Kisah Tragedi Kereta Blondo
Kisah Tragedi Blondo : Kepala Stasiun Kejar Kereta Uap yang Telanjur Meluncur ke Arah Kali Elo
Kepala Stasiun Blabak itu mengejar kereta dan berteriak-teriak sembari ngebut melewati jalan raya Blabak-Blondo-Mertoyudan yang bersisian dengan rel
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Kereta dari arah Blabak terus meluncur dan dari arah seberang loko kereta yang satu sudah muncul menikung di jalur sebelah utara jembatan Kali Elo. Begitu rangkaian kereta melewati jembatan Blondo, tabrakan tak terhindarkan.
Soekardjo menyusul ayahnya ke lokasi kejadian menggunakan sepeda angin. Ia menyaksikan suasana mengerikan dari kejauhan.

Korban bergelimpangan, baik di dalam maupun di luar gerbong yang berserakan terjungkal dari rel.
Begitu juga berkarung-karung beras muntah dari gerbong-gerbong yang membawanya.
Ayah Soekardjo pun merasa bersalah atas tragedi ini.
Ia yang memberangkatkan kereta dari Blabak menuju Magelang, dan baru tahu di saat yang sama kereta dari arah Magelang ternyata sudah meluncur ke arab Blabak.

Peristiwa ini menjadi lembaran hitam dalam kariernya sebagai pegawai perusahaan kereta api Belanda waktu itu.
Soekardjo tidak menceritakan apa yang terjadi sesudah kejadian menyedihkan itu.
Tujuh tahun kemudian, tiga tahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, ia mulai bekerja di Djawatan Kereta Api (DKA), meneruskan pekerjaan yang sebelumnya ditekuni ayahnya.
Melengkapi kisah Soekardjo ini, Bagus Priyana menyodorkan empat foto dokumensi orisinil suasana di lokasi kejadian. Dari keempat foto itu tidak ada satupun yang memperlihatkan kondisi korban manusia atau penumpang kereta.
Suasana di lokasi juga tampak relatif tenang, menimbulkan dugaan foto diambil sesudah evakuasi korban manusia. Bisa berselisih jam atau mungkin hari-hari berikutnya.(Tribunjogja.com/Setya Krisna Sumarga)