Bukti Ritual Tanam Kepala Kerbau Ada Sejak Nenek Moyang, Pembangunan Stasiun Kereta Hingga Bandara

Bukti Ritual Tanam Kepala Kerbau Ada Sejak Nenek Moyang, Pembangunan Stasiun Kereta Hingga Bandara

Editor: Iwan Al Khasni
Foto dok AP I/NYIA
Suasana ritual tanam kepala kerbau dalam prosesi selamatan di kantor PT PP-KSO, Selasa (9/10/2018). 

Bukti Ritual Tanam Kepala Kerbau Ada Sejak Nenek Moyang, Pembangunan Stasiun Kereta Hingga Bandara

TRIBUNjogja.com ----- Ritual tanam kepala kerbau saat awal pembangunan proyek sering kita dengar dan sudah menjadi pengetahuan umum.

Ternyata tradisi itu sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang abad ke 19.

Berikut rangkuman kisah ritual tanam kepala kerbau Stasiun Jakarta Kota hingga ritual di Bandara NYIA:

Stasiun megah karya arsitek Belanda kelahiran Tulungagung, diresmikan dengan tradisi Jawa nan agung. Inilah kelindan kehidupan tradisi damai Jawa-Eropa saat peresmian salah satu stasiun terakbar di Hindia Belanda.

Tujuh tahun silam, saya pernah bertemu arsitek senior Ir. R.W. Heringa asal Bloemendaal, Belanda. Malam itu kami berada di halaman belakang sebuah vila mewah abad ke-18 yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional, Jakarta Pusat.

Heringa berkenan hadir dalam peluncuran buku tentang opanya sendiri: Ir. F.J.L. Ghijsels Architect in Indonesia.

Frans Johan Lowrens Ghijsels, sang opa yang lahir di Tulungagung akhir abad ke-19, telah menorehkan banyak karya arsitekturnya di seantero Jawa—terutama di Batavia.

Setelah lulus kuliah arsitektur di Polytechnic Delft dan bekerja di Amsterdam, Ghijsels dan istrinya mengadu nasib ke Batavia.

Mereka tinggal di sebuah rumah di Oud Gondangdia nomor 8, Weltevreden. Kini sekitar Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat.

Awalnya sang opa meniti karir lewat dinas tata kota dan dinas pekerjaan umum pada masa Hindia Belanda. Kemudian, dia mendirikan kantor biro konsultan arsitektur Algemeen Ingenieurs- en Architectenbureau (AIA).

Salah satu arsitektur sohor karya Ghijsels adalah Stasiun Batavia, kini dikenal sebagai Stasiun Jakarta Kota.

Warga pun masih ada yang menyebutnya dengan Beos, sebuah lafal kependekan dari nama operator kereta Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij.

Frans Johan Lowrens Ghijsels, arsitek pembangunan Stasiun BEOS. Sumber: Ir. FJL Ghijsels, Architect in Indonesia (1910-1929)
Frans Johan Lowrens Ghijsels, arsitek pembangunan Stasiun BEOS. Sumber: Ir. FJL Ghijsels, Architect in Indonesia (1910-1929) (Ir. FJL Ghijsels, Architect in Indonesia (1910-1929))

Karya Ghijsels selalu menekankan pada semangat kesederhanaan yang bangkit pada masa itu. Ciri khas arsitektur pada awal abad ke-20 adalah art-deco, yang menampilkan kesederhanaan dan rasionalitas sebagai bagian dari keindahan.

Aliran baru ini menggantikan gaya arsitektur sebelumnya yang bergaya klasik dengan unsur paladian dan berpilar.

Bangunan stasiun dengan dua menara yang mengapit lengkungan megah di tiga pintu utamanya menjadi penanda karya Ghijsels, menggantikan stasiun lama Batavia Selatan yang berlokasi di belakang Balai Kota Batavia.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved