Bantul

Teater Djarum Pentaskan "Nara" Sebagai Simbol Keteguhan Hidup Perempuan

Melalui lakon Nara, Teater Djarum ingin mendekonstruksi stigma perempuan pesisir yang dianggap kurang baik dan hidup pragmatis dalam lembah kemiskinan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Pementasan teater Djarum dengan lakon Nara di stage teater, Fakultas seni pertunjukan ISI Yogyakarta, Selasa (06/11/2018) malam. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Semenjak tampil perdana di GOR Kaliputu, Kudus, pada 21 April 2003 silam, Teater Djarum yang merupakan kelompok seni pertunjukan dari para karyawan PT Djarum, terus berbenah.

Kali ini, menampilkan lakon bernama "Nara" di stage teater, Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.

Nara merupakan simbolisasi atas sebuah semangat hidup yang tak pernah menyerah.

Baca: Teater Djarum Sukses Pentaskan Nara di ISI Yogyakarta

Ia digambarkan sebagai seorang perempuan desa (pesisir) yang kemudian dibawa ke tanah perkotaan, dimana cara berpikir dan perbedaan budaya menjadi masalah besar.

Namun, keyakinan Nara terhadap nilai luhur dan hakikat kehidupan menjadi daya yang ia selalu bawa dan perjuangkan.

"Nara sosok perempuan yang teguh membangun masyarakat. Meskipun dia sendiri adalah perempuan rampasan perang, tapi dia tidak kehilangan jati diri," ujar penulis naskah dan juga sutradara Nara, Asa Jatmiko saat ditemui Tribunjogja.com di sela-sela pentas, Selasa (06/11/2018).

Dijelaskan Asa, sosok Nara dalam naskah yang ia tulis banyak terinspirasi dari sosok Rara Mendut, seorang lakon dari novel trilogi karya YB Mangunwijaya (Rama Mangun).

Asa mengaku mencoba membawa spirit perjuangan dan keteguhan dari Rara Mendut didalam sosok Nara.

"Sebetulnya Nara itu tranformasi dari tokoh Rara Mendutnya Rama Mangun. Spirit dari Rara Mendut itu saya bawa kepada Nara, sebagai perempuan pesisir," ungkapnya.

Alkisah, dalam pentas selama 90 menit, Nara merupakan sosok perempuan pesisir yang memiliki paras ayu, cerdas, dan hidup sebatang kara.

Ia tinggal bersama seorang gadis bernama gendhuk dan ibu gendhuk yang sudah menganggap Nara seperti anaknya sendiri.

Nara, perempuan yang pemberani dan baik hati.

Ia kerap membantu warga mencari ikan di laut.

Karena kebaikan dan keberanian serta paras ayu yang dimiliki, Nara banyak diperbincangkan oleh masyarakat pesisir.

Satu ketika, penguasa pesisir bernama Gola tertarik oleh paras ayu gadis pesisir itu.

Nara bersama Gendhuk dan ibunya dibawa paksa ke Kotapraja.

Di Kotapraja segala kenikmatan hidup terpenuhi.

Nara, Gendhuk dan ibunya, bisa mendapatkan apa saja yang mereka inginkan tanpa harus sudah payah.

Namun, kemudahan yang didapatkan itu, nyatanya tidak membuat Nara bahagia.

"Di sini kemerdekaan saya direnggut. saya tidak lagi bisa melihat pesisir, mendengar suara angin dan melihat indahnya ombak," ucap Nara, kepada Gendhuk dan ibunya.

Berkelindannya waktu, terjadilah sebuah peperangan antara Gola dan Wira memperebutkan wilayah Kotapraja.

Dalam peristiwa itu, Gola terbunuh.

Wira naik tahta jadi pemimpin baru.

Karena kalah dalam peperangan, Nara menjadi rampasan perang.

Supaya tetap hidup, Nara harus membayar upeti yang ditarik setiap waktu oleh tangan kanan Wira.

Sebagai perempuan yang mandiri dan pemberani.

Nara menolak tunduk, ia bangkit melawan Wira, dengan membangun bisnis usaha bersama pengusaha muda, bernama prana.

Kesuksesan Nara membangun bisnis, nyatanya, membuat Wira naik pitam karena selalu bisa memenuhi target upeti.

Padahal, Wira selalu berharap Nara tidak akan mampu bayar upeti dan menjadi budak di istana kotapraja.

"Mengapa kamu keras kepala Nara. Kamu ikut saya ke Kotapraja, dan tidak harus susah payah mengumpulkan upeti," ajak Wira, kepada Nara.

Permintaan itu ditolak mentah-mentah. "Tidak. Sekali tidak ya tidak," jawab Nara, lantang.

Karena geram, Wira kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membumi hanguskan semua bisnis yang dijalankan Nara.

Tak hanya itu, Wira juga membunuh Prana, Gendhuk dan ibu Gendhuk di tiang gantungan.

Nanar, luka dan perih mata Nara menyaksikan orang terkasihnya meregang nyawa di tiang gantungan.

Namun, apa daya, di tengah keterpurukan dia tetap tegar, tetap semangat dan bangkit dalam meneruskan hidup.

"Dalam cerita Nara, saya ingin ceritakan tentang kemandirian, kehormatan diri juga tentang perlawanan kepada siapapun. Bukan hanya kepada kebudayaan asing tetapi juga kepada penguasa lalim," tutur Asa.

"Kita harus balik lagi bahwa esensi hidup itu semuanya sama, yakni menjadi manusia yang merdeka," imbuh dia.

Melalui Teater Djarum dengan lakon Nara, Asa ingin mendekonstruksi stigma perempuan pesisir yang dianggap kurang baik dan hidup pragmatis dalam lembah kemiskinan.

"Kita ingin juga mengabarkan bahwa kita disini masih ada yang memelihara kearifan lokal," tuturnya.

Pementasan Nara sukses digelar.

Ruang stage teater penuh oleh antusias masyarakat dan mahasiswa yang tertarik untuk menyaksikan Teater Djarum.

"Kisahnya keren. Keteguhan dan perjuangan sosok Nara mengoyak nurani, sangat menginspirasi," ujar Krisna, yang berkali-kali tepuk tangan setelah pentas usai.

Sisi lain, pemeran sosok Nara, Teresa Rudiyanto, mengungkapkan rasa haru.

Nara baginya merupakan sosok perempuan pemberani, cerdas, ceplas-ceplos, dan pantang menyerah dalam berjuang.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok Nara.

"Jika kita meyakini sesuatu sebagai kebenaran, walaupun ditentang dan ditempuh dengan pengorbanan tetap harus dipegang teguh. Apapun risikonya," tutur Teresa.

Teresa bahagia dan tampak berkaca-kaca bisa memerankan Nara.

Baca: Koleksi Medali Kejuaraan Taekwondo, Begini Kisah Polwan Cantik dari Polres Bantul

Baginya, Nara adalah simbol keteguhan dan perjuangan.

"Sekalipun kita tidak dianggap sama orang, kita dianggap sampah, dianggap jamur, kita dianggap pasir ataupun debu.Tapi jadilah jamur dan sampah yang memiliki daya hidup,"

"Apapun posisimu dalam masyarakat tetaplah berjuang," tutur Teresa, teguh. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved