Gunungkidul

Kisah Penyintas Bunuh Diri Asal Gunungkidul, Bersyukur Dapat Kesempatan Kedua untuk Nafkahi Anak

Besarnya biaya untuk kontrol ke rumah sakit setelah kaki diamputasi membuatnya putus asa dan berpikir bahwa jalan satu-satunya adalah bunuh diri.

Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Wisang Seto
Marsudi penyintas bunuhdiri saat menjadi narasumber di sebuah workshop pencegahan bunuh diri,di Karangrejek, Selasa (16/10/2018). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Wisang Seto Pangaribowo

TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Marsudi, laki-laki setengah baya asal Gunungkidul menjadi sosok inspiratif sebagai penyintas bunuh diri yang sempat mengidap penyakit imboli trombus.

Penyakit tersebut membuatnya merelakan kaki kirinya diamputasi.

Vonis imboli trombus ia dapatlam lantaran terlalu banyak mengkonsumsi rokok.

Baca: Faktor Depresi Jadi Salah Satu Pemicu Tingginya Angka Bunuh Diri di Gunungkidul

Permasalahan tidak berhenti pada amputasi saja.

Besarnya biaya untuk kontrol ke rumah sakit setelah kaki diamputasi membuatnya putus asa dan berpikir bahwa jalan satu-satunya adalah bunuh diri.

"Obat saya paling murah Rp 120 ribu, sekali kontrol harus mengeluarkan uang sebesar Rp 1,5-3 juta, bayangkan jika saya harus kontrol dua kali seminggu, bahkan ada obat yang belum saya tebus seharga Rp 2,5 juta," ujar Marsudi, Selasa (16/10/2018).

Dirinya terkena penyakit tersebut pada Agustus 2017 tahun lalu.

Penyakit serta kondisi ekonomi yang memburuk membuatnya depresi, sudah puluhan juta biaya dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya.

"Sebelum terkena penyakit itu saya bekerja sebagai tukang las, entah itu las listrik maupun las karbit. Setelah terkena penyakit itu saya jual alat-alat las saya untuk mengobati penyakit," terangnya.

Keluar masuk rumah sakit membuatnya kehilangan mata pencahariannya selama ini dan memperburuk kondisi ekonominya.

"Saya berpikir dari pada harus menebus obat yang harganya mahal tiap minggunya lebih baik saya bunuh diri, dengan cara meminum racun tikus," paparnya.

Marsudi mengatakan dirinya mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup, saat itu dirinya ketahuan meminum racun tersebut oleh sang ayah dan langsung dilarikan ke rumah sakit.

"Ternyata racun tikus rasanya pahit," ujarnya diiringi tawa.

Ia dapat bertahan hingga saat ini karena diberi motivasi oleh keluarga dan orang-orang dekat di sekitarnya.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved