Bantul
Profil: Nanang Rahmat Hidayat Suarakan Adanya Sumpah Pemuda Jilid II
Melihat perkembangan Indonesia belakang ini, pemuda Indonesia sudah semestinya menginisiasi adanya sumpah pemuda jilid II.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Ahmad Syarifudin
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Menurut Nanang Rahmat Hidayat, dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan juga sekaligus pendiri rumah Garuda, falsafah dan ideologi bangsa Indonesia sudah final, Pancasila.
Hal itu tidak bisa diganggu gugat.
Lelaki kelahiran 16 Mei 1966 itu, mengungkapkan, melihat perkembangan Indonesia belakang ini, pemuda Indonesia sudah semestinya menginisiasi adanya sumpah pemuda jilid II.
Sumpah pemuda jilid II ini, kata Nanang untuk meneguhkan kembali Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang terus menerus sedang diuji.
"90 tahun lalu para pemuda sudah bersumpah. Dan cita-cita para pemuda untuk Berbangsa, Berbahasa dan Bertanah air satu, Indonesia. Hari ini sudah tercapai," katanya, Jumat (2/11/2018).
Baca: Hari Sumpah Pemuda, Bupati Sleman Sebut Generasi Muda Alami Kebingungan Identitas
"Maka semestinya ada sumpah pemuda jilid II, dengan menambahkan satu kalimat, berideologi satu, Ideologi Pancasila," katanya.
Nanang yang merupakan seniman dan juga sekaligus penulis buku Mendengar suara Garuda itu menjelaskan pentingnya pencasila sebagai ideologi dan penjaga benteng persatuan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut dia, negara Indonesia berdiri diatas keberagaman. Sejak kecil, ia selalu "didongengi" oleh gurunya tentang sebuah negara yang masyarakatnya hidup berdampingan. Meski berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Namun, kata Nanang, negara Indonesia secara realis saat ini seakan remang-remang.
"Padahal, seharusnya indonesia itu indah. Karena kita memiliki Pancasila dan UUD 45'," tutur kurator di museum rumah Garuda itu.
Sebagai seniman pada umumnya, Nanang selalu bebas berimajinasi tentang Indonesia dalam karya.
Produk terbaru karya yang ia miliki adalah wayang Pulau.
Baca: Sumpah Pemuda, PERHUMAS Muda Yogyakarta Gaungkan #PemudaBicaraBaik
Wayang pulau, kata Nanang adalah wayang yang figurnya diambil dari bentuk-bentuk pulau di Indonesia.
Baru ada lima pulau yang diangkat dalam bentuk tokoh perwayangan.
Lima pulau itu memiliki gelar "Rakryan". Sebuah gelar bangsawan pada zaman kerajaan.
Ada pulau Sulawesi dengan simbol Rakryan Celebes, pulau Kalimantan dengan Rakryan Borneo, Pulau Sumatera sebagai Rakyan Andalas, pulau Papua dengan Rakryan Papua dan centralnya ada di Pulau Djawa Dwiva.
"Dalam cerita saya, karena kemolekannya, para Rakyan (pulau) ini selalu diintai dan ingin dikuasai oleh Batara Angkara," ujar Nanang menceritakan kisah wayang pulau, hasil karyanya.
Untuk bisa menguasai para Rakryan, Batara Angkara dibantu oleh anak buah bernama Dwi nestapa, Prabu Durjana, Prabu Bahara, Patih Durosuloyo, dan Patih Haryo Panisto.
"Dari namanya saja, kita sudah bisa mencerminkan sifat-sifat mereka," terang Nanang.
Baca: Peringati Hari Sumpah Pemuda, Bupati Sleman Pimpin Upacara di Desa Sardonoharjo
Batara Angkara cs, setiap saat, setiap waktu bekerja keras dengan berbagai cara dan strategi untuk merongrong keutuhan bangsa. Ingin memecah-belah dan adu domba demi ambisi pribadinya menguasai para Rakryan.
Saat ini, produk terbaru adu domba yang dilancarkan oleh Batara Angkara cs, menurut Nanang adalah membuat Indonesia mencekam.
Kata "mencekam" sendiri merupakan akronim sarkas dari polarisasi dua kubu menjelang pemilihan presiden 2019.
"Mencekam itu, akronim, menjadi cebong dan kampret," ulasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)