Berbekal Ilmu Titen, Pak Sinyur Ahli Menemukan Fosil
Berbekal Ilmu Titen, Pak Sinyur Ahli Menemukan Fosil dari Dusun Grogolan, Desa Manyarejo
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM - NAMA aslinya Asmoredjo. Usianya 73 tahun. Ia lahir ketika negeri ini diproklamasikan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia kemudian ramai dikenal dengan panggilan Sinyur atau Nyur saja oleh tetangga dan kenalan- kenalannya. Julukan Sinyur muncul ketika ia sukses mereparasi radio.
Tak pernah sekolah dan belajar elektronik, Asmoredjo otodidak belaka punya kemampuan mereparasi. Julukan itu makin populer ketika ia juga pandai menemukan fosil.
"Dulu saya tahunya ya hanya balung buto. Itu cerita turun temurun dari kakek nenek buyut kami. Balung buto itu ya fosil seperti kita kenal sekarang," ungkap Pak Sinyur.
Baca: Karangtaruna Gandeng Dinas Kebudayaan DIY Gelar Workshop Pengembangan Desa Budaya
Tinggal di Dusun Grogolan, Desa Manyarejo, wilayah ini juga sangat kaya tinggalan prasejarah. Areanya masuk Kubah Sangiran (Sangiran Dome), yang dikenal sebagai pusat peradaban spesies Homo Erectus.
Ini spesies manusia purba yang pertama kali ditemukan Von Koeningswold, geolog dan arkeolog berdarah Jerman pada 1930an.
Kelak setelah melewati berpuluh-puluh tahun penelitian, Kubah Sangiran dikenal sebagai pusat kehidupan Homo Erectus di dunia.
Ada lebih dari 90 individu Homo Erectus telah ditemukan dari daerah ini. Titik temuannya tersebar di area sangat luas dari Dayu di selatan hingga Bukuran dan Manyarejo di timur laut.
Baca: Bayi Gurita Mungil Ini Berhasil Diselamatkan Setelah Terjebak Sampah Plastik
Saat ini gambaran lengkap kehidupan masa prasejarah, terbentang dari Plesitosen Tengah hingga akhir bisa dilihat di Museum Manusia Purba Sangiran.
Flora, fauna, dan kehidupan manusianya bisa disaksikan secara menakjubkan. Gambaran tiga dimensi mendekati realitas yang bisa direka ulang secara ilmiah.
Lantas dari mana Pak Sinyur menemukan keahliannya di bidang perfosilan? "Saya ini hanya bisa niteni," katanya.
Niteni itu lebih kurang kemampuan menandai dari ciri-ciri khas berdasar pengalaman. "Saya dulunya nyari pasir. Suatu hari menemukan balung, dan sejak itu saya sering menjumpai dan mempelajari ciri-cirinya," lanjutnya.
Sebelum generasi Pak Sinyur, ada tokoh-tokoh tua Sangiran yang lebih dulu juga jadi pionir. Antara lain Toto Marsono, dulu Kepala Desa Sangiran.
Baca: Bantu Cari Badan Pesawat Lion Air JT-610, Polair Datangkan Alat Khusus dari Singapura
Tokoh-tokoh tua itu jadi pionir karena terlibat dan membantu penelitian Von Koenigswold pada 1930an, yang menguak rahasia besar Sangiran.
Tak heran, atas keahlian alamiahnya itu, Pak Sinyur berteman akrab dengan para dedengkot paleontologi dan arekologi Indonesia.
Antara lain Prof Dr Truman Simanjuntak, Dr Hary Widianto, Dr Jatniko. Ketiganya kebetulan dari Puslit Arkenas. Dari para tokoh ini, Pak Sinyur juga turut mendapat ilmu.
Pak Sinyur juga dikenal sangat baik peneliti dan pimpinan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.
Sudah bertumpuk piagam penghargaan diterimanya dari BPSMP Sangiran dan Kementerian Kebudayaan RI. Juga penghargaan dari Pemprov Jawa Tengah.
Semua untuk dedikasinya pada pelestarian dan penyelamatan fosil prasejarah di Sangiran. Sebagian besar fosil temuan Pak Sinyur telah diserahkan ke museum.
Baca: Info BMKG, Gempa Banten Tidak Berpotensi Tsunami
Sebagian besar pula jadi koleksi istimewa. "Saya pernah nemu fosil kepala buaya raksasa. Giginya sejempol-jempol kaki ini. Itu ada di museum," katanya.
"Gading gajah yang besar-besar ada paling tidak tiga buah. Belum rahang dan tulang gajah, rusa, banteng, dan banyak lagi, saya gak ingat," lanjutnya.
Kemampuan Pak Sinyur melihat jejak bentang alam purba di Sangiran dan sekitarnya sudah tak diragukan lagi. Itu didapatkan benar-benar hanya dari pengalaman langsung.
Pak Sinyur senang, saat ini daerahnya yang tandus, mulai mendapatkan dampak positif kemunculan Kubah Sangiran sebagai warisan budaya dunia.
Tak jauh dari rumahnya yang sederhana, pemerintah membangun Museum Sangiran Cluster Manyarejo.
Baca: UMP dan UMK Yogyakarta 2019, Mulai Kota Jogja, Gunungkidul, Bantul, Kulon Progo dan Sleman
Di titik museum itu beberapa tahun lalu ditemukan tengkorak manusia purba. Temuan lagi sangat banyak, menunjukkan betapa kayanya wilayah Manyerejo akan fosil purba.
Jalan-jalan desa dan dusun juga sudah dibangun. "Dulu di sini cuma ada delapan keluarga. Orangtua saya termasuk salah satunya," ujar Pak Sinyur.
Ia gembira, ternyata kontribusi dirinya dan penduduk sekitar dalam pelestarian peninggalan purba mendapat imbal balik dari pemerintah. Kepatuhan para penemu fosil juga semakin membaik.
"Saya gembira, meski bukan saya yang dapat, tapi pembangunan dan kemajuan ini untuk warga semua. Pengembangan wisata ini semoga semakin maju dan baik," kata Pak Sinyur penuh harap.(Tribunjogja.com/xna)
