Misteri Makam Planden
Temuan Planden Terdata Sejak 1980, Koleksinya Kini Ada di Tangan BPCB
Tim BPCB DIY dipimpin Kepala Unit Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB DIY, Andi Muhammad Taufik, Senin (25/3/2019) bertemu Dukuh Planden
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Temuan Planden Terdata Sejak 1980, Koleksinya Kini Ada di Tangan BPCB
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY memastikan semua temuan benda purbakala dari makam Planden, Sendangrejo, Minggir, Sleman, terdata, terdokumentasikan, dan terlestarikan di lembaga tersebut.
Kepastian diperoleh dari buku besar data inventaris temuan Planden pada tahun 1980. Kala itu BPCB masih bernama Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala (SPSP). Data tertulis ini menjawab keraguan sejumlah warga Planden dan komunitas sejarah terkait keberadaan artefak kuna dari makam dusun itu.
Batu Berelief Sosok Lelaki Tua Berjenggot Itu Ditemukan Tak Sengaja di Makam Planden, Sleman
Arca Mungil Ini Bisa Bantu Menguak Misteri Candi Kuna di Bawah Makam Planden Sleman
Tim BPCB DIY dipimpin Kepala Unit Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB DIY, Andi Muhammad Taufik, Senin (25/3/2019) bertemu Kepala Dukuh Planden, Nuryanto, sekaligus meninjau lokasi makam dusun yang menampakkan jejak-jejak kuna masa Mdang Mataram.

“Seperti dalam buku itu, terdata secara jelas temuan-temuan Planden sejak 1980. Ada dua yoni berikut lingganya, kemuncak candi, arca-arca termasuk arca nandi, yasti, kala makara, dan beberapa fragmen kecil lain,” kata Taufik kepada Tribunjogja.com di lokasi makam Planden, Senin sore.

Sebelum meninjau ke lapangan, Andi Muhammad Taufik berdiskusi sekaligus mensosialisasikan ketentuan tentang BCB di hadapan Kepala Dukuh Planden di rumahnya. Secara khusus, Taufik menjelaskan ketentuan-ketentuan menyangkut aspek pidananya.
Dalam pemberitaan sebelumnya terkait kisah kekunaan di makam Planden ini, dua warga yang mengetahui keberadaan artefak-artefak itu bersaksi, pernah ada kegiatan pemindahan pada tahun 1992 atau 1993.
Saat itu, Kepala Dukuh Planden yang kini sudah almarhum, mengatakan batu-batu di sekitar makam Mbah Soma, akan dipindahkan ke purbakala. Sementara yang tersisa di makam dibiarkan karena sudah terpasang di pagar makam.

Artefak yang tersisa di makam terdiri dua fragmen antefik berelief sosok perempuan, relief kala makara berukuran kecil, fragmen batu berelief tupai, serta relief sulur-sulur tanaman. Sisanya blok-blok batu andesit bertakik, dan beberapa bagian kemuncak dan dinding candi.
Mbah Hadi Mulyono, warga Planden yang membuat pagar makam Mbah Soma, mengaku pernah melihat tumpukan batu-batu besar dan ada arca serta benda besar lainnya. Ia hanya menggunakan batu-batu persegi yang bertumpuk di sekitar makam itu.

“Jumlahnya banyak, nggak pernah ambil batu dari tempat lain,” tambahnya. Sebagai tukang batu, Mbah Mul tahu persis apa saja batu-batu yang kala itu ada di permukaan sekitar makam.
Selain menyebut banaspasti, Mbah Mul juga menyebut ada arca-arca, pahatan bentuk binatang seperti monyet, gajah, kelabang, burung di blok-blok batu yang dalam istilah Mbah Mul disebut watu gilang.
“Ada juga batu bancikan padasan, agak besar. Di atasnya ada batu bulat,” jelasnya. Posisinya dulu di sebelah selatan makam Mbah Soma. Bertahun-tahun bancikan padasan dan arca itu tidak pernah tersentuh dan diusik siapapun.

Dalam hal kepurbakalaan dan percandian, yang dimaksud banaspati diduga ornamen kala makara. Sedangkan padasan adalah yoni lingga. Kala makara umumnya ditempatkan di atas pintu masuk candi, sebagai simbol pengusir bala.
Sedangkan yoni lingga, merupakan sepasang simbol penting dalam kepercayaan Hindhu dan Siwa. Keduanya menjadi perlambang Dewa Siwa dan istrinya Dewi Parwati. Kerap juga dijadikan perlambang kesuburan dan kemakmuran.

Yoni dan lingga dalam khasanah bangunan pemujaan, umumnya ditempatkan secara terhormat di bangunan induk. Contoh paling mudah ada di Candi Ijo, Candi Kedulan, Candi Sambisari, dan candi-candi lain yang bercorak Siwa.
Namun ada pula yoni yang ditempatkan di sawah, tegalan, atau lading-ladang pertanian. Benda itu biasanya dipakai untuk upacara suci terkait ritus pertanian, karena yoni dianggap perlambang kesuburan.
Nuryanto, Kepala Dukuh Planden --sebelum data lama BPCB dibuka kemarin--, menggeleng saat ditanya ke mana benda kuna itu diangkut. “Itu zaman Pak Dukuh sebelum saya. Saya tidak tahu ke mana dibawanya,” kata Nuryanto di rumahnya.

“Saya waktu itu masih muda. Kejadiannya kalo tidak salah 1992 atau 1993. Pakai katrol angkat yoninya. Banyak warga yang menyaksikan,” tambah Nuryanto yang tak lain keturunan Mbah Soma, yang pagar makamnya dibangun menggunakan batu-batu candi.
Setelah disodorkan data masa SPSP, Nuryanto baru menggut-manggut, dan paham benda-benda dari sekitar makam leluhurnya itu memang sudah di tangan BPCB. Ia mengaku familier dengan yoni lingga yang pernah dilihatnya di depan makam Mbah Soma.
“Iya, betul ini yoninya. Ada ceratnya masih bagus. Lingganya terpisah, ada di lembar lain,” kata Nuryanto sembari membolak-balik lembar arsip BPCB itu di tangga makam Mbah Soma. “ Arcanya juga sama, ada mustoko (kemuncak), dan arca lembu njerum (nandi),” lanjutnya.

Andi Muhammad Taufik berharap setiap pihak yang merasa melihat, menemukan, mendapat informasi tentang artefak kuna bisa melaporkan dan mengonfirmasikan ke BPCB DIY. “Sehingga bisa dicek datanya di arsip supaya jelas,” katanya.
Menurut Taufik, dilihat dari jejak-jejak temuan permukaan, diperkirakan bangunan di makam Planden pada masa kuna dulu adalah candi. “Ukurannya mungkin seperti Candi Sambisari. Ini masih perkiraan melihat yang nampak di permukaan,” katanya.

Untuk mengetahui secara jelas apa yang dulu pernah berdiri di makam tersebut, diperlukan penelitian mendalam dan menyeluruh. Namun di sisi lain, BPCB DIY juga mempertimbangkan efek sosialnya, karena letak jejak kekunaan itu ada di sebuah makam yang masih difungsikan.
“Seperti jejak di makam Gaten, Tempel, Sleman, itu juga tidak mudah karena ada di sebuah makam yang digunakan empat dusun. Juga ada makan milik perorangan. Kita menimbang dampak sosialnya jika digali untuk diteliti,” lanjut Taufik.(Tribunjogja.com/xna)