Cleopatra Sang Ratu Terakhir Mesir
Intrik Politik Menggulingkan Cleopatra dan Tewasnya Para Pemimpin Gerakan Kudeta
Cleopatra, yang hanya membawa salah satu temannya (Apollodorus the Sisilia), naik perahu kecil dan mendarat di istana ketika hari sudah mulai gelap.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Caesar puas atas kepemimpinan Cleopatra yang memerintah Mesir. Kombinasi keduanya hebat, cerdas, strategi berhasil dan punya ikatan kuat saling menghormati.
Pada 46 SM, Caesar kembali ke Roma dan, tak lama setelah itu, membawa Cleopatra, putra mereka, dan seluruh rombongannya untuk tinggal di sana.
Dia secara terbuka mengakui Caesarion sebagai putranya (meskipun bukan pewarisnya) dan Cleopatra sebagai pendampingnya.
Karena Caesar sudah menikah dengan Calpurnia pada saat ini, dan hukum Romawi yang menentang bigami benar-benar dipatuhi, banyak anggota Senat, serta masyarakat, kecewa dengan tindakan Caesar.
Cleopatra kesulitan menempatkan dirinya di tengah elite Roma yang tidak menyukainya. Namun mereka terus tampil di depan umum bersama.

Ketika Caesar dibunuh pada 44 SM, Cleopatra melarikan diri dari Roma bersama Caesareon dan kembali ke Aleksandria.
Tangan kanan Caesar, Mark Antony, bergabung dengan Octavianus dan temannya Lepidus untuk mengejar dan mengalahkan para konspirator yang telah membunuh Caesar.
Setelah Pertempuran Phillipi, di mana pasukan Antony dan Oktavianus mengalahkan orang-orang Brutus dan Cassius, Antony muncul sebagai penguasa provinsi-provinsi timur, termasuk Mesir. Sementara Oktavianus menguasai barat.
Pada 41 SM, Cleopatra dipanggil untuk muncul di hadapan Mark Antony di Tarsus untuk menjawab tuduhan yang telah dia berikan bantuan kepada Brutus dan Cassius.(Tribunjogja.com/ancient.eu/xna)