BMKG Yogyakarta Sebut Akhir Mei Wilayah Yogyakarta Masuk Musim Kemarau
Berdasarkan data yang dirilis dari BMKG, ada empat Kabupaten di DIY yang mengalami kekeringan ekstrem
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Iwan Al Khasni
“Kalau berbicara pancaroba, berarti berbicara transisi dan cuaca ekstrim masih rawan terjadi seperti di Ngaglik belum lama ini. Masyarakat juga perlu kesiapan pada
kawasan rawan longsor,” jelasnya.
Perlu diketahui, dari data tahun lalu ada sedikitnya 16 kecamatan yang tersebar di empat kabupaten mengalami kekeringan ekstrem.
Hal ini lantaran tidak adanya hujan berturut-turut dalam jangka waktu lebih dari 60 hari di wilayah tersebut.
Berdasarkan data yang dirilis dari BMKG, ada empat Kabupaten di DIY yang mengalami kekeringan ekstrem ini.
Diantaranya adalah Bantul yang meliputi kecamatan Imogiri, Pandak, Sewon, Kretek, Pundong. Gunungkidul (Paliyan, Ngawen, Playen, Rongkop, Wonosari, Semanu, Semin).
Untuk Sleman meliputi Moyudan dan Ngaglik, Kulonprogo (Kalibawang dan Kokap).
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DIY, Halik Sandera menjelaskan, dalam waktu jangka pendek, pemerintah bisa memetakan potensi sumber air yang bisa
dimaksimalkan untuk pemenuhan kebutuhan air warga dan mendorong kemandirian dalam pengelolaannya.
“Pengangkatan air skala kecil atau desa jika ada potensi untuk dimanfaatkan bisa dilakukan," jelasnya.
Sementara, untuk jangka panjang perlindungan kawasan penyimpan mata air adalah dengan penerapan kebijakan moratorium secara permanen atau larangan penghancuran bukit-
bukit karst yang berfungsi sebagai tempat masuknya air saat musim hujan.
Pembatasan pemanfaatan Kawasan karst, khususnya dari kegiatan/usaha yang berpotensi merusak
dan atau mencemari pun juga penting dilakukan.
Untuk Sleman dan Kulonprogo perlu memastikan kawasan hutannya berfungsi dengan baik.
Dia juga menyebut lereng Merapi sampai saat ini masih banyak eksploitasi lahan untuk tambang, sehingga fungsi sebagai kawasan imbuhan tidak maksimal.
Kulonprogo, kata dia, mempunyai bukit Menoreh sebagai kawasan hutan dan sekaligus rawan longsor saat musim hujan.
Sehingga, perlu pengelolaan terbatas dengan mengembalikan fungsinya sebagai kawasan penyangga.
Wakil Ketua DPRD DIY, Arif Noor Hartanto mengatakan, pengangkatan sumber air pun bisa dilakukan untuk solusi kekeringan jangka panjang.
Pos anggaran dari dana tak terduga bisa dipergunakan untuk mengangkat sumber mata air tertentu yang distribusikan ke daerah sendiri.
“Bisa mengambil air dari mata air daerah lain selama tidak menimbulkan kerusakan mata air,” jelasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)