Kisah Mbah Atmo Wiyono, Perajin Sekaligus Penjaga Terakhir Dolanan Tradisional Anak dari Bantul
Selama puluhan tahun, Mbah Atmo Wiyono tetap konsisten menjaga supaya warisan leluhur itu tetap ada dan lestari.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Mbah Atmo sendiri mengaku sudah puluhan tahun membuat permainan tradisional untuk anak-anak.
Keterampilan itu ia peroleh secara turun temurun dari sang Ibu.
Namun ia lupa waktu pastinya.
Ia hanya menyebutkan mulai membuat dolanan tradisional sejak zaman yang ia sebut dengan istilah "gegeran Londo."
"Sudah puluhan tahun. Sejak masih kecil, diajari Ibu membuat mainan ini," ujar Mbah Atmo, yang saat ini menginjak usia 81 tahun.
Dikatakannya, zaman dimana permainan tradisional masih banyak peminatnya, Mbah Atmo mengaku sempat berjualan keliling menuju pasar - pasar tradisional.
Misalnya saja ke Mangiran, Barongan hingga pasar Godean Sleman.
"Jualan keliling jalan kaki. Berangkat dari rumah jam 01.00 malam. Kadang juga jam 03.00 malam. Sekarang sudah tua, ya di rumah saja," tuturnya, lalu terkekeh.

Dihargai Murah
Kini, di rumah sederhana, Mbah Atmo membuka semacam showroom kecil.
Dalam bangunan tersebut berisikan sejumlah permainan tradisional yang merupakan hasil dari buah tangannya.
Permainan tradisional kreasi dari Mbah Atmo itu dijual dengan harga yang relatif murah.
Misalkan saja otok-otok, dijual dengan harga Rp3 ribu, wayang kertas Rp10 ribu dapat tiga, ada pula Angkrek, kurungan, kitiran dan kluntungan, yang masing-masing dihargai Rp2.500.
Meski dijual murah nyatanya tidak setiap hari permainan tradisional ini laku terjual.
Kata Mbah Atmo, pembeli biasanya datang dari guru yang mengajak anak-anak sekolah datang ke rumahnya.