Kota Yogya
Jogoboro Diminta Jalankan Tugas dengan Pendekatan Humanis
Tugas Jogoboro lebih mengarah ke pelayanan umum yang ada di Malioboro supaya pengunjung bisa merasa aman dan nyaman.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sejumlah 110 personil Jogoboro mengikuti pembekalan di Graha Pandawa Balai Kota Yogyakarta, Selasa (12/2/2019).
Kepala UPT Malioboro, Ekwanto menjelaskan bahwa pembekalan tersebut bertujuan untuk peningkatan kapasitas Jogoboro yang bertugas menjaga keamanan di Kawasan Malioboro.
"Pembekalan ini peningkatan kapasitas Jogoboro yang disampaikan oleh Dirbinmas Polda DIY. Materinya terkait penanganan persoalan di Malioboro. Diarahkan tidak menggunakan kekerasan tapi pendekatan yang humanis," bebernya pada Tribunjogja.com.
Ia menambahkan, sebenarnya jumlah Jogoboro dinilai kurang.
Tapi dalam waktu dekat belum ada penambahan personil sehingga upaya yang bisa dilakukan yakni dengan peningkatan kapasitas Jogoboro dengan skill yang mereka miliki.
Baca: Palette: Tips Memakai Maskara untuk Pemula
"Karena Malioboro ini kan ikon Yogya bahkan dunia. Orang wisata, kalau belum ke Malioboro rasanya belum ke Yogya. Untuk itu perlu penanganan yang baik agar tidak ada hal negatif. Maka butuh skill untuk menanganinya," bebernya.
Setiap hari, lanjutnya, tak kurang dari 2 regu Jogobaru atau sejumlah 30 orang Jogoboro berjaga di Malioboro selama 24 jam.
Terbagi dalam dua sesi, yakni pukul 08.00-24.00 dan 24.00-08.00.
Menurutnya, sebagai jujugan wisatawan dan kebanyakan warga Yogya pada umumnya, keamanan di Malioboro harus terjaga.
Selain keamanan, hal lain yang tak luput dari tugas Jogoboro adalah menjaga ketertiban dan kenyamanan warga di Malioboro.
"Kalau persoalan di Malioboro ada beberapa. PKL saat ini sudah bisa ditata dengan baik. Namun saat ini yang muncul adalah kemacetan," tuturnya.
Baca: Maksimalkan Peran Jaga Malioboro, Jogoboro Ikuti Pembekalan di Balaikota
Kemacetan semakin terasa, tatkala revitalisasi sisi barat Malioboro rampung.
Jalur lambat berubah menjadi arena pejalan kaki, dan semua kendaraan menggunakan jalur cepat.
Penyempitan kapasitas jalan dan jumlah kendaraan yang membludak membuat kemacetan terlebih saat akhir pekan menjadi pemandangan yang tak terelakkan di sana.
