Bantul

Teater Djarum Pentaskan "Nara" Sebagai Simbol Keteguhan Hidup Perempuan

Melalui lakon Nara, Teater Djarum ingin mendekonstruksi stigma perempuan pesisir yang dianggap kurang baik dan hidup pragmatis dalam lembah kemiskinan

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Pementasan teater Djarum dengan lakon Nara di stage teater, Fakultas seni pertunjukan ISI Yogyakarta, Selasa (06/11/2018) malam. 

Satu ketika, penguasa pesisir bernama Gola tertarik oleh paras ayu gadis pesisir itu.

Nara bersama Gendhuk dan ibunya dibawa paksa ke Kotapraja.

Di Kotapraja segala kenikmatan hidup terpenuhi.

Nara, Gendhuk dan ibunya, bisa mendapatkan apa saja yang mereka inginkan tanpa harus sudah payah.

Namun, kemudahan yang didapatkan itu, nyatanya tidak membuat Nara bahagia.

"Di sini kemerdekaan saya direnggut. saya tidak lagi bisa melihat pesisir, mendengar suara angin dan melihat indahnya ombak," ucap Nara, kepada Gendhuk dan ibunya.

Berkelindannya waktu, terjadilah sebuah peperangan antara Gola dan Wira memperebutkan wilayah Kotapraja.

Dalam peristiwa itu, Gola terbunuh.

Wira naik tahta jadi pemimpin baru.

Karena kalah dalam peperangan, Nara menjadi rampasan perang.

Supaya tetap hidup, Nara harus membayar upeti yang ditarik setiap waktu oleh tangan kanan Wira.

Sebagai perempuan yang mandiri dan pemberani.

Nara menolak tunduk, ia bangkit melawan Wira, dengan membangun bisnis usaha bersama pengusaha muda, bernama prana.

Kesuksesan Nara membangun bisnis, nyatanya, membuat Wira naik pitam karena selalu bisa memenuhi target upeti.

Padahal, Wira selalu berharap Nara tidak akan mampu bayar upeti dan menjadi budak di istana kotapraja.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved