Kulonprogo

Kebiasaan Buruk Cuci Jeroan di Sungai Masih Terjadi di Kulonprogo

Pemahaman sebagian masyarakat Kulonprogo terkait aspek kesehatan dalam penanganan hewan hurban masih rendah.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu
Sejumlah kelompok warga tengah mencuci jeroan hewan kurban di bawah jembatan Sungai Serang wilayah Wonosidi Kidul, Kelurahan Wates, Rabu (22/8/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Pemahaman sebagian masyarakat Kulonprogo terkait aspek kesehatan dalam penanganan hewan hurban masih rendah.

Hal ini terlihat dari masih adanya warga yang mencuci jeroan hewan kurban di sungai.

Pencucian jeroan di dalam aliran Sungai Serang sudah menjadi pemandangan umum.

Baca: PT Bintang Toedjoe Serahkan Sapi Berbobot Lebih dari 1 Ton kepada Tribun Solo

Ini terjadi hampir di seluruh wilayah alir sungai tersebut dari kawasan hulu hingga hilir.

Ironisnya, hal itu juga terjadi di lingkup wilayah perkotaan Wates.

Seperti di area jembatan Sungai Serang wilayah Wonosidi Kidul, Kelurahan Wates, Rabu (22/8/2018).

Puluhan warga terlihat tengah berkerumun dalam beberapa kelompok di dalam aliran sungai untuk mencuci jeroan-beramai-ramai.

Mereka merupakan pengurus kurban dari masjid-masjid di sekitar maupun desa.

Selain mengusung jeroan dengan gerobak, ada pula yang datang dengan menggunakan mobil pick up.

Jeroan lalu dijatuhkan ke dalam sungai dari atas jembatan sedangkan beberapa orang lainnya menunggu di bawah untuk mencegah jeroan terhanyut.

Isi jeroan langsung dibuang begitu saja bersamaan air mengalir sehingga air sungai yang semula bening berubah keruh kehijauan.

Jaringan lemak dalam ukuran cukup lebar juga turut dibuang di aliran sungai tersebut.

Diakui seorang warga yang tengah mencuci jeroan di sungai tersebut, Wahyu CM, kegiatan itu sudah kerap dilakukan setiap tahunnya saat Idul Adha.

Hal ini atas dasar kepraktisan saja mengingat masjidnya yang berada di simpang lima Karangnongko Wates tak memiliki cukup lahan untuk membuat kubangan sebagai tempat pembuangan isi jeroan.

Pihaknya juga tak perlu banyak buang air karena sungai masih cukup banyak air yang mengalir.

Lokasi sungai yang dekat dengan masjid juga menjadi pertimbangan lain.

"Kalau harus bikin lubang kan repot, tidak ada tempat. Lebih gampang di sungai sini, kotoran bisa langsung hilang," kata Wahyu.

Pada tahun ini, masjidnya memotong hewan kurban berupa delapan ekor sapi dan lima ekor kambing.

Dengan banyaknya jumlah hewan yang disembelih, pembersihan jeroan di sungai dianggap lebih efektif.

Namun begitu, menurutnya jeroan akan dicuci kembali di masjid untuk pembilasan sehingga lebih bersih lagi.

"Ya lebih bersih kalau dibersikan di selokan atau sungai seperti ini karena airnya kan mengalir. Nanti di masjid dibilas lagi," kata Wahyu.

Kelakuan yang sama juga terjadi di wilayah Pedukuhan Berenan, Desa Bendungan, Kecamatan Wates di mana pengurus kurban dari masjid di dekat sungai mencuci jeroan di aliran sungai yang sama.

Alasannya pun sama yakni lebih praktis ketimbang harus mencuci di sumur atau membuat kubangan khusus.

Warga tidak khawatir adanya kuman karena nanti jeroan tetap akan dicuci ulang di sumur masjid.

"Biar mudah saja karena langsung air mengalir, diopyok (dikucek) sedikit) langsung bersih. Kalau di sumur, malah polusi di sana karena jadi bau, Kasihan tetangga," kata seorang warga Berenan, Wahono.

Sementara itu, Kepala UPTD Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Wilayah Selatan, Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Eko Sulistyo mengakui masih adanya warga yang mencuci jeroan di sungai atau selokan.

Padahal, kebiasaan itu justru bisa mendatangkan masalah kesehatan apabila jeroan itu dikonsumsi manusia.

Ini lantaran air sungai sebenarnya mengandung banyak bakteri e-Coli yang jelas membahayakan kesehatan manusia.

"Kalau bakteri itu tidak dihilangkan dan kemudian jeroan dikonsumsi, bisa bikin diare dan menyebabkan penyakit lain. Kami sangat tidak merekomendasikan mencuci jeroan di sungai atau selokan. Seharusnya di bawah air keran dan kotorannya dibuang ke kubangan khusus dan septic tank," kata Eko.

Baca: 275 Hewan Kurban di Bantul Terjangkit Cacing Hati, Jumlahnya Masih Bisa Bertambah

Sosialisasi penanganan daging kurban secara baik dan sehat menurutnya sudah dilakukan sejak tiga tahun terakhir.

Selain imbauan agar tidak mencuci jeroan di sungai juga penggunaan alas daging yang bersih dengan plastik, pembungkusan daging bukan dengan plastik hitam, hingga imbauan bagi pengurus kurban unutk menguliti sapi sembari merokok.

"Dulu masih banyak takmir yang menguliti kurban sambil merokok tapi sekarang sudah jarang," kata dia.(*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved