Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni
Kisah Perang Sengit Kumbhayoni vs Rakai Pikatan Berebut Tahta di Era Mataram Kuno
Syahdan pernah terjadi perang saudara sengit di masa Mataram Kuno. Rakai Pikatan yang berkuasa menghadapi pemberontakan saudara mudanya, Balaputradewa
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Lantas apa dan siapa yang dimaksud “walaputra” yang ditulis di prasasti Siwagraha? Slamet Mulyana dan Boechari menyebut istilah itu memiliki makna “putra bungsu”, yang kemudian diintrepretasikan menunjuk Dyah Lokapala (Rakai Kayuwangi).
Boechari menyatakan, jejak Balaputradewa sama sekali tidak ditemukan di deretan prasasti yang ditemukan di Ratu Boko, komplek perkubuan batu yang disebut dalam prasasti Siwagraha.
Berderet nama yang muncul justru Cri Kumbhaja, Kumbhayoni, dan Kaladsobhava. Karena itu Boechari mencurigai tokoh yang mengangkat senjata melawan Rakai Pikatan adalah Pu Kumbhayoni.
Ada sekurangnya empat prasasti batu yang ditemukan di komplek Ratu Boko yang menunjuk sosok itu. Yaitu prasasti Krtikavasalingga, Tryambakalingga, Haralingga, dan prasasti Kumbhayoni.

Tiga prasasti pertama berangka tahun sama, 778 Caka (856 Masehi), menyebutkan pendirian tiga lingga oleh Cri Kumbhaja dan Kaladsobhawa. Sedangkan prasasti keempat tidak diketahui angka tahunnya dan tidak bisa dibaca lengkap.
Prasasti ini menyebut nama Cri Kumbhayoni dalam bahasa Sanskerta dan beraksara Jawa Kuna. Ada lagi tiga prasasti batu bernomer BG 530, BG 531, dan BG 532 yang kondisinya pecah-pecah dan tidak bisa dibaca sempurna.

Diyakini sejumlah kalangan sejarah, ketiga prasasti ini berhubungan dengan sosok Pu Kumbhayoni. Kehancuran prasasti-prasasti ini terjadi karena kesengajaan, dan diduga kuat berlangsung saat terjadi perang seperti diceritakan di prasasti Siwagraha.
Pasukan Dyah Lokapala, putra bungsu Rakai Pikatan, berhasil menggempur kubu Pu Kumbhayoni di bukit Ratu Boko. Wilayah itu diduduki dan diikuti penghancuran segala tanda yang pernah dibuat tokoh yang memberontak itu.
Epigraf senior Dr Riboet Darmosoetopo mengaku sulit menjelaskan sosok Pu Kumbhayoni ini dan riwayat peperangan di sekitar Prambanan masa Rakai Pikatan dan Dyah Lokapala. “Tidak banyak data sejarahnya untuk memastikan,” kata pembaca prasasti Salimar ini.
Prasasti Siwagraha tidak secara rinci menjelaskan, kemenangan Dyah Lokapala atas musuhnya itu apakah juga berarti kematian pemimpin pemberontaknya? Jika tafsirnya adalah kemunculan Prasasti Pereng pada 862 Masehi, maka jawabannya tidak.
Pu Kumbhayoni masih hidup hingga seetidaknya enam tahun sesudah berakhirnya perang. Ia masih bisa memerintahkan pembuatan prasasti penting, yang meninggalkan pesan lain glorifikasi kemenangan perang kelompoknya.

Kemenangan itu ditandai lewat pembangunan bangunan suci yang disebut Bhadraloka. Kelak bangunan itu dikenal sebagai Candi Barong, atau nama lamanya Candi Sari Sorogedug. Lokasinya di sebelah timur bukit Ratu Boko.(Tribunjogja.com/xna)