Bantul

Kisah Jamsari, Tuna Netra di Bantul yang Hidup Sendiri. Ia Menyambung Hidup dari Bantuan Tetangga

Jangankan bekerja, untuk kegiatan manusiawi seperti mandi ataupun buang hajat ia sangat kesulitan.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Jamsari sedang duduk di kamar rumahnya di Dusun Karangasem, RT 06 Desa Palbapang, Kecamatan/Kabupaten Bantul. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Jamsari terlihat duduk seorang diri, ketika tribunjogja.com berkunjung ke rumah sederhananya di Dusun Karangasem RT 06 Desa Palbapang, Kecamatan/Kabupaten Bantul.

Setiap hari lelaki berusia 55 tahun ini merenda waktu seorang diri.

Sejak umur 6 tahun, kedua mata Jamsari sudah tak sanggup lagi melihat.

Untuk kebutuhan makan, ia mengandalkan uluran bantuan dari tetangga.

Beruntung, ada tetangga bernama Mbah Niyem, 61 tahun yang setiap hari tanpa pamrih rela meluangkan waktu datang ke rumah Jamsari untuk memberi makan.

"Kalau tidak dikasih makan. Dia tidak makan," tutur Mbah Niyem, kepada tribunjogja.com, kemarin.

Baca: Kisah Mbah Jumari yang Tinggal di Gubug Kayu, Saya Ingin Anak Saya Terus Sekolah Lebih Tinggi

Rumah Jamsari sangat sederhana.

Hanya beralaskan plesteran (adukan semen).

Tidak ada perabotan mewah.

Satu-satunya barang elektronik hanya radio kecil.

Sebagai hiburan dan pelipur asa melewati panjangnya hari.

Kata Mbah Niyem, rumah yang ditempati oleh Jamsari merupakan rumah bantuan ketika terjadi gempa bumi tahun 2006 silam dan hasil dari swadaya masyarakat setempat.

Termasuk penerangan dan aliran listrik juga di dapatkan dari bantuan.

Jamsari tidak memiliki anak dan istri.

Setiap hari di rumah sederhana itu, ia hanya tinggal seorang diri.

Kendati masih memiliki saudara Kakak dan adik.

Namun mereka tinggal berjauhan di kampung sebelah, sehingga tidak selalu bisa datang menjenguk.

Baca: Mbah Sokiyem Bersyukur Dapat Bantuan Dari Widjanarko Center dan Relawan

"Saudaranya datang pas hari lebaran saja. Hanya satu tahun sekali," ujar dia.

Jamsari seorang tuna netra.

Ia tak sanggup bekerja.

Jangankan bekerja, untuk kegiatan manusiawi seperti mandi ataupun buang hajat ia sangat kesulitan.

Kata Mbah Niyem, untuk urusan buang hajat, Jamsari biasa melakukan di sebuah sungai kecil (selokan) yang terdapat di belakang rumah.

"Kalau mau buang hajat, dia (Jamsari) pergi ke sungai belakang rumah. Jalannya itu lama sekali. Tapi dia lakukan sendiri," terangnya.

Dijelaskan Mbah Niyem, kedua mata Jamsari sudah tidak bisa melihat sejak puluhan tahun silam.

Ketika usianya masih sangat kecil.

Saat kecil dulu, menurut dia Jamsari merupakan sosok yang normal seperti anak pada umumnya.

Namun ketika menginjak usia 6 tahun tiba-tiba matanya tidak bisa melihat secara jelas atau samar-samar.

Oleh sang ayah, kala itu, kemudian diberi tetesan obat dari daun-daunan.

"Lama-kelamaan malah jadi seperti ini," ungkapnya.

Baca: Tukang Becak ini Disidang Gara-gara Cabut Pohon Pisang, Istrinya yang Buta Menangis di Persidangan

Mbah Niyem seorang tetangga yang baik.

Tidak ada hubungan kekerabatan dengan Jamsari.

Jarak rumah dia dengan rumah Jamsari terpaut jarak sekitar 100 meter.

Namun setiap hari ia selalu menyempatkan diri untuk menengok dan memberi makan Jamsari.

"Kalau siang saya datang kesini bawa nasi. Lauknya apa saja yang saya masak. Malam harinya, biasanya saya masakin mie instan," tutur dia.

Selain tidak bisa melihat, Jamsari juga sedikit sulit dalam berkomunikasi.

Ketika tribun Jogja mengajak berkomunikasi lelaki bersarung itu menyaut dengan suara lirih.

Sesekali kadang juga terlihat hanya mengangguk.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved