Kisah Pilu Tukang Becak Berkaki Satu di Yogyakarta, Ikhlas Jalani Profesi Meski Fisik Tak Sempurna
Kisah Pilu Tukang Becak Berkaki Satu di Yogyakarta, Ikhlas Jalani Profesi Meski Fisik Tak Sempurna
Penulis: Andreas Desca | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Panas matahari yang cukup terik tak menyurutkan semangat warga di sekitaran Pasar Beringharjo dan Taman Budaya Yogyakarta untuk beraktifitas.
Di sela-sela keramaian pasar tradisional terbesar di DIY tersebut, terlihat seorang pengendara becak yang tertatih-tatih mendorong becaknya untuk mencari penumpang.
Penampilan tukang becak yang satu ini berbeda dengan yang lainnya.
Sepasang kruk, alat bantu jalan untuk penyandang disabilitas terikat di samping kanan becaknya.
Setelah diperhatikan lebih seksama, pria yang mengaku bernama Wawan (48) ini ternyata merupakan seorang penyandang difabilitas.
Meski kondisi fisik yang tak sempurna, hanya memiliki satu kaki, Wawan terlihat tetap bersemangat mengayuh becak menuju area Taman Pintar untuk mencari penumpang.
Setelah sampai, di bawah rindangnya pohon, Wawan duduk di becaknya dan bercengkrama dengan tukang becak lainnya sembari bercanda tawa untuk menghilangkan rasa lelah.
• 7 Rekomendasi Cafe Hits dan Instagramable di Jogja Asyik untuk Nongkrong di Akhir Pekan
Ditemui Tribunjogja.com, Wawan mengaku sudah menekuni profesi sebagai tukang becak sejak tahun 1990 silam.
"Saya sudah menjalani profesi ini sejak tahun 90an, tapi dulu masih sewa becak," ujarnya, Sabtu (3/8/2019).
Selama 22 tahun, dia sudah menjalani profesi ini tanpa kendala. Namun kecelakaan yang dialami pada 2013 silam membuat kehidupannya berubah total.
Saat hendak berangkat kerja, Wawan terperosok ke dalam sebuah lubang yang membuatnya tak sadarkan diri.
"Saat itu lagi mau berangkat kerja, jalan kaki seperti biasa. Tiba-tiba jatuh ke lubang," tuturnya.
"Saya gak sadar, setelah sadar saya sudah dirawat. Kalo cerita dari yang menolong, saya masuk ke lubang bekas bakaran sampah," imbuhnya.
Setelah perawatan dia kembali menjalani aktivitas sebagai tukang becak. Saat itu kondisinya belum puluh seratus persen.
Namun meski masih sakit, Wawan tetap nekad melakoni profesinya sebagai tukang becak. Tuntutan sebagai tulang punggung keluarga memaksanya tetap menjalani profesi ini.