Sleman

Batik Mantaran, Kain Batik Bercorak Buah Melon Khas Sleman

Batik Mantaran, Kain Batik Bercorak Buah Melon Khas Kabupaten Sleman yang Memanfaatkan Pewarna Alami.

Penulis: Alexander Aprita | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/ Alexander Ermando
Rita Lestari, Ketua Kelompok Usaha Batik Mantaran (tengah) menunjukan kain batik yang diproduksinya 

Laporan Reporter Tribun Jogja Alexander Ermando

TRIBUNJOGJA.COM - Bangunan joglo tersebut seakan tersembunyi di antara rumah-rumah lain di Pedukuhan Mantaran, Trimulyo, Sleman. Namun di dalam bangunan itulah batik khas Mantaran diproduksi.

Batik Mantaran tampaknya tak berbeda dengan batik-batik lain yang ada di DIY. Namun ternyata mereka tetap memiliki kekhasan tersendiri.

"Motif kita rata-rata tanaman, terutama melon," ujar Rita Lestari, Ketua Kelompok Batik Mantaran, Kamis (11/10/2018).

Motif melon dipilih lantaran para ibu yang menjadi anggota kelompok tersebut merupakan petani melon. Motif ini juga menjadi identitas dari Mantaran.

Baca: Pertahankan Lahan Pertanian Produktif, Gapoktan Sorosutan Mampu Hasilkan 11 Ton Gabah Perhektare

Agar variatif, motif melon ini juga dikombinasikan dengan motif parijotho khas Sleman dan motif parang yang juga menjadi identitas dari Keraton Yogyakarta.

"Ada 20 ibu yang tergabung dalam kelompok kita. Usianya sebagian besar di atas 40 tahun," jelas Rita.

Agar semakin ciamik dan ciri khasnya semakin terlihat, Rita bersama rekan-rekannya menggunakan pewarna dari bahan alami.

Ada setidaknya 7 bahan alami yang digunakan oleh kelompok ini, antara lain Jolawe, Tingi, Tunjung, Jambal, Tegeran, Kapur, dan Tawas. Semua bahan ini mereka peroleh dari luar Yogyakarta.

Bahan pewarna alami yang digunakan dalam membuat Batik Mantaran
Bahan pewarna alami yang digunakan dalam membuat Batik Mantaran (Tribun Jogja/ Alexander Ermando)

Bahan alami dipilih atas dasar pertimbangan tidak mencemari lingkungan. Mengingat proses membatik juga meninggalkan limbah yang harus dibuang.

Baca: Rupiah Melemah, Pengusaha Mebel Lokal Justru Raup Untung Besar

"Bagi pemakainya juga aman, karena pewarna buatan juga bisa memberi dampak negatif untuk kulit," jelas Rita.

Selembar kain batik dengan ukuran minimal 2 meter dijual dengan harga mulai Rp 180 ribu hingga Rp 1 juta. Harga tersebut didasarkan pada lamanya proses dan tingkat kesulitan dalam membuat batiknya.

Batik pun dibuat dengan 3 metode, tulis, cetak, dan kombinasi keduanya. Sementara proses pembuatan untuk selembar kain batik sendiri bisa mencapai seminggu.

"Motifnya kalau yang tulis kita kerjakan di rumah. Nanti proses pencelupannya kita lakukan bersama-sama di sini," jelas ibu rumah tangga ini.

Salah satu kesulitan pengembangan Batik Mantaran ini adalah sisi promosi dan penjualannya. Rita mengaku kelompoknya belum bisa memasarkan secara online.

Para pembatik tengah memproduksi Batik Mantaran
Para pembatik tengah memproduksi Batik Mantaran (Tribun Jogja/ Alexander Ermando)

Kurangnya minat generasi muda di Mantaran terhadap batik juga membuat perkembangan menjadi mandek.

"Kita semua ini kan bukan orang yang melek teknologi, jadi penjualannya ya masih sistem biasa. Tapi sudah ada yang pesan dari luar juga," tutur Rita.

Baca: Angkat Potensi Lokal, Pemkab Sleman Gelar Safari ke Desa Trimulyo

Ia pun berharap agar setidaknya ada anak yang berusia lebih muda dan produktif untuk melanjutkan usaha Batik Mantaran.

Selain pengembangan bisnis, usaha ini juga untuk menjaga ciri khas kultur dan identitas dari Mantaran.

Ia juga meminta dukungan lebih gencar dari Pemerintah Kabupaten Sleman agar produk mereka bisa dikenal oleh masyarakat secara lebih luas lagi.

"Kalau bisa produk kami juga bisa digunakan sebagai seragam mereka," kata Rita. (tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved