Liputan Khusus Awul awul di Sekaten
Awul-awul, Surga Fesyen yang Dianggap Bahayakan Industri Lokal
Keberadaan pakaian bekas impor yang diperjualbelikan secara luas berpotensi memberi dampak pada industri garmen dalam negeri.
Penulis: ang | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Awul-awul yang berisikan pakaian layak pakai dengan berbagai merek yang sebagian besar brand luar negeri ini dijual dengan harga relatif murah.
Tak heran, jika deretan stan awul-awul ramai pengunjung.
Kenyataannya, awul-awul memang menjadi komoditas menggiurkan, khususnya di pasar DIY.
Keberadaan awul-awul menjadi surga fesyen tersendiri di kota pelajar ini.
Konsumen ‘gombal’ ini mulai dari mahasiswa hingga pekerja kantoran.
Baca: Awul-Awul Raup Omzet Rp 4 Juta per Hari di Sekaten
Bagi konsumen, bisa mendapatkan barang bermerek dengan label original menjadi kepuasan tersendiri.
Apalagi direngkuh dengan harga ramah kantong.
Rusdi, seorang di antara pemburu awul-awul. Mahasiswa sebuah kampus swasta di Yogyakarta ini mengaku tertarik awul-awul karena temannya sering menggunakan pakaian branded lawas.
“Awalnya nggak tertarik sama sekali. Mikirnya karena pakaian bekas. Kesannya kotor dan kumal. Tapi, setelah diamati dan coba cari sendiri, akhirnya keterusan,” ujarnya.
Bak virus, hobi ngawul, istilah kegiatan berburu awul-awul juga menjangkiti Rusdi.
Apalagi sebagai mahasiswa, ia mendapatkan uang saku dari hasil menjual lagi pakaian bekas yang dibelinya.
Kebanyakan pakaian bekas dijualnya lagi. Dijual saat sudah bosan memakai, dan ingin ganti koleksi lainnya.
Baca: Stand Awul-awul Pasar Malam Sekaten Kian Dinanti dan Masih Banyak Diminati
“Daripada lemari penuh, ya saya jual. Lumayan ada untungnya. Harganya kan jadi lebih mahal kalau dijual lewat media sosial,” katanya.
Ancam Industri Lokal
Dengan kenyataan tersebut, sulit bagi pemerintah menghilangkan awul-awul.