Bencana Dahsyat Dalam Sejarah Nusantara

Banjir Bandang atau Gempa dan Tsunami Menerjang Ibukota Mdang di Wwatan

Ceritanya didapat di Prasasti Pucangan yang ditemukan di lereng gunung Penanggungan di Mojokerto.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.com | DWI NOURMA HANDITO
Candi Gunung Wukir di Dusun Canggal, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah 

Atau bisa ditafsirkan seeperti lautan susu (Prof CC Berg), atau dalam mitologi Hindu ditafsirkan lautan susu diaduk para dewa. Sedangkan ahli sejarah Labberton (1922) mengartikan "ekarnawa" sebagai gemuruh aliran banjir atau gelombang pasang di laut.

Dari deretan tafsir atas kata "ekarnawa" itulah diyakini mahapralaya serangan Wurawari ke Wwatan bersamaan dengan bencana alam dahsyat banjir bandang atau tsunami. Airlangga menyaksikan daratan Jawa dari puncak ketinggian di pengungsian jadi hamparan putih. 

Di mana lokasinya, para penulis dan ahli sejarah menyakini gelombang air itu datang dari arah (pesisir) selatan. Pasukan Wurawari setelah menghancurkan Wwatan, langsung mundur ke Lwaram. 

Mitos yang muncul, mereka mundur karena melihat datangnya bantuan dari penguasa laut di selatan. Namun, melihat jauhnya Wwatan dari pesisir selatan, tidak mungkin gelombang tsunami ini sampai ke pusat kerajaan Mdang. 

Karenanya gempa bumi dahsyat yang mengawali kabar datangnya gelombang laut dari selatan menciutkan nyali pasukan Wurawari dan membuat mereka menarik mundur ke tempat asal mereka di utara. 

Empat tahun sesudah mahapralaya di Wwatan ini, atau sekitar tahun 1020 Masehi, gunung Merapi meletus dahsyat dengan skala letusan mencapai VEI 4 (Newhall, 1998). Namun belum ditemukan catatan tertulis tentang peristiwa ini mengingat pusat kekuasan Mdang sudah pindah ke Jatim. 

Beberapa abad kemudian cerita tentang bencana hebat gempa dan letusan gunung Merapi muncul dalam Babad Tanah Jawi. Cerita itu muncul saat Sultan Pajang hendak menyerbu ke Kotagede, yang didirikan anak didiknya, Sutawijaya.

Arca Ganesha raksasa yang ditemukan di Sambirejo, Prambanan pada Rabu(15/8/2018) kemarin.
Arca Ganesha raksasa yang ditemukan di Sambirejo, Prambanan pada Rabu(15/8/2018) kemarin. (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Ketika pasukan besarnya sampai di Prambanan, dan tinggal berhadapan dengan pengikut Sutawijaya, tiba-tiba gunung Merapi meletus, menyemburkan api pijar dan banjir lahar yang menciutkan nyali Sultan Hadiwijoyo.

Pasukan Pajang dan Sultan Hadiwijaya akhirnya mundur dan menjadi penanda berakhirnya Kasultanan Pajang, dan tonggal awal berdirinya kerajaan Mataram baru di Kotagede (Alas Mentaok). 

Demikianlah, sebagian kecil data dan catatan sejarah yang menunjukkan berbagai bencana alam dahsyat, gempa bumi, banjir, tsunami yang mengoyak Pulau Jawa khususnya, dan mengisyaratkan kejadian serupa di kepulauan Nusantara. 

Setelah gempa besar Lombok bulan lalu, kini mahapralaya terjadi di Donggala dan Palu. Para geolog Universitas Colorado dan Universitas Montana pada pertengahan November 2017, telah memperingatkan kemungkinan gempa-gempa besar di daerah khatulistiwa sepanjang 2018 ini.

Gempa besar itu menurut Roger Bilham (Colorado) dan Rebecca Bendick (Montana) dipengaruhi melambatnya rotasi bumi. Data tertulis gempa-gempa besar menunjukkan indikasi, ketika rotasi bumi melambat, diikuti peningkatan intensitas gempa besar. 

Pelambatan itu diukur menggunakan jam atom, terjadi periodik selama lima tahun sekali. Pelambatan rotasi itu disebabkan perubahan perilaku inti bumi. Indonesia sudah mengalami dua gempa dahsyat plus tsunami hanya dalam rentang dua bulan terakhir. 

Mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari kepada Tribunjogja.com, tak meremehkan tesis tentang kaitan pelambatan rotasi bumi dan gempa besar di khatulistiwa.

"Saya sedang mel;ihatnya sebagai hal yang sama. Saya khawatir itu mempengaruhi kegempaan, khususnya di sekitar khatulistiwa," kata geolog perminyakan yang populer di jagat maya dengan panggilan Pakde ini.

Sebagai bagian "Pacific Ring of Fire", sebagian besar daratan dan kepulauan di Nusantara hanya menunggu giliran siapa akan diguncang gempa dan disapu tsunami. Potensi bencana yang secara alamiah terjadi sejak berjuta tahun lalu. (Tribunjogja.com/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved