Kisah Abu Bakar Sahabat Nabi Muhammad SAW yang Mendapat Gelar Ash-Shiddiq, Sosok Lembut Tapi Tegas
Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk di antara orang-orang yang paling awal memeluk agama Islam atau yang dikenal dengan sebutan as-sabiqun al-awwalun.
Semangat keagamaan Abu Bakar mendapatkan penghargaan tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak dari kaum anshor juga muhajirin menerima dan membaiatnya. Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasulullah Saw.
Setelah pembaiatan Abu Bakar r.a. diangkat sebagai Khalifah, beliau r.a. berpidato: “Hai saudara-saudara! Kalian telah membaiat saya sebagai khalifah (kepala negara). Sesungguhnya saya tidaklah lebih baik dari pada kalian. Oleh karenanya, apabila saya berbuat baik, maka tolong dan bantulah saya dalam kebaikan itu; tetapi apabila saya berbuat kesalahan, maka nasihatilah saya.
Taatlah kalian kepada saya selama saya taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian mentaati saya, apabila saya berbuat maksiat pada Allah Swt dan Rasul-Nya.” (lihat Abdul Aziz Al Badri, Al Islam bainal Ulama wal Hukkam).
Pidato Abu Bakar r.a. di atas menunjukkan bahwa sebagai khalifah beliau tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang suci yang harus diagung-agungkan.
Justru Beliau mengutamakan supremasi hukum syariah, dan menjadikan ketaatan warga negara dan loyalitas padanya merupakan satu paket dalam ketaatan kepada Allah Swt dan rasul-Nya.
Beliau menjadikan hukum Allah sebagai standar untuk menentukan salah dan benar yang harus diikuti tidak hanya oleh rakyat, tapi juga penguasa.
Lembut Tapi Tegas
Sebelum memeluk Agama Islam, Abu Bakar r.a. terkenal sebagai orang baik, lembut hatinya, suka menolong dan memberi maaf.
Setelah Memeluk Agama Islam dan berkuasa sebagai khalifah pengganti Rasullullah Saw dalam memimpin negara dan umat.
Abu Bakar r.a. adalah orang yang benar-benar memahami sabda Rasulullah Saw: “Ya Allah, siapa saja yang diberi tanggung jawab memimpin urusan pemerintahan umatku dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa saja yang memerintah umatku dengan sikap lembut (bersahabat) kepada mereka, maka lembutlah kepadanya.” [HR. Muslim].
Namun sebagai Khalifah, beliau harus menjalankan kepemimpinannya dengan Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah SAw, dan wajib menjaganya agar supremasi hukum syariah tetap terjaga. Oleh karena itu, dalam mempertahankan kedaulatan hukum syariah, Abu Bakar tidak segan-segan mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang hendak menghancutrkan umat Islam.
Seperti yang beliau lakukan kepada kaum muslimin yang murtad dan tidak mau membayar zakat setelah mendengar kabar wafatnya Rasulullah Saw. Sekalipun para sahabat yang diminta pendapatnya masih mengampuni tindakan orang-orang yang tidak mau membayar zakat itu selama mereka masih sholat, tapi Khalifah Abu Bakar tetap dalam pendiriannya.
Di depan kaum muslimin beliau berpidato: “Wahai kaum muslimin, ketahuilah saat Allah mengutus Muhammad, kebenaran itu (Islam) selalu diremehkan dan Islam dimusuhi sehingga banyak orang yang enggan memeluk Islam sebab takut disiksa. Namun Allah Swt menolongnya sehingga seluruh bangsa Arab bisa disatukan di bawah naungannya.
Demi Allah, aku akan tegakkan agama ini dan akan berjuang di jalan Allah sampai Allah memberikan kemenangan atau memberikan surga bagi orang yang terbunuh di jalan Allah dan akan memberi kejayaan bagi orang yang mendapat kemenangan sehingga ia akan dapat menjadi hamba yang berbakti dengan aman.
Demi Allah, jika mereka tidak mau membayar zakat, meski hanya seutas tali, pasti akan aku perangi walaupun jumlah mereka banyak sampai aku terbunuh, sebab Allah tidak memisahkan kewajiban zakat dari kewajiban sholat.” (lihat Al Kandahlawy, Hayatus Shahabat, juga Kanzul Ummal).