Kisah Rudy Habibie Merintis Karir dari Nol Hingga Gantikan Pak Harto di Era Reformasi
Habibie dikenal sebagai salah satu tokoh bangsa yang memiliki segudang prestasi. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan
Kisah Rudy Habibie Hingga Gantikan Pak Harto di Era Reformasi
Habibie dikenal sebagai salah satu tokoh bangsa yang memiliki segudang prestasi. Lahir di Parepare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936, Habibie merupakan anak keempat dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardoyo.
.
.

WAKTU Waktu kecil, ia gemar menunggangi kuda dan membaca.
Rudy, begitu ia panggil wakti kecil juga memiliki kelebihan dibandingkan teman-teman masa sekolahnya.
Pada 3 September 1950, ayah Habibie meninggal dunia tak lama setelah ia pindah ke Bandung untuk melanjutkan studi ke Institut Teknologi Bandung (ITB).
Lima tahun berselang, tepatnya pada tahun 1955, Habibie mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Rhenish Wesfalische Technische Hochscule, Jerman.
Saat itu, pengetahuannya tentang teknologi dan mesin semakin terasah.
Tak hanya itu, Habibie menjalani kuliahnya sembari bekerja.
Ia pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.
Karena kerja kerasnya, karir Habibie semakin cemerlang.
Diminta Soeharto Pada tahun 1973, Habibie diminta Soeharto untuk kembali pulang ke Indonesia karena faktor keadaan dan situasi.
Saat itu, Indonesia membutuhkan sentuhan dan pengaruh dari Habibie dari sektor teknologi.
Setahun berselang, Habibie diberikan kepercayaan oleh Soeharto untuk memimpin pengembangan industri di Indonesia.
Habibie ditunjuk sebagai CEO dari Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Pada tahun 1978, Habibie berhasil diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Pada 1995, Habibie tercatat memimpin proyek pesawat N250 Gatot Kaca yang merupakan pesawat pertama buatan Indonesia.
Pesawat rancangannya dapat terbang tanpa mengalami "Dutch Roll", istilah untuk pesawat yang oleng.
Pesawat tersebut juga pesawat turbotrop di dunia yang menggunakan "Fly by Wire" dengan jam terbang 900 jam.
PT IPTN mampu mengembangkan sayapnya di Amerika dan Eropa.
Kendati demikian, IPTN ditutup oleh Soeharto karena krisis moneter.
Pada 14 Maret 1998, Habibie mendampingi Soeharto sebagai wakil presiden dalam Kabinet Pembangunan VII.
Setelah dua bulan menjabat wakil presiden, Habibie menjabat Presiden menggantikan Soeharto yang mengundurkan diri.
Pada masa kepemimpinannya, Habibie membentuk kabinet baru dengan harapan mendapat dukungan dari negara-negara lain guna membantu program pemulihan ekonomi Indonesia setelah reformasi.
Pada era Habibie, masyarakat lebih bebas menyuarakan aspirasinya dan lebih leluasa dalam berpolitik sehingga bermunculan partai politik baru.
Masa kepemimpinan Habibie berakhir pada 20 Oktober 1999.
Ia digantikan oleh Abdurrahman Wahid atau yang sering dikenal Gus Dur yang memenangi Pemilu tahun 1999.
Perjalanan Karier Pekerjaan:
Direktur Utama PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad) Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ketua Dewan Pembina Industri Strategis (BPIS), Ketua Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Ketua Dewan Riset Nasional (1999), Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Anggota Dewan Komisaris Pertamina Asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Kontruksi Ringan Rheinsich Westfaelische Technische Hochshule, Aachen, Jerman Barat (1960-1965), Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisa Struktur, Hamburg, Jerman Barat (1966-1969), Kepala Divisi Metode dan Teknologi Pesawat Komersil/Pesawat Militer Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB) Gmbh, Hamburg, Jerman Barat (1969-1973) Wakil Presiden/Direktur Teknologi Messerschmidt Boelkow Blohm (MBB), Hamburg, Jerman Barat (1974-1978) Penasihat Direktur Utama (Dirut) Pertamina (1974-1978) Direktur Utama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Bandung (1976) Direktur Utama PT Pelayaran Armada Laut (PAL), Surabaya (1978) Profesor Kehormatan/Guru Besar dalam bidang Konstruksi Pesawat Terbang Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung (1997).
Pemerintahan:
Ketua Tim Keputusan Presiden (Keppres) 35, Wakil Presiden RI (1998-1998), Presiden RI (1998-1999)
Legislatif:
MPR dari Karya Pembangunan (Golkar) (1992-1997)
Keterlibatan dalam Organisasi:
Anggota Tim 11 yang menyiapkan materi GBHN dari Fraksi Karya Pembangunan (Golkar)
Menteri:
Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan V (1983-1988), Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VI (1988-1993),Menteri Negara Riset dan Teknologi Kabinet Pembangunan VII (1993-1998)
Setelah 9 Tahun Kini BJ Habibie Temui Ainun
"Jangan tinggalkan saya, Ainun," demikian ucap Bacharuddin Jusuf Habibie di penghujung hidup Hasri Ainun Habibie yang tergambar dalam Film Habibie dan Ainun. Saat itu ucapan Habibie yang diperankan oleh Reza Rahardian dan Ainun yang diucapkan oleh Bunga Citra Lestari terasa begitu menyentuh.
