57 Detik yang Mencekam . . .
Kemungkinan besar tak hanya satu sesar saja yang aktif di Yogyakarta, melainkan ada empat sesar yang berkontribusi pada gempa tahun 2006 silam
Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
57 Detik yang Mencekam . . .
TRIBUNJOGJA.com, YOGYA - Pagi itu saya masih terlelap di atas selembar kasur yang sudah tipis. Hanya sesekali membuka mata untuk memastikan masih ada waktu untuk bersantai sebelum nanti pergi ke kampus.
Tidak ada yang aneh. Pagi hari 27 Mei 2006 itu seperti pagi yang lainnya.
Teman-teman kos di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul ini sudah ada yang beraktivitas, ada juga yang masih di dalam kamar. Biasanya, jam sibuk mulai terjadi pada pukul 7 pagi. Karena kami kompak antre menuju kamar mandi.
Namun, tanpa ada tanda-tanda atau keanehan lainnya. Tepat pada pukul 05:55:03 WIB, saya yang masih antara sadar dan tidak, dikejutkan dengan suara gemuruh disusul suara retakan-retakan tembok.
Bruggg...bruggg...krekkk...krekkkk...
Apa ini? Pikirku saat itu.
Dalam hitungan detik, badan ini langsung terlempar ke sisi kiri dan kanan berguling di lantai kos.
Lemari pakaian dan rak buku jatuh...brakkkk! Nyaris saja menimpa badanku.
Bukan cuma ke kanan dan ke kiri, badan ini juga seperti diangkat kemudian dijatuhkan kembali.
Ya Allah....gempa!!!
Kami semua baru tersadar setelah beberapa detik digoncang ke kanan dan ke kiri atau gerakan horizontal, serta gerakan ke atas dan ke bawah atau gerak vertikal.
Kami semua berteriak 'gempaaaa!' disusul kumandang takbir. Sambil lari tak tentu arah yang penting keluar dari kamar.
Gempa itu berlangsung 57 detik. Goncangan yang membuat tubuh ini tak berhenti bergetar, merinding merasakan goncangan yang belum pernah saya sendiri rasakan seumur hidup.
Alhamdulillah, kos kami yang berlantai 2 ini masih mampu bertahan dari goncangan yang dahsyat itu. Sementara di sisi kanan dan kiri tempat kos, kami melihat rumah-rumah yang sudah ambruk, rata dengan tanah.
Apakah 'teror' ini sudah berakhir? belum.
Gempa susulan masih terjadi pada pukul 06:10 WIB, kemudian pukul 08:15 WIB dan pukul 11:22 WIB. Serta gempa-gempa kecil yang tak terhitung jumlahnya.
Suasana mencekam juga terjadi selang satu jam setelah gempa utama.
Ribuan masyarakat tumpah ke jalanan, mereka lari ke arah utara sambil berteriak 'air naik.....! air naik...!'.
Pikiranku langsung tertuju pada kejadian mengerikan di Banda Aceh, pada tahun 2004 yakni gempa disusul terjangan tsunami.
Benarkah akan terjadi tsunami?
'Tidak mungkin, tsunami tidak akan sampai sini," pikirku saat itu.
Namun untuk berjaga-jaga saya berdiam di lantai dua sambil terus merasakan getaran-getaran gempa.
Orang-orang lari dari arah selatan menuju ke utara. Sementara yang dari utara, juga lari menjauh menuju ke Selatan. Penyebabnya adalah kabar bahwa Gunung Merapi akan meletus.
Dapat dibayangkan bagaimana kacaunya situasi saat itu, ketika orang-orang dari utara dan selatan bertemu di tengah kota dalam kondisi panik.
'Teror' ini kami rasakan sampai malam hari. Dan kami justru tidak tahu tingkat kerusakan dan jumlah korban meninggal saat itu. Karena semua saluran komunikasi dan listrik putus. Kami terisolasi bahkan tidak bisa memberi kabar keluarga-keluarga kami yang berada di luar Jogja.
