Mengenal Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus: Pengusaha Kaya yang Rendah Hati dari Pasar Kliwon
Berpusat di Masjid Riyadh di selatan Keraton Solo, ribuan orang datang dari berbagai kota untuk menghadiri khaul Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Pak De sendiri selama bertahun-tahun mendapat kiriman beras dari seseorang yang tidak pernah mau disebut namanya.
Toko penyalur beras juga tidak mau mengatakan siapa sebenarnya yang mengirimkan beras kepada Pak De pada tiap awal bulan.
Suatu hari kiriman beras berhenti. Pak De mendatangi penyalur beras; dia menagih: “Kenapa kok bulan ini tidak ada kiriman lagi?”
Penjual beras menjawab, “Karena yang biasa memberi beras kepadamu sudah meninggal dunia sebulan lalu.”
Pak De kemudian bertanya, “Lho, memang siapa dia? Kenapa kamu gak pernah mau mengatakannya?"
Penjual beras menjawab, “Dia adalah Muhammad Alaydrus yang pernah kamu maki-maki tempo hari. Almarhum memang wanti-wanti agar menyembunyikan soal ini…”
Saya juga baru tahu belakangan bahwa almarhum juga memberi banyak tanah dan wakaf untuk berbagai keperluan masyarakat, konon juga termasuk Masjid Riyadh.
Sang “dermawan tersembunyi” itu telah lama wafat dan dimakamkan di pekuburan Tipes, Solo. Pekuburan yang dihuni ribuan orang itu sendiri ternyata juga wakaf dari beliau.
Apa yang dilakukan Muhammad Alaydrus itu sejalan dengan pesan kakeknya, Nabi Muhammad SAW mengenai amal yang dirahasiakan, yang hanya diketahui Tuhan sendiri.
Sayidina Ali bin Abi Thalib juga pernah berpesan, bahwa “Sebaik-baik penyembahan kepada Allah adalah dengan merahasiakannya (dari orang lain).”
Muhammad Alaydrus bukan saja mengirim beras kepada Pak De dan banyak orang lainnya, tetapi ia sengaja menolak memberi sedekah di depan banyak orang, seperti ketika Pak De datang saat banyak tamu di rumahnya.
Begitulah seharusnya budi pekerti seorang habib. (Kompas.com)
.
(Penulis: Syafiq Basri Assegaff, pengamat masalah sosial, pendukung toleransi dan cinta sesama anak-bangsa, praktisi komunikasi strategis, dan dosen)