Harga Cabai Melonjak di Pasaran, Petani Cabai di Bantul Raup Keuntungan

Harga komoditas cabai di pasar tradisional Bantul mengalami kenaikan cukup signifikan.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Seorang Petani, Wati, 40 tahun, sedang memanen Lombok Hijau dilahan pertanian miliknya di Desa Parangtritis Kretek, Bantul, Jumat (12/7/2019) 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Harga komoditas cabai di pasar tradisional Bantul mengalami kenaikan cukup signifikan.

Bahkan harganya sudah menembus angka puluhan ribu rupiah perkilogram.

Alhasil, petani cabai di Bantul merasa diuntungkan.

Satu di antaranya adalah Wati (40) seorang petani cabai di Bantul.

Pada musim tanam cabai di musim kemarau ini, ia mengaku cukup beruntung.

Pasalnya harga cabai mengalami kenaikan dibandingkan musim sebelumnya.

"Musim tanam cabai sebelumnya cuma Rp2 ribu per kilo. Tahun sekarang, lombok hijau ini saya jual ke pengepul Rp18 ribu per kilo," kata Wati, saat ditemui tengah memanen lombok hijau di sawahnya di Desa Parangtritis, Kretek, Bantul, Jumat (12/7/2019).

Wati sebenarnya menanam sejumlah jenis cabai di beberapa petak sawah.

Salah satu jenis cabai yang ditanam dan sedang panen adalah lombok hijau.

Ia menanam cabai-cabai  tersebut di lahan seluas sekitar 400 meter persegi.

Hari itu, saat ditemui, ia mengaku sedang panen yang ke-lima. Satu kali panen jumlahnya bervariasi.

Pertama panen mendapatkan 50 kilo. Berikutnya naik hingga mencapai 170 kilo dalam satu kali panen.

"Harganya sekarang bagus. Satu kilo Rp18 ribu. Kemarin sempat Rp22 ribu (per kilo). Kalikan saja," ungkap dia.

Berdasarkan keterangan Wati, apabila diasumsikan panen lombok hijau mendapatkan 170 kilo dengan harga Rp18 ribu perkilogram, maka dalam satu kali panen, Wati bisa mengantongi pendapatan Rp3.060.000.

Pendapatan yang terbilang cukup menguntungkan.

Pasalnya, di lahan seluas sekitar 400 meter persegi tersbeut, ia hanya mengeluarkan biaya bibit sekitar Rp240 ribu untuk pembelian 3 bok bibit. Masing-masing bok bibit senilai Rp80 ribu.

Tanaman Cabai Sedikit

Sebagai petani, Wati menduga lonjakan harga cabai pada musim kemarau ini disebabkan karena minimnya petani yang menanam cabai.

Ia menyebutkan, di lahan pertanian Parangtritis, kecamatan Kretek saja yang biasanya serempak, hanya segelintir lahan saja yang menanam cabai.

"Musim kemarau ini banyak yang nggak menanam cabai. Karena awal Maret kemarin, lahan (di Parangtritis) sempat kebanjiran. Jadi banyak yang nggak menanam cabai," ujar Wati, menjelaskan.

Ketika kebanjiran itu, menurut dia, banyak petani yang beranggapan akan kehabisan waktu tanam bawang merah ketika menanam cabai.

Sekedar informasi, diceritakan oleh Wati, di desa Parangtritis ada kesepakatan bersama yang dibuat oleh kelompok tani.

Ketika memasuki pertengahan Juli, seluruh lahan pertanian harus serempak menanam bawang merah.

Tujuannya untuk mengendalikan hama. Para petani di Parangtritis, bulan Juli, secara serempak masa tanam Bawang Merah.

Wati termasuk salah satu petani, seusai kebanjiran pada awal Maret itu, segera menanam cabai. Sehingga sempat menikmati keuntungan harga cabai yang tinggi.

Kendati kemudian, keuntungan yang didapatkan oleh Wati tidak berlangsung lama. Karena tanaman cabai miliknya terpaksa harus segera dicabut. Berganti dengan tanaman bawang merah.

"Panen (Lombok Hijau) ke lima ini harus dihabiskan. Karena mau dicabut. Sesuai aturan, batasnya sampai 20 atau 25 Juli. Mau diganti tanaman bawang merah," ujar dia, menjelaskan.

Diketahui, harga cabai di pasar tradisional Bantul meroket tinggi. Kenaikan harga paling tinggi terjadi pada cabai jenis rawit merah dan rawit lalap hijau. Perkilogram mencapai Rp 60 ribu .

Cabai jenis lainnya juga mengalami kenaikan. Seperti Lombok hijau yang biasanya di tingkat pasar Rp 25 ribu saat ini berada diangka Rp 35 ribu perkilogram. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved