Bantul
Tiga Pelajar Bantul Hilang saat Menjalani PKL di Pelabuhan Benoa Bali pada Akhir 2009
Dari catatan perusahaan, ketiga anak yang merupakan pelajar SMK Negeri 1 Sanden itu terdaftar sebagai pencari kerja bukan PKL.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Lucia Martini warga Kedon RT 04 Sumbermulyo, Bambanglipuro Bantul menatap langit-langit rumah.
Ingatannya menerawang jauh pada memori sepuluh tahun silam, ketika anaknya, Ignatius Andrianta Loyola Denny Murdani hendak pergi untuk Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Benoa, Bali.
Ia masih ingat, kejadiannya akhir tahun 2009. Anak ketiganya itu meminta dirinya mengantarkan ke sekolah.
Kala itu Denny sekolah di SMK Negeri 1 Sanden jurusan perikanan dan diwajibkan mengikuti praktik kerja lapangan selama enam bulan.
• Disdikpora DIY Soroti Tingginya Pelanggaran Lalu Lintas oleh Pelajar
Tak ada firasat apa-apa. Yang Martini ingat, sebelum berangkat anaknya itu sempat berucap "saya diantar mom (ibu) saja. Nanti enam bulan saya tidak melihat kampung," tutur Martini menirukan ucapan Denny, yang sampai sekarang akhirnya tak pernah pulang.
Denny hilang saat melakukan praktik kerja lapangan disebuah kapal pencari ikan, bersama tiga temannya, Ginanjar Nugroho Atmaji dan Agil Ramadan Putra.
Ketiganya merupakan murid SMK negeri 1 Sanden--awalnya mereka hendak PKL--yang ternyata dipekerjakan oleh calo sebagai Anak Buah Kapal (ABK) KM Jimmy Wijaya di Pelabuhan Benoa, Bali.
Kapal tersebut hilang kontak dilautan lepas sejak tanggal 27 Februari 2010 silam.
Nasib ketiga pelajar Bantul tersebut belum diketahui dan sampai sekarang masih hilang.
"Saya mengharapkan ada kemukjizatan. Meskipun sudah 10 tahun. Saya masih berharap suatu hari nanti Denny mengetuk pintu rumah dan pulang," ujar Martini, berharap.
• Kapolri Mutasi 331 Pati dan Pamen, Termasuk Kapolres Gunungkidul dan Pejabat Polda DIY
Perempuan 54 tahun itu mengaku akan terus menunggu kedatangan Denny. Ia amat yakin anaknya itu baik-baik saja.
"Feeling saya dia masih hidup. Keadaannya baik-baik saja karena hati saya merasa tenang. Saya yakin Denny akan pulang," imbuh Martini lirih.
• Cindy Tertantang untuk Mempelajari Nuklir Lebih Dalam
Ia terlihat melepas kacamata.
Tangannya mengusap kedua matanya yang basah.
Meskipun menahan rindu, selama sepuluh tahun Martini mencoba tegar.
"Saya sampai sekarang belum berani untuk mengatakan Denny sudah meninggal," ujar dia.
Dijadikan ABK
Martini menceritakan, saat pergi untuk PKL, Denny belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) karena masih berusia 16 tahun.
Namun, pihak sekolah meminta siswa laki-laki kelas dua berjumlah 54 siswa yang akan berangkat PKL ke Bali untuk melengkapi berkas administrasi. Salah satunya KTP.
"Saya akhirnya mengurus KTP untuk Denny. Tapi tidak bisa karena anak saya masih 16 tahun. Akhirnya saya ke kelurahan. Saya minta KTP sementara untuk pegangan," terangnya.
• Viral Video Pelajar Asal Papua Bersuara Merdu Menyanyikan Lagu Brisia Jodie dan Judika
Denny berangkat ke pulau Dewata dengan KTP sementara.
Di kemudian hari, Martini baru mengetahui ternyata di Bali, anaknya tidak PKL namun dipekerjakan sebagai Anak Buah Kapal (ABK).
Pelakunya adalah Mugiri, seseorang yang dipasrahi oleh pihak sekolah untuk mengurus pekerjaan para pelajar selama di Bali.
"Saya baru tahu ternyata KTP anak saya dipalsukan supaya bisa bekerja di Kapal. Pelakunya Mugiri. Dia sudah divonis penjara oleh pengadilan negeri Bantul," jelas dia.
Diceritakan Martini, identitas anaknya tersebut telah dipalsukan sehingga pihak perusahaan Kapal mengira Denny sebagai pencari kerja dengan domisili Bali.
"Padahal anak saya PKL bukan kerja," kata dia.
"Makanya ketika Kapal Jimmy Wijaya dinyatakan hilang kontak. Pada 27 Februari 2010 saya tidak tahu. Saya baru tahu 5 Maret ketika didatangi pihak sekolah. Padahal Pak Joko (ayah Ginanjar) tahu kapal hilang kontak disurati langsung oleh pihak perusahaan. Saya baru tahu ternyata KTP anak saya dipalsu. Perusahaan tidak tahu alamat rumah saya," ujar dia menjelaskan.
Tiga pelajar Bantul hilang saat PKL di pelabuhan Benoa telah berlalu 10 tahun silam.
Kasus tersebut juga, menurut Martini sudah pernah disidangkan di pengadilan negeri Bantul.
Mugiri sebagai calo dan pemalsu dokumen telah divonis bersalah.
Joko Priyono, orang tua Ginanjar Nugroho Atmaji mengaku saat ini sudah bisa menerima.
Ia menganggap apa yang menimpa anaknya itu sebagai musibah yang sudah digariskan.
Tak selamanya disesali.
Sepuluh tahun lalu--sebagai ayah-- Ia mengaku sempat tak bisa menerima kenyataan itu.
Ia bersama Riswanto [ayah dari Agil Ramadan] bahkan langsung mendatangi perusahaan kapal di Pelabuhan Benoa Bali, untuk mencari kepastian anaknya.
• Polisi Tangkap Dua Calo Setelah TKW Disiksa secara Sadis di Malaysia
Joko dan Riswanto datang ke Bali melaporkan kejadian tersebut kepolisian setempat.
Oleh pihak Kepolisian, mereka kemudian diantar mendatangi perusahaan kapal dimana anak mereka bekerja.
Kedatangan Joko dan Riswanto diterima oleh Ketut Widarba, bagian personalia.
Saat itu, kata Joko, Ketut kaget karena perusahaan kapal tersebut tidak menerima pelajar PKL.
Dari catatan perusahaan, ketiga anak yang merupakan pelajar SMK Negeri 1 Sanden itu terdaftar sebagai pencari kerja bukan PKL.
"Disitu saya kaget. Ternyata anak saya disana dipekerjakan sebagai ABK. Pelakunya Mugiri, sudah ditangkap dan divonis bersalah," terang dia.
Berdasarkan informasi yang diterima dari perusahaan, Joko mengatakan bahwa Kapal KM Jimmy Wijaya hilang kontak di lautan lepas dan sampai sekarang belum diketahui keberadaannya.
"Perusahaan sudah mengerahkan kapal untuk mencari KM Jimmy Wijaya. Namun tidak ketemu. Mugiri yang memalsukan dokumen juga sudah divonis bersalah. Kasus ini sudah lama. Saya anggap ini sebagai musibah. Saya sudah menerima," ujar warga Gadingharjo, Sanden itu. (TRIBUNJOGJA.COM)