Sleman
Peserta JKN-KIS Wajib Daftarkan Bayinya ke BPJS Kesehatan Paling Lambat 28 Hari Setelah Lahir
Peserta JKN-KIS Wajib Daftarkan Bayinya ke BPJS Kesehatan Paling Lambat 28 Hari Setelah Lahir
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Hari Susmayanti
Laporan Reporter Tribun Jogja Noristera Pawestri
TRIBUNJOGJA.COM - Hadirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 membawa angin segar bagi implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Tak hanya menyatukan sejumlah regulasi yang awalnya diterbitkan pada masing-masing instansi, Perpres ini juga menyempurnakan aturan sebelumnya.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Sleman Galih Anjungsari menuturkan, Perpres tersebut menjabarkan beberapa penyesuaian aturan di sejumlah aspek.
Beberapa aspek tersebut yakni pendaftaran bayi baru lahir, status kepegawaian bagi perangkat desa, status peserta ke luar negeri, aturan suami istri sama-sama bekerja, tunggakan iuran dan denda layanan.
Baca: UGM Anugerahkan Hamengkubuwono IX Award kepada Menteri PUPR
Baca: Dewan Setujui Wacana Bus Tidak Masuk Kota
Untuk pendaftaran bayi baru lahir, dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018, bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling Iama 28 hari sejak bayi dilahirkan.
Aturan ini mulai berlaku tiga bulan sejak Perpres diundangkan yakni mulai 18 Desember 2018.
"Apabila sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku," kata Galih, Rabu (19/12/2018).
Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan luran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.
Baca: Pembangunan Gedung Baru SDN 3 Glagah Terdampak NYIA Belum Juga Rampung
Sementara untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
"Proses verifikasi pendaftarannya memerlukan waktu 14 hari dan setelah melewati rentang waktu tersebut maka iurannya baru bisa dibayarkan," tuturnya saat menggelar jumpa pers di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Sleman.
Untuk itu, pihaknya mengimbau orang tua untuk segera mendaftarkan diri dan keluarganya menjadi peserta JKN-KIS supaya proses pendaftaran dan penjaminan sang bayi lebih praktis.
Perpres ini juga membuat status kepesertaan JKN-KIS bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa menjadi lebih jelas.
Sebab, kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.
Baca: Bank Muamalat Indonesia Berikan Beasiswa Kepada 104 Mahasiswa Univerisitas AMIKOM Yogyakarta
Baca: Disjarahad Hadirkan Teknologi Terbaru di Museum TNI AD Dharma Wiratama Yogyakarta
"Perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya yaitu dua persen dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan tiga persen dibayarkan oleh pemerintah," katanya.
Perpres tersebut juga memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak.
Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan apabila tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan.
Terlebih jika tunggakan tersebut lebih dari satu bulan.
Status kepesertaan JKN-KIS akan diaktifkan kembali apabila sudah membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk 24 bulan.
Baca: Penjelasan BPPTKG Terkait Guguran Lava Pijar di Puncak Merapi
Baca: Pantau Wisatawan, 5 Shelter Pengamanan Didirikan di Pesisir Selatan Yogyakarta
Lanjut Galih, apabila pada aturan sebelumnya menyebut tunggakan hanya dihitung maksimal 12 bulan, adanya Perpres ini membuat aturan menjadi lebih ketat, yakni menjadi 24 bulan.
"Peserta yang memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan," jelas Galih.
Sementara itu, denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran.
Jika peserta tersebut menjalani rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dalam waktu sampai 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia dikenakan denda layanan sebesar 2.5 persen dari biaya diagnosa awaI INA-CBG's.
Baca: KPU Sleman: E-KTP Invalid Rawan Disalahgunakan oleh Pemilih Khusus
Besaran denda pelayanan tersebut paling tinggi sebesar Rp 30 juta.
Ketentuan denda layanan ini dikecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dan peserta yang tidak mampu.
"Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan," kata Galih. (tribunjogja)