Nasib Rumah Gadang, Pusaka Adat yang Kini Tak Lagi Sebesar Namanya

Rumah gadang termasuk dalam harta pusaka tinggi yang diwariskan secara matrilineal, karena diperuntukkan hanya untuk perempuan

Editor: iwanoganapriansyah
NGI/Muhammad Alzaki Tristi
Rumah gadang Datuk Maajo Basa yang ditinggalkan penghuninya merantau. Rumah gadang kini banyak yang ditinggalkan, terbengkalai, dan mengalami kerusakan. 

Daerah ini berada di ketinggian 500-700 meter dari permukaan laut. Nagari ini tersusun dari empat dusun, yaitu Pariangan, Padang Panjang, Guguak, dan Sikaladi. Lokasi nagari ini berada di kaki Gunung Marapi, dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan pedagang.

Nagari Pariangan terletak di ketinggian 500-700 meter dari permukaan laut, di kaki Gunung Marapi.
Nagari Pariangan terletak di ketinggian 500-700 meter dari permukaan laut, di kaki Gunung Marapi. (NGI/Muhammad Alzaki Tristi)

Kebanyakan lahan pertanian di Nagari Pariangan dimiliki secara bersama, terikat sebagai harta pusaka yang dimanfaatkan secara bergantian. Sawah pusaka tidak mudah untuk digadaikan atau diperjualbelikan, terkecuali atas seizin kaum melalui musyawarah bersama datuk dan ninik mamak.

Dengan jumlah kepemilikan lahan pertanian yang terbatas, sawah hanya bisa diolah secara bergantian oleh anggota kaum tertentu.

Masyarakat yang tidak mendapatkan bagian dari sawah pusaka kaum memilih untuk bermigrasi ke tanah rantau untuk mencari pekerjaan lain.

Seperti Darwis, warga dari Jorong Pariangan yang menceritakan pengalamannya bekerja sebagai teknisi pabrik di Pekanbaru selama 14 tahun, karena tidak memiliki sawah pusaka untuk diolah di kampung halaman.

“Bagi orang yang memiliki sawah pusaka tentulah bisa bertani, sedangkan orang seperti saya tidak memiliki sawah sama sekali, maka dari itu saya pergi merantau,” jelas Darwis.

Merantau menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Nagari Pariangan. Pasalnya, peluang kerja begitu terbatas di kampung halaman, sehingga merantau telah menjadi tradisi bagi laki-laki di Minangkabau.

Tradisi Merantau

Jeffrey Hadler (1968- 2017) seorang peneliti asal Amerika Serikat menuliskan politisasi budaya Minangkabau pada 1910-an dan 1920-an. Inilah masa ketika kontroversi publik antara matriarkat, Islam reformis, dan progresivisme mendominasi pergerakan dan masyarakat Minangkabau.

Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tanah Datar menunjukkan perempuan di Nagari Pariangan terus bermigrasi atau merantau setiap tahunnya.

Dalam lima tahun terakhir (2013-2018), para perantau perempuan di Nagari Pariangan berjumlah 194 orang, yang tersebar baik di luar daerah maupun di luar provinsi.

Kebanyakan dari mereka pergi merantau untuk berdagang, atau pergi bersama suaminya bekerja di tanah rantau. Persoalan ini menjadi faktor umum yang membuat rumah-rumah gadang kian merana.

Pada saat perempuan penghuni rumah gadang atau limpapeh meninggalkan kampung halaman, satu demi satu melepaskan tanggung jawabnya sebagai pewaris rumah kebesaran kaum ini.

Nasib Rumah Gadang

Rumah gadang yang ditinggalkan rentan mengalami kerusakan, seperti kebocoran pada bagian atap. Tetesan air hujan membuat kayu lapuk secara perlahan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved