Kulon Progo

Jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kulon Progo Cukup Tinggi

Sekitar 1.500 orang dengan gangguan jiwa dan 10 persennya atau sekitar 156 orang mengidap gangguan jiwa kategori berat.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
Berita Kulonprogo 

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mereaktivasi Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) untuk menangani masalah gangguan kesehatan jiwa di wilayahnya.

Hal ini menjadi upaya untuk menumbuhkan peran positif masyarakat dalam menghadapi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah setempat.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kulon Progo, Baning Rahayujati mengatakan jumlah ODGJ di Kulon Progo masih termasuk yang tertinggi di Yogyakarta.

Dalam catatan Dinkes, saat ini ada sekitar 1.500 orang dengan gangguan jiwa dan 10 persennya atau sekitar 156 orang mengidap gangguan jiwa kategori berat.

Mayoritas ODGC di Kulon Progo menurutnya terhitung kronis atau sudah lama mengidap dan bahkan ada yang sejak masih anak-anak.

"Kebanyakan tidak tertangani dengan baik sejak kecil maupun ketika dewasa. Ini jadi permasalahan yang sering terjadi. Upaya kami, sekarang di semua kecamatan sudah diinisiasi pembentukan TKJM dan kami bersama UGM membuat model pengelolaan jiwa. Program kami lebih kepada menyiapkan masyarakat karena ODGJ bukan hanya masalah kesehatan saja tapi lintas sektoral," kata Baning pada Tribunjogja.com, Selasa (26/3/2019).

Meski banyak dipengaruhi faktor genetik, hal terpenting dalam menyikapi penyakit gangguan kejiwaan itu menurutnya adalah memahami predisposisi (latar belakang penyebab), ketahanan mental, dan juga respon lingkungan sekitarnya.

Penanganan ODGJ harus melibatkan keluarga sebagai detektor utama atas pola gangguan jiwa itu.

Pascapengobatan dan terapi kejiwaan, ODGJ yang sudah kembali di tengah lingkup sosial juga membutuhkan dukungan keluarga dan masyarakat sekitar rumah.

Baca: Kasus HIV/AIDS di Kulon Progo Cenderung Meningkat

Terutama untuk memelihara kondisi kejiwaannya supaya tidak kambuh.

ODGJ menurutnya bukan melulu tentang penyakitnya melainkan juga permasalahan sosial yang cukup kompleks.

Meskipun beberapa pengidap sudah menjalani pengobatan dan terapi kejiwaan, kerap terjadi penyakitnya kambuh lantaran tidak ada dukungan dari masyarakat terhadap proses penyembuhannya.

Bahkan, ada kecenderungan ODGJ dikucilkan dan disingkirkan oleh masyarakat, termasuk keluarganya sendiri dengan cara dikurung atau bahkan dipasung.

Hal itu menjadi contoh kegagalan masyarakat membangun persepsi terhadap penanganan ODGJ.

"Penderita gangguan jiwa secara khusus memang tidak bisa disembuhkan namun bisa di-maintenance oleh keluarga dan lingkungan supaya tidak meningkat kadar gangguannya. Percuma repot-repot diobati kalau pulang ke rumah masih dionek-onekke (caci maki). Tidak mudah memang tapi ODGJ harus didukung keluarga dan tidak dikucilkan," kata Baning.

Di sisi lain, Dinkes Kulon Progo juga tengah berusaha meningkatkan kapasitas pelayanan di Puskesmas dan Rumah Sakit untuk menanganai gangguan kejiwaan tersebut.

Saat ini, pelayanan di Puskesmas sudah ditangani oleh dokter dan perawat terlatih.

Baca: Pengendara Mobil yang Dikejar Polisi Ternyata Mengidap Gangguan Jiwa

Sedangkan di RSUD Wates sudah ada dokter spesialis kesehatan jiwa meski belum memiliki bangsal perawatan khusus.

RSUD Nyi Ageng Serang di Sentolo pada tahun ini akan lebih dulu melakukan pengadaan 10 tempat tidur khusus untuk merawat pasien gangguan jiwa.

"Penanganan terbaik untuk ODGJ adalah dengan mengkominasikan perawatan dan terapi obat dengan terapi di masyarakat. Kalau diobati tapi masih dipasung di rumah ya sama saja. Sekarang mungkin masih ada satu dua yang dipasung namun saran kami tidak perlu dipasung atau dikurung. Biarkan dia berinteraksi dengan orang lain," kata Baning.

PLH Kepala Dinkes Kulon Progo, Ananta Kogam mengatakan masalah kesehatan jiwa di DIY terbilang cukup rawan dan bahkan pada posisi kedua tertinggi secara nasional.

Untuk lebih mendorong peningkatan kualitas kesehatan fisik dan kejiwaan di masyrakat Kulon Progo, pihaknya juga menggelar program pendekatan berupa Indonesia Sehat Berbasis Pendekatan Keluarga (Isbeka).

Semua keluarga dilakukan pendataan oleh tenaga kesehatan dengan 12 indikator.

Hasil pendataan akan menjadi data induk untuk dasar intervensi atau penanganan kesehatan di masing-masing wilayah.

"Sekarang baru terdata 56 persen penduduk dan tahun ini harus selesai," kata Ananta.

Baca: Kantor Imigrasi Yogyakarta Amankan WNA yang Alami Gangguan Jiwa

Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulon Progo, Eka Pranyata mengatakan pihaknya tidak bisa menyebut wilayah ini sudah bebas dari tindak pemasungan ODGJ.

Kasus pemasungan diyakininya masih terjadi meski tidak dalam pengertian pengertian kaki atau tangan dibelenggu.

Tahun lalu, masih pihaknya menemukan masih ada ODGJ yang dikurung dalam kamar tertutup atau bahkan diikat tali di dapur meski masih bisa leluasa beraktivitas.

"Tahun lalu kami menangani empat kasus pemasungan dan terakhir ada di Nanggulan. Dinkes juga menangani beberapa kasus lain. Angka gangguan jiwa di Kulon Progo memang cukup tinggi dengan perbandingan enam orang per 1000 warga berpotensi mengidap gangguan jiwa," jelas Eka.

Menurutnya, sensitivitas ODGJ terletak pada keluarga dan masyarakat.

Biasanya, keluarga memiliki keterbatasan cara merawat lalu diperparah oleh pengucilan di tengah masyarakat.

Hal itu yang terkadang membuat ODHJ mengamuk lalu berakibat pada pemasungan.

Kurangnya pengawasan pemberian obat dan perhatian dari keluarga juga bisa memperburuk kondisi ODGJ.

Baca: Idap Gangguan Jiwa, Lelaki di Kalibawang Kulonprogo Ini Dipasung Keluarganya

Padahal, penderita gangguan jiwa biasanya membutuhkan pengobatan jangka panjang.

"Kami selalu berkoordinasi dengan Dinkes untuk penanganan ODGJ selain juga Dinsos mempunyai kader penganggulangan kemiskinan di tingkat desa yang ikut terlibat dalam upaya penanganannya," kata Eka.

Di sisi lain, kasus bunuh diri masih sering terjadi di Kulon Progo.

Tindakan bunuh diri merupakan bentuk lain dari gangguan jiwa yang biasanya diawali dengan depresi.

Polres Kulon Progo mencatat pada 2018 lalu setidaknya terdapat tujuh kasus bunuh diri.

Kasubbag Humas Polres Kulon Progo, AKP Sujarwo mengatakan kasus bunuh diri itu dilatarbelakangi berbagai permasalahan yang mendera pelakunya.

Antara lain karena kesulitan secara ekonomi, masalah asmara, kondisi kesehatan yang tak kunjung membaik karena penyakit, dan lainnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved