Pendidikan
Mahasiswa UGM Sulap Limbah Plastik Jadi Bahan Bakar
Alat yang diberi nama AL-Production ini berupa furnace atau pemanas yang mampu mengubah sampah anorganik seperti plastik menjadi bahan bakar.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Melihat banyaknya limbah plastik yang sulit terurai dan mahalnya harga minyak, Yanditya Affan Almada dari D3 Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM, tergerak untuk mengembangkan alat yang mampu mengubah limbah anorganik menjadi bahan bakar, berupa bio oil dan biogas.
Alat yang diberi nama AL-Production ini berupa furnace atau pemanas yang mampu mengubah sampah anorganik seperti plastik menjadi bahan bakar melaui proses pirolisis.
Mengenai pengembangan sendiri sudah dimulai sejak tahun 2015, saat Affan masih duduk di SMA 1 Jetis, Bantul.
• Hati-hati, 5 Kebiasaan Ini Bisa Merusak Kulit Wajah
"Alat ini sendiri menggunakan mekanisme pirolisis yaitu proses memanaskan plastik tanpa oksigen dalam temperatur tertentu serta teknik destilasi," terangnya saat konferensi pers di Gedung Pusat UGM pada Rabu (31/7/2019).
Dia menerangkan jika peralatan yang dikembangkan berupa pipa yang terhubung dengan tabung kedap udara bertekanan tinggi berbahan stainless steel.
Awalnya alat ini dikembangkan dengan memakai sumber energi api sebagai pemanasnya.
Namun karena hasilnya kurang bagus lantaran suhu yang dihasilkan tidak bisa dikontrol dan tidak menentu, maka diganti dengan menggunakan aliran listrik.
"Sebenarnya bisa menggunakan solar, namun lebih mahal. Maka solusi pertama pakai listrik agar hasilnya juga optimal," ungkapnya.
Dari informasi yang dihimpun Tribunjogja.com, mengenai cara kerja alat dimulai dengan memasukan sampah plastik ke dalam tabung vakum.
• Baby Melon Hikapel, Melon Berukuran Segenggam Tangan Inovasi Guru Besar UGM
Berikutnya tabung dipanaskan hingga mencapai 450-550 derajat Celcius.
Tiga puluh menit kemudian keluar tetes-tetesan minyak dari pipa setelah melewati jalur pendinginan.
Menurutnya, volume plastik yang dimasukkan bisa menghasilkan bio oil maupun biogas sebesar 90%.
Untuk prosesnya sendiri tergantung suhu yang dipasang. Jika suhu semakin tinggi maka akan semakin cepat, namun hal tersebut akan membuat warna bio oil yang dihasilkan menjadi lebih keruh.
"Untuk bisa dijadikan bahan bakar kendaraan memerlukan satu kali lagi proses. Sudah pernah diujikan di motor bebek. Hasilnya memang masih dibawah minyak yang dijual di pasaran. Kita masih dalam tahap meneliti agar benar-benar bisa diaplikasikan ke kendaraan dengan sempurna," terangnya.
Dia menerangkan, sampai saat ini sudah ada enam pemanas yang dia buat dan sudah dikirim ke lembaga/orang dan pesanan masih terus meningkat hingga saat ini.
• Mahasiswa UGM Manfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Risiko Transmisi Filariasis
Produksi alat pertama dibuat tahun 2017 lalu berukuran kecil dengan kapasitas 2 hingga 3 liter yang dijual seharga Rp 20 juta.
Selain itu Affan juga pernah membuat alat ukuran sedang dengan kapasitas 10 liter dengan harga Rp. 35 juta.
Untuk keunggulan alat ini dibandingkan dengan produk sejenis di pasaran, satu di antaranya menggunakan listrik untuk proses pemanasan, sementara kebanyakan produk yang sudah ada di dalam negeri menggunakan sumber energi berupa api untuk proses pemanasan sehingga suhu kurang terkontrol.
"Selain itu, di luar negeri juga sudah ada alat pemanas, tapi hanya untuk memanaskan saja atau uji material. Sedangkan alat buatan Affan sudah dilengkapi destilator sehingga bisa digunakan untuk proses pirolisis yang mengubah sampah plastik jadi bahan bakar," ungkapnya.
Saat ini Affan terus melakukan pengembangan alat yang dibantu oleh Refandy Dwi Darmawan dari Fakultas Kehutanan UGM, dan mendapatkan dana pengembangan dari Program Mahasiswa Wirausaha UGM. (*)