Melihat dari Dekat Prosesi Jamasan Kereta Pusaka Kraton Yogyakarta
Jamasan Kereta ini dilaksanakan setiap Selasa Kliwon bulan Sura (Muharram) atau bulan pertama pada kalender Jawa.
Penulis: Almurfi Syofyan | Editor: Muhammad Fatoni
Mereka juga tampak antusias membawa beragam botol minuman dan jeriken untuk mengambil air kembang bekas jamasan kereta pusaka Kanjeng Nyai Jimat.
Masyarakat meyakini, air bekas jamasan dapat memberikan keberkahan bagi mereka yang mempercayainya.
Seorang pengunjung, Kuswini (19), mengaku sengaja datang agar bisa menyaksikan secara langsung prosesi jamasan kereta pusaka tersebut.
Selain itu ia juga berharap agar mendapatkan keberkahan dari air jamasan yang didapatkannya.
"Saya datang sama keluarga. Penasaran dengan prosesinya dan mau dapat berkah juga," ujar dia.
Terpisah, Konco Abdi Dalem Roto Kraton Yogyakarta, Mas Wedana Roto Diwiryo, menyebut jamasan kereta pusaka merupakan agenda rutin tahunan yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta.
Tujuan dari jamasan tersebut menurutnya untuk merawat kereta-kereta pusaka yang ada di museum tersebut.
"Kalau sudah rusak kita kan jadi tahu, dan bisa memperbaikinya secara cepat," ujarnya pada Tribunjogja.com, seusai jamasan kereta pusaka, Selasa (17/9/2019).
Menurutnya, tradisi jamasan tersebut telah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwo I.
Tradisi tersebut akan terus dipertahankan demi menjaga warisan dan benda-benda pusaka yang diwarisi oleh Kraton.
Selain itu, menurut Mas Wedana Roto Diwiryo, kereta Kanjeng Nyai Jimat pernah dipakai sebagai kendaraan utama tiga raja.
"Pernah dipakai sebagai penobatan dan kendaraan sehari-hari pada masa Hamengku Buwono pertama hingga ketiga," katanya.
Sedangkan kereta Kanjeng Kiai Jolo Doro dipakai untuk kendaraan dalam Kraton oleh Hamengku Buwono I hingga IV. (*)
