Mengungkap Misteri Perempuan Bahu Laweyan, Jika Menikah Pasangannya Selalu Meninggal
Mitos atau misteri ini memang jamak dikenal dalam kultur Jawa. Manusia panan itu dijuluki perempuan bahu laweyan.
Cukup lama waktu yang dihabiskan untuk tafakur pada tiap-tiap makam. Saat banyak pengunjung mulai meninggalkan penkuburan, ia masih betah berlama-lama merenung di sisi makam yang entah keberapa.
“Kasihan, Bu Tinah itu orangnya baik tapi kok ya nasibnya buruk. Selain mkam bapak-ibunya, ketiga makan itu adalah kubur para suaminya,” cetus Pak Dipo, juru kunci kuburan, saat melihat wanita tersebut berjalan keluar kompleks kuburan.
Tangan kurus Pak Dipo yang penuh otot menunjuk ke makam-makam suami Bu Tinah yang letaknya di ketinggian dan saling berdekatan.
“Di sana, nisan putih itu makam suami pertamanya, lalu yang kedua bernisan abu-abu, sedang yang ketiga masih berupa patok kayu.”
Pak Dipo yang sudah bertugas sebagai penjaga kubur sejak seperempat abad silam itu mengaku, kenal betul sekaligus kagum terhadap ketegaran Bu Tinah.
“Bayangkan, dalam waktu kurang dari sepuluh tahun tiga kali ia ditinggal mati suaminya. Itu juga, kata keluarganya, tanpa didahului pertanda, firasat, apalagi kok sakit,” Pak Dipo menjelaskan.
“Tapi, dengar-dengar lo, kabarnya Bu Tinah akan menikah lagi dengan teman kantornya beberapa bulan mendatang. Syukurlah. Semoga bisa langgeng tidak seperti yang sebelumnya, dan bisa memperoleh keturunan. Kalau saya ya, mungkin sudah takut dan kapok untuk berumah tangga lagi,” ujarnya lagi setengah prihatin.
Tragis. Itulah kesan setiap orang bila mendengar nasib malang Bu Tinah.
Namun sebenarnya, Bu Tinah bukanlah satu-satunya insan yang terus-menerus dirundung malang kehilangan suaminya.
Paranormal dari Kotagede, Yogyakarta, Supriyadi membenarkan keberadaan fenomena tersebut dengan kondisi yang persis diutarakan oleh Pak Dipo.
“Dalam masyarakat Jawa, orang yang berulang kali ditinggal mati pasangannya secara mendadak tanpa sempat menurunkan anak sering disebut bahu laweyan.”
Supriyadi yang sering dimintai tolong menyembuhkan penyakit non-medis mengkategorikan bahu laweyan sebagai manusia "cacat" sejak lahir atau manusia "panas" yang mendatangkan malapetaka bagi pasangan hidupnya.
Meski lebih sering perempuan, bahu laweyan bisa terwujud baik pada diri lelaki atau perempuan.
"Saya sendiri tidak tahu mengapa, mungkin sudah kodrat," ujar tokoh spiritual yang enggan disebut sebagai dukun atau paranormal itu.
Dalam menentukan pasangan hidup, keluarga Jawa pasti akan melihat semua segi latar belakang calonnya.