Kekuatan Gempa
Hari ini 27 Mei 2019, tepat 13 tahun lalu gempa yang menewaskan lebih dari 6000 orang ini terjadi
BMKG mencatat gempa itu berkekuatan 5,9 SR sementara USGS mencatat 6,2 SR.
Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG, posisi episenter gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km. Itu di release sesaat setelah terjadi gempa.
Setelah data dari berbagai Stasiun yang dipunyai jejaring BMG dan dilakukan perhitungan, update terakhir BMG menentukan pusat gempa berada di 8.03 LS dan 110,32 BT(update ke tiga) pada kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3 SR Mw (Magnitude Moment).
USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.
Sesar Opak
Sementara itu, berdasarkan penelitian berjudul Karakterisasi Sumber Gempa Yogyakarta 2006 berdasarkan Data GPS yang dipublikasikan dalam Jurnal Geologi Indonesia Volume 3, 1 Maret 2008, diketahui bahwa gempa tersebut berasal dari sesar opak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cecep Sulaeman, Lestari Cendekia Dewi, dan Wahyu Triyoso itu pun disebutkan bahwa terjadi pola arah perpindahan dan pola arah anomali positif strain geser maksimum yang menunjukkan bahwa sesar berarah barat daya-timur laut.
Pola perpindahan tersebut menunjukkan jenis sesar mendatar mengiri.
Sementara episentrum gempa bumi diduga berlokasi lebih kurang 10 km sebelah timur Bantul yang ditunjukkan oleh anomali positif strain geser maksimum.
Analisa lainnya disampaikan Rovicky Dwi Putrohari, dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Pria yang juga menjabat sebagai Vice President Exploration di Saka Energi Indonesia, Geological Advisor di Hess SEA Exploration serta Geological Advisor di Hess Sdn Bhd ini, memaparkan analisanya lewat blog yang beralamat di rovicky.wordpress.com.
Berdasarkan analisanya, kemungkinan besar tak hanya satu sesar saja yang aktif di Yogyakarta, melainkan ada empat sesar yang berkontribusi pada gempa tahun 2006 silam.
Sesar pertama, yakni sesar opak.
Namun begitu, ia mencatat adanya sesar kedua yang berada sekitar 10 kilometer sebelah barat sesar opak.
Sementara sesar ketiga yakni sesar yang melintas dari Prambanan ke arah tenggara dan melintasi wilayah Gantiwarno, Klaten.
"Sesar ini jadi batas utara pegunungan sewu," demikian tulisnya dalam artikel berjudul Empat Patahan dalam Gempa Yogya.
Sementara itu, sesar keempat yakni berada di Parangtritis mengarah ke barat daya.
Berdasarkan analisa yang ia buat, ada kesimpulan sementara yakni terdapat empat sesar yang aktif ketika gempa mengguncang Yogya 2006 silam.
Adapun, sejumlah gempa kecil yang berpusat di sekitar Sesar Opak pascagempa besar 27 Mei 2006 antara lain gempa berkekuatan 3,4 SR pada 24 Maret 2008 pukul 22.18.
Gempa lainnya terjadi pada 21 Agustus 2010 malam dengan kekuatan 5,0 SR. Pusat gempanya sekitar 27 kilometer timur Sesar Opak.
Selain itu, pada tanggal 11 November 2011 juga terjadi gempa dengan kekuatan 3,0 SR. Episentrum gempa berada di kedalaman 10 kilometer, sekitar 12 kilometer barat daya Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, atau pada posisi 7,98 Lintang Selatan-110,49 Bujur Timur.
Dalam artikel yang diterbitkan kompas.com pada 17 November 2011, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Yogyakarta Toni A Wijaya mengatakan, pusat gempa berasal dari sekitar Patahan Opak.
Ia menduga sesar atau patahan purba itu masih aktif. Meski demikian, kekuatan pada gempa-gempa yang ditimbulkan umumnya relatif kecil. (*/pengalaman penulis/berbagai sumber)
