Jawa
Beduk Karya Perajin asal Grabag Magelang Rambah Pasar Internasional
Perajin berusia 61 tahun itu sudah 28 tahun membikin instrumen penanda waktu salat di masjid tersebut.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Beduk hasil karya Zaemadi (61), perajin bedug asal Dusun Bleder RT06/06, Desa Ngasinan, Kecamata Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, ternyata tak hanya dikenal di nasional saja, tetapi bisa tembus hingga pasar internasional.
Perajin berusia 61 tahun itu sudah 28 tahun membikin instrumen penanda waktu salat di masjid tersebut.
Sejak tahun 1991, hingga tahun 2019 ini, ada ratusan beduk yang telah dibuatnya.
Dari beduk ukuran biasa berdiameter 80 sentimeter dengan panjang 1,25 meter hingga beduk berdiameter 130 sentimeter, panjang 160 sentimeter.
• Warga Turi Sulap Mesin AC Jadi Robot Raksasa Pemukul Bedug
Dari yang seharga Rp 15 juta, sampai yang terjual Rp 52,5 juta.
Beduk-nya pun telah dikirim ke berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Medan, Riau.
Di luar negeri, beduk-nya sudah sampai Italia dan paling banyak dipesan dari Malaysia.
"Saya membuat beduk sejak tahun 1991. Dulu sebelum bikin ini, saya kerja bakul sapi, tetapi bangkrut. Rumah saya jual buat bayar utang. Setelah itu nyoba peruntung ke jakarta, jadi buruh apa saja. Lalu pulang lagi, bikin arang dan dijual. Sampai akhirnya bikin beduk ini," kata Zaemadi, saat ditemui di rumah produksi beduknya.
Untuk satu beduk, lama pengerjaannya bervariasi.
Ada yang hanya delapan bulan, tetapi juga ada yang sampai setahun lebih.
Proses pengeringan kayu yang memakan waktu cukup lama, hingga setahun.
Pembuatannya relatif cepat, beberapa bulan saja, tergantung tingkat kesulitan.
"Lama pengerjaan, semisal kalau tebang pohonnya bulan satu, maka harus menunggu delapan bulan sampai setahun untuk mengeringkan kayunya. Proses pengeringannya masih manual, dengan sinar matahari sehingga waktu lama," ujar Zaemadi.
• Perajin Kuwalan Layani Pesanan Bedug
Kayu yang digunakan dari pohon Sengon, Albasia, dan Munggur yang memiliki diameter yang besar.
Pohon dengan diameter besar tersebut sudah jarang ditemukan di Magelang, sehingga kayu harus diambil dari wilayah Purworejo, Semarang, dan Temanggung.
Harga kayu kurang lebih Rp 40 sampai 60 juta.
Bentuknya potongan-potongan kayu yang besar.
Kurang lebih kayu itu dapat dibikin lima beduk.
Setelah dikeringkan, bahan kayu itu langsung dikreasikan jadi beduk.
Zaemadi dibantu oleh 10 pekerja perajin bedug.
Begitu kayu sudah terbentuk beduk.
Tahap selanjutnya adalah pengulitan.
Kulit beduk sendiri juga dicarikan kulit sapi yang khusus.
Kulit sapi jawa terutama.
Kulit sapi varietas itu dinilai lebih kuat.
Sementara untuk kulit sapi peranakan metal atau lainnya, kulitnya terlalu tebal.
Bagian luar beduk juga diukir dengan ornamen-ornamen bunga dan kaligrafi.
Begitu juga tiang-tiang penyangganya.
Di badan beduk, diukir sebait lafal dari bacaan azan ''Hayya Alas Salah, Hayya Alal Falah'' artinya Mari menunaikan salat, Mari meraih kemenangan".
Badan beduk dicat sesuai permintaan, lalu dipernis agar mengkilat. Begitu juga tiang penyangganya.
• Hari Pertama Masuk Siswa Diajak Buat Bedug
"Ada 10 orang perajin yang bekerja membantu membikin dan mengukir beduk. Ukiran kaligrafi yang dibuat secara manual sesuai permintaan, tetapi umumnya adalah bacaan Hayya Alas Salah dan Hayya Alal Falah, yang berisi seruan atau ajakan untuk salat. Seperti halnya azan, beduk ini juga berfungsi memberikan penanda dan mengingatkan orang-orang untuk salat," katanya.
Beduk buatan Zaemadi dan para perajin diklaim tahan lama hingga puluhan tahun.
Ratusan beduk yang dibuat dari tahun 1991, tak ada satupun yang dikembalikan rusak.
Zaemadi juga memilih cara manual tanpa mesin untuk membuat produk beduk-nya.
"Kalau dihitung, saya pikir tak terhitung ya. Ratusan mungkin, dan banyak yang masih awet sampai sekarang. Saya tak pernah mendapat pengembalian beduk, karena rusak atau apa. Tahan lama dan awet," tutur pria beranak lima tersebut.
Beduk karya Zaemadi dan rekan-rekan perajin yang tergabung dalam Agung Workshop sendiri masih terus bekerja membikin beduk.
Beduk bikinannya telah dipamerkan di berbagai daerah dan pameran, juga telah tersebar di daerah-daerah tingkat nasional maupun mancanegara.(TRIBUNJOGJA.COM)