Mencicipi Citarasa Sedap-gurih Soto Bumbong di Manding Tengah Bantul
Yang membuat berbeda, mangkuk penyajian dari soto Bumbong ini terbuat dari potongan bambu
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Dari pesantren Gus Miftah itu, Ia mengaku menyempatkan untuk makan soto di Mbah Katro di dekat Candi Sambisari.
"Saya lihat ramai sekali. Mangkuknya dari Bathok kelapa. Harganya murah Rp5 ribu. Saya kemudian berpikir untuk bisa membuat kuliner seperti itu. Inspirasinya dari sana," kata dia.
Sepulang dari Sambisari, Heru kemudian memulai eksperimen.
Konsepnya ATM (Amati, Tiru kemudian Modifikasi).
Urusan bagaimana membuat rempah soto yang enak, ia serahkan kepada sang Ibu, Sartinem.
Sementara, untuk mangkuk atau wadah soto, Ia mencari sendiri. Akhirnya ketemu bambu petung.
Bambu itu kemudian dipotong, diamplas dan direbus.
"Kayaknya masuk. Bambu ini bisa jadi mangkuk. Karena dari awal saya memang seneng yang unik-unik," terang Heru yang juga merupakan alumni dari ISI Yogyakarta itu.
Sama seperti soto bathok Mbah Katro, soto Bumbong dijual dengan harga Rp5000 per porsi.
Di dalam soto Bumbong terdapat irisan daging sapi.
Di dalam Bumbong, ada campuran mi putih, nasi, kol, dan kecambah.
Rasa kuahnya segar dan gurih. Ada aroma bawang goreng dan seledri yang sangat pas. Apalagi ditambah kecap kental dan manis.
"Istimewanya dari soto Bumbong ini memang ada di kecapnya. Saya sengaja pakai kecap mahal. Meskipun harga Rp5 ribu. Tapi saya pengen kualitasnya juga bagus," terang Heru.
Es Prasmanan
Selain soto Bumbong, Heru dan sang Istri Sugiyanti juga menjual es dengan cara unik, Es prasmanan.