Film yang diangkat dari kisah dan buku Habibie & Ainun ini menceritakan cinta pertama dan terakhir yang hanya dipisahkan oleh maut.
Kisah yang penuh romansa dari seseorang yang pernah memangku jabatan sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Namun kisah Habibie dan Ainun harus terpisahkan oleh maut.
Ainun meninggal pada 22 Mei 2010 di usianya yang ke-72 tahun.
Sebuah kisah yang berawal dari pertemuan di sekolah. Namun, bagi Habibie, sosok Ainun tak begitu terlalu "menggoda" hatinya.
Habibie muda justru meneriaki Ainun dengan sebutan "si gula jawa" karena warna kulit yang kecokelatan. Hari ini, Rabu (11/9/2019), Habibie menyusul Si Gula Jawa ke alam baka.
Kisah romansa sepanjang masa Kisah lama Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie dengan sang istri, Ainun, masih memikat untuk didengar dan mengundang tawa pendengarnya.
Kisah ini kembali diceritakan BJ Habibie saat menjadi tamu istimewa dalam acara "Rosi Spesial Kemerdekaan: Habibie, Kemerdekaan dan Cinta" di Kompas TV, Kamis (17/8/2017) malam.
Pada awalnya, Habibie mengaku sama sekali tak tertarik dengan Ainun meski kala itu banyak laki-laki naksir pada Ainun.
"Kalau pun saya naksir (saat itu), belum tentu dia mau," ujar Habibie kepada pembawa acara, Rosiana Silalahi.
Jawaban Habibie pun mengundang tawa hadirin dalam acara tersebut. Ainun merupakan putri dari teman orang tua BJ Habibie.
Habibie pun dekat dengan ayah Ainun sejak berusia 12 tahun. Kala itu, ia mengaku datang kepada ayah Ainun karena memiliki banyak pertanyaan. "Bapaknya Ainun pintar banget," tuturnya.
Habibie termasuk yang datang dari keluarga tak berada.
Para laki-laki yang mendekati Ainun hampir semuanya memiliki mobil atau merupakan anak menteri dan pejabat negara.
Sedangkan ayah Habibie saat ia kuliah sudah meninggal dunia. Sehingga, ibunya harus banting tulang menjalankan usaha katering untuk membiayai Habibie sekolah.
Kedekatan Habibie dengan ayah Ainun bahkan kerap dimanfaatkan kawan-kawan Habibie.
Mereka yang naksir pada Ainun dan kakak Ainun ingin datang, namun takut pada ayah Ainun yang agak galak. Mereka kemudian mengajak Habibie dan menghampiri Ainun serta kakaknya saat sang ayah tengah asyik ngobrol dengan Habibie.
Habibie dan Ainun rupanya memiliki satu kesamaan. Saat duduk di bangku SMA, keduanya dicap oleh guru ilmu pasti sebagai siswa paling muda di kelas namun sama-sama cerdas. Adapun Ainun satu angkatan lebih muda dari Habibie.
Dicap sama-sama pandai, guru tersebut pun kerap mengatakan jika Habibie dan Ainun menikah pasti memiliki anak-anak yang juga cerdas. Sering dijodoh-jodohkan, Habibie merasa malu. Sebab, ia tak tertarik dengan Ainun.
Meski kerap disapa dengan sebutan Si Gula Jawa, ternyata Ainun tak pernah marah. Tak sampai satu tahun Habibie menganyam pendidikan di Institut Teknokogi Bandung (ITB), ia melanjutkan pendidikan ke Jerman.
Sewindu tak bertemu Ainun, ia pulang ke Tanah Air.
Ibunda Habibie kemudian mengajaknya ke rumah Ainun. Habibie sempat malu karena sempat menyindir Ainun dengan sebutan "gendut, hitam dan jelek".
Padahal, keluarga Ainun sangat baik padanya.
Rupanya, sang ibu khawatir Habibie memadu kasih dengan perempuan Eropa.
"Ibu saya punya program sendiri. Yaitu si Rudy (panggilan Habibie) daripada ketemu orang-orang bule dan dia gitu (pergaulannya)," kata dia.
Pada saat itulah Habibie kembali bertemu dengan Ainun. Ia sempat kaget melihat Ainun yang lebih cantik daripada Ainun yang dikenalnya sebelumnya.
"Ainun, cantiknya. Kok gula Jawa jadi gula pasir," ucap Habibie.
Sejak saat itu romansa mereka terjalin begitu mesra. Habibie sangat setia pada sang pujaan hati hingga di saat-saat terakhirnya. Kini Habibie telah menyusul Si Gula ke alam baka. Selamat istirahat eyang, sampai bertemu di keabadian.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BJ Habibie Temui Ainun, Sang Kekasih Hati, di Keabadian...",
https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/11/183701065/bj-habibie-temui-ainun-sang-kekasih-hati-di-keabadian?page=all.