu, tak heran jika akhir ini penyakit tidak menular seperti stroke, jantung dan diabetes mellitus naik tinggi sekali," bebernya.
Hamam mengatakan beberapa solusi konkrit untuk mencegah meningkatnya angka prevalensi obesitas dan penyakit terkait lainnya yakni dengan merubah pola makan dan gaya hidup.
"Aktivitas (fisik) harus meningkat, konsumsi buah dan sayur lebih banyak, kurangi junk food dan kurangi makanan berlemak tinggi, garam tinggi dan gula tinggi," pungkasnya.
(wsn/ Tribunjogja.com )