Yogyakarta
Angka Kemiskinan di DIY Masih di Atas Rata-rata Nasional
Pemerintah Provinsi DIY menargetkan penurunan angka tingkat kemiskinan hingga 7 persen pada tahun 2022 mendatang.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Provinsi DIY menargetkan penurunan angka tingkat kemiskinan hingga 7 persen pada tahun 2022 mendatang.
Penurunan kemiskinan ini ditargetkan rata-rata 1 persen per tahun karena saat ini angka kemiskinan mencapai 11,81 persen di atas rata-rata angka nasional 9,66 persen.
Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X penanggulangan kemiskinan telah ditetapkan sebagai tema utama dalam RPJMD DIY 2017-2022 di samping YIA dan pembiayaan pembangunan.
Adapun ketimpangan tingkat kemiskinan terjadi di Kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul.
Dua Kabupaten ini mempunyai tingkat kemiskinan tertinggi.
• IKAL DIY dan UGM Jalin Kerjasama Hilirisasi Penelitian Agro untuk Pengentasan Kemiskinan di DIY
“Hanya yang membanggakan terjadi loncatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 10,62 tahun 2018 dari 5,97 pada tahun 2017, serta tingkat kemiskinan di kabupaten Kulon Progo turun dari 20,03 persen menjadi 18,30 persen atau sebesar 1,73 persen,” ujarnya, Rabu (10/7/2019).
Hanya, indikator yang lebih substantif adalah tingkat pembangunan manusia (IPM) DIY menempati peringkat tertinggi setelah DKI Jakarta (tahun 2018).
Elemen IPM terdiri dari pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan/pendapatan.
Indeks Pembangunan Desa (IPD) DIY tahun 2014 nilainya juga tertinggi dari semua provinsi di Jawa-Bali, dan Jawa-Bali tingkat rata-rata nilai IPD tertinggi dari tujuh kepulauan di Indonesia.
Sementara itu, empat kabupaten/kota mempunya nilai IPM diatas rata-rata nasional, sementara nilai IPM Kabupaten Gunungkidul berada dibawah rata-rata nasional.
• KEK Untuk Atasi Kemiskinan di Masyarakat Sekitar
“Pendapatan per kapita masyarakat Gunungkidul dan Kulon Progo berada di tingkat terendah dibanding kabupaten/kota lainnya,” ujarnya.
Menurutnya, perlu disusun sebuah strategi menyeimbangkan pertumbuhan antar kabupaten/kota.
Diperlukan pemikiran tentang parameter tersendiri (termasuk local indicator) untuk menghitung angka kemiskinan untuk penilaian kinerja DIY ke depan disesuaikan dengan melihat target RPJMD Tahun 2022 sebesar 7 persen.
Pihaknya pun mengajak kepada semua pihak untuk dapat memprioritaskan pengarusutamaan kemiskinan untuk semua program/kegiatan tahun 2020-2022 serta sinergitas program dan kegiatan antara Pemda dan Forum TSLP DIY.
Setiap kepala OPD dapat menjadi bapak asuh untuk mendampingi pengendalian/penurunan tingkat kemiskinan.
Hal ini perlu menjadi pertimbangan sebagai salah satu bentuk penilaian OPD yang terdapat di 15 kecamatan terpilih yang memerlukan perhatian lebih.
Selain itu, Pemda DIY juga memandang perlu ada pencanangan sebuah gerakan yang kita sebut “Gerakan Ayo Sejahtera” untuk menumbuhkembangkan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan.
“Tim Penanggungan Kemiskinan DIY untuk mengoptimalkan penrrimaan Zakat di Lingkungan Pemda DIY sebagaimana telah dilakukan Kabupaten/Kota se DIY untuk penanganan kemiskinan. Dan apabila hal ini bisa dilakukan penurunan angka kemiskinan akan cepat diwujudkan,” urainya.
Inclusion Error
Kepala Bappeda DIY, Budi Wibowo menjelaskan, beberapa permasalahan yang dihadapi DIY dalam penurunan kemiskinan karena terjadinya inclusion error.
Hal ini karena kesalahan sasaran penerimaan program kepada masyarakat yang sebenarnya tidak berhak tetapi menerima dan exclusion error, yaitu kesalahan yang terjadi karena orang yang seharusnya menjadi sasaran program pengentasan kemiskinan namun kenyataannya malah tidak menerima.
• Pakar PBB Ungkap Jutaan Orang Terancam Penyakit dan Kemiskinan akibat Perubahan Iklim
“Penyebanya adalah Ketidaksesuaian data dalam pendataannya. Kondisi masyarakat yang berubah (sebelumnya miskin menjadi tidak miskin, atau sebaliknya), serta tidak maksimalnya proses verifikasi dan validasi (verivali),” urainya.
Proses verivali sesuai aturan yang berlaku, sehingga inclusion dan exclusion error tidak terjadi. Hal ini sesuai Permensos No 28 tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Kepala BPS DIY, JB Priyono dalam paparannya menjelaskan untuk menentukan anggota masyarakat itu kategori miskin atau tidak tersebut yang dahulu hanya melalui beberapa variable/kriteria. Saat ini ada 58 kriteria/ variabel yang menentukan.
“Penyebabnya adalah the last menerima informasi berbagai kebijakan pemerintah dipaling belakang, the list masyarakat miskin mendapatkan informasi kebijakan pemerintah juga paling sedikit dan the lost masyarakat miskin sama sekali tidak mendapatkan informasi kebijakan pemerintah atau bahkan tidak tahu sama sekali,” urainya. (TRIBUNJOGJA.COM)